tirto.id - Pasal 131-137 KUHP mengatur tentang definisi, unsur, dan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana penyerangan atau penghinaan presiden dan wakil presiden.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP sendiri merupakan sebuah induk peraturan yang mengatur urusan pidana positif di Indonesia.
KUHP juga merupakan landasan utama bagi penegakan hukum pidana untuk mengadili perkara-perkara pidana demi melindungi kepentingan umum.
KUHP memiliki peraturan-peraturan mengenai tindak-tindak pidana yang dapat berdampak buruk terhadap ketentraman, keamanan, kesejahteraan, dan ketertiban masyarakat umum.
Dilansir dari laman FH Unikama, hukum pidana merupakan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat ditetapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana.
Pada zaman kolonial Belanda, induk peraturan pidana yang berlaku adalah sebuah produk hukum yang bernama Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang dibuat pada 15 Oktober 1915 dan diresmikan pada 1 Januari 1918.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, WvSNI diubah menjadi KUHP pada tanggal 26 Februari 1946 melalui UU No.1 Tahun 1946 yang sekaligus menghapuskan unsur-unsur kolonial yang terdapat dalam WvSNI seperti kerja rodi dan mata uang gulden.
KUHP terdiri dari 3 buku. Buku 1 berisi tentang Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 berisi tentang Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 berisi tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Isi Pasal 131-137 KUHP Tentang Penyerangan & Penghinaan Presiden
Pasal 131-137 KUHP masuk ke dalam Buku 2 tentang Kejahatan dan Bab II tentang Kejahatan-Kejahatan terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang definisi, unsur dan sanksi bagi tindak pidana penyerangan dan penghinaan Presiden atau Wakil Presiden. Berikut adalah isi pasal 131-137 KUHP.
Pasal 131
Tiap-tiap penyerangan terhadap diri Presiden atau Wakil Presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Pasal 132
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 23.
Pasal 133
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 23.
Pasal 134
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.
Pasal 135
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 23.
Pasal 136
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 23.
Pasal 136 bis
Pasal penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam pasal 135, jika itu dilakukan di luar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak di muka umum, baik lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari empat orang, atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.
Pasal 137
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada waktu itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Yulaika Ramadhani