Menuju konten utama

Perbaikan Komunikasi Publik Butuh Aksi Nyata, Bukan Gimik Semata

Komunikasi publik yang transparan, inklusif, dan responsif menjadi prioritas utama dalam mewujudkan pemerintahan yang benar-benar melayani rakyat.

Perbaikan Komunikasi Publik Butuh Aksi Nyata, Bukan Gimik Semata
Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (ketiga kiri), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri), Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi (ketiga kanan), Wakil Menteri Pertanian Sudaryono (kanan) dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya (kedua kanan) memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Prabowo Subianto menginstruksikan sejumlah kementerian untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok, memastikan ketersediaan pangan dan akan menurunkan tarif tol serta menurunkan harga tiket pesawat saat bulan Ramadhan 1446 Hijriah. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Pemerintahan yang baik tidak sekadar ditentukan oleh kebijakan yang dirancang, tetapi juga oleh kemampuan dalam menyampaikan pesan secara jelas dan tepat kepada masyarakat. Komunikasi publik yang buruk dan belepotan sudah lama menjadi momok yang merusak kepercayaan publik, bahkan menghambat efektivitas kebijakan pemerintah. Permasalahan ini yang tampak masih menjangkit tubuh kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Komunikasi publik yang efektif merupakan pondasi utama pemerintahan yang demokratis dan responsif. Tanpa komunikasi yang jelas, transparan dan empati, kebijakan pemerintah rentan disalahpahami. Hal itu menimbulkan keresahan, bahkan penolakan dari masyarakat. Sayangnya, jajaran kabinet Presiden Prabowo kerap menunjukkan kelemahan serius dalam aspek ini. Imbasnya bukan hanya mencoreng citra pemerintah, tetapi juga menghambat efektivitas implementasi kebijakan.

Maka instruksi langsung dari Prabowo agar anak buahnya memperbaiki pola komunikasi publik sebetulnya menjadi angin segar yang dinanti. Sepekan ke belakang, setidaknya ada dalam dua kesempatan Prabowo meminta para menteri dan pejabat pemerintah membenahi cara berkomunikasi mereka kepada rakyat. Teranyar, hal itu disampaikan Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, usai rapat bersama Prabowo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

Menurut Sudaryono, pemerintah pusat memang tak mampu mengontrol asumsi masyarakat. Namun, Prabowo tak menginginkan masyarakat menerima sebagian informasi dan berpikir negatif terhadap pemerintah. Sudaryono mengakui, menjelaskan dengan baik lebih susah daripada memberikan tudingan.

Akan tetapi, politisi Gerindra itu mengklaim tidak akan berhenti berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat. Ia ditugaskan Prabowo memperbaiki asumsi di masyarakat agar lebih positif dan sesuai dengan kinerja pemerintahan.

“Pemerintah tidak boleh lelah menjawab semua tuduhan, menjawab semua kritik, menjawab semua sesuatu yang barangkali kadang-kadang tidak benar,” ucap Sudaryono.

Diberitakan sebelumnya, Prabowo sempat menilai komunikasi jajaran pemerintah kepada publik terutama menyangkut kebijakan dan terobosan, masih kurang sempurna dan intensif. Ia secara langsung memerintahkan jajaran menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih untuk memperbaiki komunikasi mereka kepada publik. Meski begitu, Prabowo tetap memuji kinerja menteri dan wakil menterinya yang dilantik sejak Oktober 2024.

Prabowo juga mengingatkan anak buahnya untuk menerima seluruh masukan dari publik, termasuk kritik yang diberikan oleh masyarakat. Ia mengingatkan jangan sampai pemerintah mau diadu domba dengan rakyat.

“Kita atasi perbedaan dengan musyawarah. Kita terima kritik dengan besar hati, tetapi kita jangan mau diadu domba. Kita harus bekerja dengan baik untuk rakyat kita,” kata Prabowo saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Ruang Sidang Kabinet, Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (22/3/2025).

Sidang kabinet paripurna persiapan Idul Fitri

Presiden Prabowo Subianto (kanan) dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kedua kanan) menyalami menteri saat bersiap memimpin sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (21/3/2025). Sidang kabinet paripurna tersebut membahas persiapan jelang hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Pernyataan-pernyataan kontroversial dari pejabat tinggi pemerintah belakangan ini memang tengah menjadi sorotan. Misalnya pernyataan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang merespons insiden pengiriman bangkai kepala babi ke kantor Tempo. Ia menyatakan agar kepala babi tersebut, ‘dimasak saja’. Menyusul, Hasan mengklarifikasi hal tersebut ia sampaikan dalam maksud bercanda menirukan respons dari jajaran Tempo. Dia mengaku bahwa pemerintah tetap menjunjung tinggi kebebasan pers.

Respons pejabat tinggi negara dalam merespons gelombang penolakan revisi UU TNI juga dinilai kurang baik. Agenda revisi undang-undang yang baru seumur jagung disahkan DPR beberapa hari lalu ini, bahkan sampai sekarang masih menerima gelombang penolakan dari berbagai daerah. Namun, sikap pejabat negara dalam merespons dinamika isu ini justru tak menunjukan rasa empati.

Contohnya respons Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Maruli Simanjuntak. Menantu Luhut Binsar Pandjaitan itu menyebut orang-orang yang menilai agenda revisi UU TNI bakal membawa kembali Dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru sebagai ‘kampungan’.

Sebelumnya, Luhut sendiri – yang menjabat Dewan Ekonomi Nasional – yang merespons kritik masyarakat dalam aksi Indonesia Gelap dengan cukup keras. Ia menyebut kalau ada pihak yang menyebut Indonesia dalam keadaan gelap, sebetulnya ‘kau yang gelap!’.

Rentetan akrobat komunikasi publik yang belepotan ini tentu saja mengesankan pemerintah Prabowo Subianto seolah antikritik dan nirempati. Penggunaan bahasa yang kasar dan tidak sensitif oleh pejabat tinggi akan menyulut kemarahan publik. Pernyataan yang mengandung unsur hinaan dan cemoohan bukan hanya mencederai martabat, tetapi juga menciptakan atmosfer ketakutan di kalangan masyarakat. Sikap seperti itu menunjukkan betapa pejabat tersebut jauh dari nilai-nilai empati dan profesionalisme.

Maka dari itu, Analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, mengapresiasi instruksi dari Presiden Prabowo kepada jajarannya agar membenahi pola komunikasi publik. Menurutnya, perintah tersebut mengafirmasi selama ini ada problem komunikasi publik yang akut di tubuh kabinet. Ini seharusnya menjadi momen agar Kabinet Merah Putih semakin lebih baik lagi.

“Ini harus dioperasikan secara taktis agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Misalnya PCO intens memberikan respons sikap yang baik terhadap isu dan kebijakan di masyarakat sehingga ekses bisa diminimalkan,” kata Agung kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Perbaikan komunikasi juga mesti dilakukan oleh jajaran humas dari kementerian/lembaga. Mereka wajib memahami tupoksi kebijakan instansi dan memitigasi efek yang muncul dari penerapan kebijakan. Komunikasi publik yang buruk, kata Agung, mereduksi legitimasi dari pemerintahan dan bahkan, presiden itu sendiri di mata masyarakat.

Terburuk, hal itu menciptakan ketidakpercayaan publik dan pasar yang belakangan ini sudah tergambar jelas. Komunikasi publik memang terlihat sederhana, tapi itu faktor krusial apakah performa pemerintah berjalan baik atau tidak.

“Kita harus lihat bagaimana para menteri dan presiden memperbaiki komunikasi setelah ada pernyataan ingin mengoreksi. Jangan sampai ini sebatas gimik atau formalitas namun tidak ada perubahan yang cukup berarti,” terang Agung.

Dampak Panjang Komunikasi Buruk

Kelemahan komunikasi publik tidak cuma berdampak pada persepsi masyarakat, tetapi juga menghambat pelaksanaan kebijakan yang sebenarnya strategis. Pernyataan yang bersifat merendahkan menutup pintu dialog konstruktif dan mengubah ruang publik menjadi medan pertarungan emosional yang menonjolkan retorika provokatif.

Akibat dari komunikasi publik yang belepotan bukan hanya salah paham atau kebingungan semata. Lebih dalam dari itu, mengikis kepercayaan publik yang susah payah dibangun oleh pemerintahan baru.

Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Padjadjaran Bandung, Kunto Adi Wibowo, menilai perbaikan pola komunikasi publik pemerintah memang sangat urgen dilakukan. Bukan cuma membuat masyarakat mengernyitkan dahi, Kunto menilai terjadi pola-pola komunikasi yang dilakukan pejabat negara yang justru terkesan menyalah rakyat.

Kunto menjelaskan, komunikasi publik yang baik tercipta dari dialog dua arah yang baik. Tak hanya soal penggunaan bahasa yang empatik dan mengedepankan capaian positif, namun yang terpenting mendengarkan masukan dan kritik dari rakyat.

“Karena berkomunikasi itu tidak hanya ngomong satu arah. Kita nggak bisa berkomunikasi dengan baik kalau tidak mendengarkan. Pada hal ini pemerintah harus mau mendengarkan rakyat,” ucap Kunto kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Di sisi lain, Kunto menilai Prabowo sendiri juga perlu memperbaiki gaya komunikasinya di khalayak. Pernyataan terbuka dan meledek seperti ‘Ndasmu’ atau menyebut berseberangan dengan kebijakan pemerintah sebagai ‘Anjing menggonggong’, tidak pantas diucapkan oleh seorang presiden.

Pasalnya, gaya Prabowo jadi dicontoh jajarannya yang melihat pola komunikasi itu sebagai sesuatu yang benar. Kunto menilai, Prabowo harus mau lebih mendengarkan sebelum dia berbicara untuk publik. Tak cukup mendengarkan saran orang-orang di sekitarnya, tapi juga yang terpenting mendengarkan suara rakyat.

“Kalau komunikasi pemerintah buntu maka tidak dapat dukungan dari rakyat. Dan masalah legitimasi kebijakan pemerintah akan semakin pelik,” ujar Kunto.

Sidang Kabinet Paripurna

Suasana sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (22/1/2025). Dalam sidang kabinet paripurna tersebut Presiden Prabowo Subianto memuji kinerja Kabinet Merah Putih yang telah bekerja selama tiga bulan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menyatakan bahwa Prabowo agak terlambat memberikan instruksi untuk memperbaiki pola komunikasi publik. Seharusnya, kata dia, pernyataan memperbaiki komunikasi publik sudah dikeluarkan dari beberapa bulan yang lalu.

Ia menilai, sedari awal pembantu Presiden sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Ditambah komunikasi kebijakan pemerintah yang sembrono sehingga membuat masyarakat panik. Misalnya soal isu Danantara menggunakan uang nasabah dan tidak bisa diaudit.

Tapi, seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Meskipun terjadi berbagai blunder fatal komunikasi, pemerintahan Prabowo masih terbilang baru. Momen ini harus jadi titik pembelajaran untuk memperbaiki komunikasi ke masyarakat luas.

“Harus ada semacam SOP terkait bagaimana pejabat publik merespons isu ke masyarakat. Bagaimana mereka menanggapi kritik, bagaimana merespons isu yang sifatnya insidental, hingga menjelaskan kebijakan,” ujar Musfi kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Idealnya, tugas membuat SOP dan mengorkestrasi komunikasi pemerintah dilakukan oleh PCO atau Kantor Komunikasi Kepresidenan. Tetapi Musfi belum melihat peran strategis dari instansi tersebut. PCO tidak terlihat sama sekali memimpin jalur komunikasi Istana. B

Bahkan ketika ada jajaran kabinet yang keliru, yang menegur justru Seskab Letkol Teddy. Ini memunculkan pertanyaan tentang fungsi dari Kantor Komunikasi Kepresidenan. Momen ini dilihat Musfi sebagai kesempatan Presiden Prabowo mengevaluasi tugas dan fungsi PCO.

Jika ada informasi yang belum bisa dikomunikasikan secara baik, para pejabat tidak boleh genit untuk menjawabnya secara spontan dan pribadi. Semua pihak idealnya bisa menahan diri, dengan tidak haus panggung, dan tidak sedikit-sedikit cari muka kepada presiden.

“Komunikasi istana memang sudah memasuki tahap krisis. Di masyarakat sudah ada meme pola komunikasi presiden. Pertama, mengeluarkan kebijakan kontroversial, kedua dikritik publik, ketiga melakukan evaluasi, keempat tiba-tiba pemerintah mengklaim menyelesaikan masalah,” sambung Musfi.

Dalam konteks ini, kritik yang datang dari berbagai pihak bukan berniat untuk menjatuhkan, melainkan sebagai cerminan betapa krusialnya peran komunikasi publik yang efektif dalam menjalankan roda pemerintahan. Pemerintah yang berani mengakui kesalahan dan segera mengambil langkah perbaikan akan mendapatkan kepercayaan masyarakat yang saat ini tengah rapuh.

Kini saatnya pemerintah tidak hanya sekadar bicara. Tetapi membuktikan bahwa komunikasi publik yang transparan, inklusif, dan responsif menjadi prioritas utama dalam mewujudkan pemerintahan yang benar-benar melayani rakyat.

Baca juga artikel terkait PRABOWO SUBIANTO atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang