Menuju konten utama

KSP soal Pasal Zina di KUHP: Kurangi Risiko Main Hakim Sendiri

KSP menilai pasal soal zina di KUHP baru mengurangi risiko main hakim sendiri di tengah masyarakat.

KSP soal Pasal Zina di KUHP: Kurangi Risiko Main Hakim Sendiri
kantor staf presiden.foto/ksp.go.id

tirto.id - Tenaga Ahli Utama Deputi V Kantor Staf Presiden, Ade Irfan Pulungan menyebut bahwa KUHP baru mengakomodir nilai keindonesiaan. Ia mencontohkan bahwa ada persepsi yang salah dalam menanggapi KUHP, salah satunya soal pasal perzinaan.

Irfan mengeklaim bahwa pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membawa paradigma pemidanaan modern dan relevan dengan nilai-nilai di tanah air.

"KUHP lama tidak lagi relevan dengan perkembangan hukum pidana dan kondisi masyarakat di Indonesia, karena semangatnya jauh berbeda. Kali ini semangatnya bukan hanya menekankan pemidanaan, tetapi kepastian hukum yang mencirikan pidana modern dengan mengandung tiga unsur prinsipil, yakni keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif," ucap Irfan dalam keterangannya, Selasa (13/12/2022).

Di samping itu, Irfan turut mengungkapkan bahwa kritik terhadap KUHP juga perlu diletakkan pada porsinya. "KUHP sebagai manifestasi hukum pidana harus pula diuji pada koridor hukum pidana, karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan ranah hukum lainnya," ungkapnya.

Secara spesifik, ia mencontohkan sol ketentuan terkait perzinaan. Irfan mengatakan bahwa ketentuan terkait perzinaan semestinya dimaknai sebagai bentuk upaya menjamin kepastian penegakan hukum pidana dan merupakan delik aduan.

"Pembatasan pihak-pihak yang dapat mengadukan tindak pidana perzinaan yang sifatnya limitatif, di antaranya oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan serta orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan, justru dapat mengurangi risiko perilaku main hakim sendiri di tengah masyarakat," tutur Irfan.

KUHP baru mengatur soal perzinaan dan kohabitasi atau hidup bersama di luar ikatan perkawinan. Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 411 dan 412.

Pada pokoknya disebutkan bahwa orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana karena perzinaan dengan pidana paling lama satu tahun atau denda kategori II.

Tindak pidana dimaksud tidak akan dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, orang tgua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Sedangkan pasal soal kohabitasi pada pokoknya mengatur orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Tindak pidana dimaksud tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan sebagaimana zina. Pengaduan pun dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang belum dimulai.

Baca juga artikel terkait PASAL KONTROVERSIAL KUHP BARU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky