tirto.id - DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada rapat paripurna DPR pada Selasa (6/12/2022).
Dilansir dari laman Kemenkumham Kantor Wilayah Kalimantan Barat, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyatakan bahwa KUHP produk Belanda yang selama ini digunakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.
Hal tersebutlah yang menjadi alasan dan urgensi pengesahan RUU KUHP.
Rapat paripurna yang mengesahkan RKUHP yang penuh kontroversi ini dipimpin tanpa Ketua DPR Puan Maharani dan dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Dalam rapat tersebut terdapat beberapa tentangan dari beberapa anggota fraksi, namun Dasco menganggap penghapusan beberapa pasal dari RKUHP sudah tidak bisa dilakukan karena setiap fraksi sudah mendapatkan kesempatan memberi catatan di pengambilan keputusan tingkat I.
Selain dikritik oleh beberapa anggota fraksi, RKUHP juga mendapat kecaman dan kritikan dari berbagai pihak, salah satunya adalah dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang menganggap proses pembentukan RKUHP tidak transparan dan tidak partisipatif.
Mereka juga menganggap RKUHP ini sebagai wujud pembatasan partisipasi publik dalam pembuatan undang-undang yang sangat penting bagi kehidupan publik itu sendiri.
Isi Pasal 280 Tentang Penghinaan kepada Hakim
Terdapat beberapa pasal yang menjadi kontroversi besar di masyarakat dan di media. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah pasal 280 RKUHP tentang Penghinaan kepada Hakim
Pasal tersebut masuk ke dalam Buku 2 tentang Tindak Pidana Bab VI tentang Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan.
Dalam Bab tersebut, pasal ini masuk ke dalam Bagian Kedua tentang Mengganggu dan Merintangi Proses Peradilan.
Berikut adalah isi pasal 288 RKUHP tentang penghinaan terhadap hakim.
Pasal 280
(1) Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:
a. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
b. bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim;
c. menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan; atau
d. tanpa izin pengadilan memublikasikan proses persidangan secara langsung.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf b atau huruf c hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh hakim.
Berdasarkan ayat (2) dan (3) pada pasal tersebut, pasa penghinaan terhadap hakim ini merupakan delik aduan yang hanya bisa diajukan secara tertulis oleh hakim yang bersangkutan.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Dhita Koesno