tirto.id - Sejak disahkan pada 6 Desember lalu, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai kritik dari banyak pihak. Salah satu pasal yang paling disorot adalah pasal tentang perzinaan yang dinilai kontroversial.
Pasal zina di RKUHP baru yang dimaksud adalah pasal 415. Bunyi pasal tersebut berisi hukuman pidana bagi orang yang melakukan persetubuhan bukan dengan suami atau istri sah.
Perlu diketahui bahwa pasal zina RKUHP ini merpakan delik aduan. Ini berarti pelaku hanya dapat dikenakan pidana apabila dilaporkan oleh orang-orang tertentu seperti suami, istri, hingga orang tua pelaku.
Bunyi Pasal Zina RKUHP Baru
Pasal zina RKUHP baru kini bisa dilihat melalui dokumen Draf RUUKP Final yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Berikut bunyi pasal 415 RKUHP tentang perzinaan tersebut:
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
- Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Alasan Kenapa Pasal Zina RKUHP Kontroversial
Ada beberapa alasan mengapa pasal tentang perzinaan di RKUHP kontroversial. Beberapa menganggap bahwa pasal tersebut sah-sah saja diterapkan di Indonesia yang menganut adab ketimuran.
Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa pasal ini justru dapat merugikan.
Menurut Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji, pasal ini merupakan upaya perlindungan kaum perempuan dan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia.
“Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral, kesusilaan, dan etika sehingga praktik seperti itu harus dicegah. Bagi yang melanggar, akan dikenai hukuman,” katanya seperti yang di kutip dari Antara.
Sayangnya, Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani, pasal ini justru dapat merugikan dari dunia usaha, terutama bidang pariwisata dan perhotelan.
Menurutnya, jika pasal ini diterapkan sebagai KUHP di Indonesia, maka turis asing yang tidak terikat hubungan pernikahan dapat dijerat oleh aturan pidana tersebut
“Implikasinya, wisatawan asing akan beralih ke negara lain di mana hal tersebut juga berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan di Indonesia,” katanya.
Pernyataan ini seolah diperkuat melalui travel warning yang dirilis oleh pemerintah Australia untuk para wisatawan tidak lama setelah RKUHP disahkan.
Seperti yang dikutip dari News.com.au, pemerintah Australia meminta para wisatawannya berhati-hati agar tidak jatuh dalam "situasi yang sangat tidak menguntungkan."
RKUHP juga dikhawatirkan dapat memengaruhi investasi asing di sektor pariwisata. Wakil Ketua Badan Industri Pariwisata Indonesia Maulana Yusran menyatakan bahwa RKUHP ini berpotensi membahayakan sektor pariwisata dalam negeri.
“Kami sangat menyayangkan pemerintah menutup mata,” katanya seperti yang dikutip dari Washington Post.
Selain dari sektor ekonomi dan pariwisata, pasal perzinaan di RKUHP juga dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko persekusi di masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Bivitri Susanti selaku Pakar Hukum Tata Negara.
Menurut Bivitri peraturan tentang zina dapat menimbulkan asumsi sebagian orang bahwa mereka bisa menyerang pelaku zina karena dinilai melanggar hukum.
Menurutnya, penyelesaian perbuatan yang dinilai tidak pantas bukan berarti harus melalui jalur pidana, melainkan masih banyak cara lain. Jika tetap dipaksakan, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya persekusi.
"Bahkan, tanpa KUHP saja persekusi juga sudah terjadi," ujarnya.
Daftar Pasal RKUHP yang Kontroversial
Selain pasal perzinaan, kontroversi RKUHP juga terjadi pada sejumlah pasal lainnya. Beberapa pasal seperti pasal tentang penghinaan hakim, penghinaan pemerintah, hingga penghinaan presiden dikritik mengancam kebebasan berpendapat.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan setidaknya ada 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP. Pasal-pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.
“DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim.
Adapun daftar Pasal RKUHP bermasalah yang ditemukan oleh AJI, antara lain:
- Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
- Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
- Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
- Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
- Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
- Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
- Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
- Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
- Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
- Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
- Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Editor: Yantina Debora