tirto.id - Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, masuk pemberitaan New York Times. Media asal Amerika Serikat tersebut menyoroti dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
New York Times mengangkat judul "A President’s Son Is in Indonesia’s Election Picture. Is It Democracy or Dynasty?" dalam terbitan Sabtu tanggal 6 Januari 2024 waktu setempat.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, judul tersebut bermakna "Anak Presiden Ikut Pemilu Indonesia. Demokrasi atau Dinasti?".
NY Times turut mengutip pernyataan beberapa kritikus. Dituliskan, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo setelah Gibran maju sebagai cawapres Pemilu 2024.
Isi Pemberitaan NY Times tentang Gibran
New York Times awalnya menceritakan kisah Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai cawapres untuk Prabowo Subianto.
Berkat "bantuan" keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin pamannnya sendiri, tulis NY Times, Gibran akhirnya muncul menjadi kandidat calon wakil presiden Pemilu 2024. Putra sulung Jokowi itu berpeluang menjadi wapres termuda di Indonesia.
Pengamat menilai majunya Gibran sebagai intrik yang merusak tatanan demokrasi di Indonesia setelah melewati masa kediktatoran yang panjang.
Meskipun demikian, Gibran akhirnya dipasangkan dengan Prabowo Subanto. Tampilnya Wali Kota Solo itu dianggap representasi Jokowi.
Prabowo-Gibran digambarkan sebagai dua keluarga politik dan bisa memberikan keuntungan bagi pasangan tersebut.
"Jelas sekali bahwa Jokowi sedang membangun sebuah dinasti politik," kata Yoes C. Kenawas, peneliti dari Universitas Atma Jaya Jakarta, menurut laporan New York Times.
Berikut ini poin-poin yang dirangkum New York Times dalam laporannya tentang Gibran Rakabuming Raka:
Gibran Calon Presiden 2029?
Menurut klaim Yoes seperti dilaporkan di New York Times, Jokowi sedang mempersiapkan putranya sendiri sebagai calon presiden 2029. Artinya, majunya Gibran bersama Prabowo dianggap seperti tugas magang."Karena pada akhirnya, tujuannya adalah menjadi presiden, bukan wakil presiden," tambah Yoes C. Kenawas.
New York Times lalu menceritakan kisah keluarga Jokowi dalam lingkaran politik Indonesia. Berawal dari Gibran yang terpilih sebagai Wali Kota Solo, disusul menantunya, Bobby Nasution, yang menjabat Wali Kota Medan.
Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, lalu merapat ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia hanya membutuhkan waktu 2 hari saja untuk menjadi Ketua Umum PSI.
Peran Paman Gibran
Keberhasilan Gibran sebagai cawapres Pemilu 2024 juga dinilai berkat pamannya sendiri serta Mahkamah Konstitusi yang melakukan intervensi pada bulan Oktober 2022.Ketua MK saat itu, Anwar Usman alias paman Gibran, membuat keputusan yang mengizinkan calon berusia di bawah 40 tahun jika sebelumnya pernah terpilih lewat sebuah pemilihan langsung.
Sebuah panel etik MK lantas dibentuk. Mereka memberhentikan Anwar Usman sebagai ketua MK karena telah melakukan "pelanggaran serius" terhadap kode etik. Akan tetapi, keputusan terkait batas usia capres cawapres tetap berjalan.
NY Times menuliskan, pasangan Prabowo-Gibran melesat dalam survei hingga mengungguli 2 pasangan lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah popularitas presiden yang memiliki dampak besar selama masa kampanye.
Di lain sisi, Jokowi menolak anggapan terkait manuver politiknya hingga menyamakan situasi yang terjadi seperti layaknya drama Korea.
"Akhir-akhir ini kita terlalu banyak disuguhi drama, terlalu banyak drama Korea, terlalu banyak sinetron," ujar Jokowi.
Tidak sepakat dengan apa yang diucapkan sang presiden, Titi Anggraini, dosen di Universitas Indonesia menilai hal itu sebagai rekayasa yang sudah direncanakan.
"Ini bukan drama. Ini adalah rekayasa yang terencana," kilah Titi.
Jokowi di Balik Pencalonan Gibran?
Mengutip pendapat Ian Wilson, dosen senior di Murdoch University, Perth, Australia, NY Times menuliskan bahwa Jokowi berada di balik rekayasa pencalonan Gibran."Dia akan memberikan kesan tidak terkait karena itulah gaya politiknya, tetapi dia berada di belakangnya," ucap Wilson.
Masih kata Wilson, manuver Jokowi adalah bagian dari tren anti-demokrasi yang dianut mayoritas politisi Indonesia.
Prabowo juga digambarkan serupa karena disebut-sebut sempat ingin menggantikan Soeharto, ayah mertuanya, yang berkuasa selama 32 tahun di era Orde Baru sebelum lengser pada 1998.
Prabowo selama beberapa dekade juga telah dilarang masuk ke Amerika Serikat karena catatan pelanggaran HAM.
"Saya sama sekali tidak melihat Jokowi sebagai seorang demokrat. Jokowi memiliki kecenderungan otokratis, begitu pula dengan Prabowo," tambah Wilson.
NY Times mengakhiri lewat komentar Gibran yang sebelumnya sempat merasa masih pemain baru di dunia politik. Sebagai Wali Kota Solo, jabatan wapres terlalu besar untuknya.
"Saya masih sangat baru. Masih banyak yang harus saya pelajari. Dari walikota menjadi wakil presiden adalah lompatan yang terlalu besar," beber Gibran.
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra