Menuju konten utama

Indonesia Kutuk Konflik Gaza, Tapi Ekspor ke Israel Jalan Terus

Jubir Kemlu klaim sebagian besar perdagangan Indonesia dengan Israel dilakukan melalui negara ketiga. Sebab, kedua negara tak punya hubungan diplomatik.

Indonesia Kutuk Konflik Gaza, Tapi Ekspor ke Israel Jalan Terus
Proses bongkar muat peti kemas berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11/2023). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt.

tirto.id - Meski tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, tapi jalur perdagangan Indonesia dengan negara tersebut masih terus berjalan. Nilai transaksi perdagangan ke negara yang dijuluki negeri berlimpah susu dan madunya itu, dinilai kontras dengan sikap dan komitmen Pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

Sejumlah negara, termasuk Indonesia diketahui telah mengutuk keras Israel atas serangan acak yang dilakukan terhadap masyarakat sipil dan seluruh fasilitas di Gaza. Serangan bertubi-tubi tersebut, mengakibatkan ribuan warga sipil melayang, termasuk perempuan dan anak-anak.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan sudah mengeluarkan fatwa haram mendukung Israel dan tindakan agresinya ke Palestina. MUI juga mewajibkan umat Islam untuk mendukung Palestina dalam perjuangan kemerdekaannya.

Sebagai bentuk nyata pengharaman dukungan kepada Israel, MUI meminta umat Islam untuk menghindari segala transaksi dan penggunaan produk Israel atau yang terafiliasi pada negara tersebut.

“Seharusnya jangan ada hubungan perdagangan antara kita dengan Israel sebagai wujud solidaritas kepada Palestina,” ujar Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, kepada Tirto, Kamis (16/11/2023).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sejak Januari hingga Oktober 2023, Indonesia telah mengimpor produk nonmigas dari Israel sebesar 16,97 juta dolar AS. Komoditas utama penyumbang impor tersebut adalah mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya senilai 5,03 juta dolar AS, perkakas dan peralatan dari logam tidak mulia sebesar 3,86 juta dolar AS.

Lalu, mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya sebesar 3,04 juta dolar AS, instrumen optik, fotografi, sinematografi dan medis sebesar 1,45 juta dolar AS, dan bahan kimia anorganik sebesar 0,90 juta dolar AS.

Sementara ekspor Indonesia ke Israel sejak Januari hingga Oktober 2023 tercatat sebesar 140,57 juta dolar AS. Komoditas utamanya adalah lemak dan minyak hewani/nabati 39,18 juta dolar AS, alas kaki 12,91 juta dolar AS, mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya 10,85 juta dolar AS, serat stapel buatan 9,62 juta dolar AS, dan ampas dan sisa industri makanan 6,51 juta dolar AS.

Jika dilihat share ekspor Israel dari Januari sampai Oktober 2023 adalah sebesar 0,07 persen terhadap total ekspor Indonesia ke Israel. Sementara share impor nonmigas dari Israel ke Indonesia dari Januari sampai Oktober 2023 adalah sebesar 0,0110 persen.

“Hingga dapat disimpulkan bahwa kondisi politik di kedua negara tersebut tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Piter menegaskan, sebagai wujud solidaritas dan dukungan kepada Palestina sesuai Undang-Undang Dasar 1945, hendaknya pemerintah melakukan boikot dan menghentikan perdagangan dengan Israel. Apalagi hubungan dagang Israel yang diklaim BPS tidak berpengaruh signifikan terhadap neraca dagang Indonesia secara keseluruhan.

“Barang-barang yang kita impor dari Israel bisa kita impor dari negara lain,” kata Piter.

Sedangkan untuk ekspor sendiri, memang diakui Piter akan sedikit berisiko karena bisa menurunkan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan mesti tidak besar. Di samping juga untuk mengalihkan ekspor ke negara lain tentu tidak mudah. Namun, itu adalah risiko yang mesti pemerintah ambil.

"Tapi itu adalah pengorbanan yang selayaknya kita lakukan demi membela kemanusiaan," tegas Piter.

Jika ditarik ke belakang pada 2022, perdagangan Indonesia dengan Israel menghasilkan 228 juta dolar AS atau 100 kali lipat dibandingkan ke Palestina. Nilai transaksi perdagangan itu bersumber dari 185 juta dolar AS ekspor dan 43 juta dolar AS impor.

Di sisi lain, Palestina dan Israel juga memberi pengaruh berbeda terhadap neraca perdagangan RI. Pada 2022, aktivitas ekspor-impor dengan Palestina menyebabkan Indonesia defisit 421 ribu dolar AS. Sebaliknya, Indonesia surplus 142 juta dolar AS dari Israel.

Selama 2014-2022, nilai transaksi dagang Indonesia dan Israel mencapai 1,7 miliar dolar AS, setara Rp26,9 triliun dalam kurs Rp15.471 per dolar AS. Dengan total nilai ekspor 1,2 miliar dolar AS dan impor 506 juta dolar AS, maka neraca perdagangan Indonesia surplus 727 juta dolar AS atau Rp11,2 triliun.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai masih berlanjutnya perdagangan Indonesia ke Israel menjadi hal wajar. Sebab, kata dia, kerap sekali jika isu komersil berbenturan dengan politik, maka politiknya yang kalah. Terlebih ada ketergantungan suatu negara terhadap pelaku usaha dari negara lain.

“Jadi Israel menghasilkan barang yang dibutuhkan oleh Indonesia, di mana Indonesia tidak punya pilihan untuk beli dari negara lain,” ujar dia kepada Tirto, Kamis (16/11/2023).

Bagaimana Respons Pemerintah?

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Lalu Muhamad Iqbal, mengklaim bahwa sebagian besar perdagangan Indonesia dengan Israel dilakukan melalui negara ketiga. Ia menegaskan Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.

“Tapi ketika tiba di sana, tetap yang dihitung country of origin,” ujar dia kepada reporter Tirto, Kamis (16/11/2023).

Pemerintah, kata Iqbal, dalam hal ini tidak bisa mengontrol pihak ketiga untuk menjual ke negara mana saja, termasuk Israel. “Nanti saya cek value perdagangan langsung [ke Israel]," ujar dia.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, sebelumnya juga sempat menyatakan hal sama. Menurut Budi, perdagangan Indonesia dengan Israel dilakukan tidak secara langsung melainkan lewat pihak ketiga.

"Kalau lewat negara lain, kan, asalnya dari negara ketiga itu ketahuannya," ujar dia saat ditemui di ICE BSD Tangerang pada Rabu (18/10/2023).

Saat disinggung mengenai upaya pemerintah dalam mengontrol jalur perdagangan dari pihak ketiga, Budi tidak merespons sama sekali. Ia hanya menunjukkan gestur geleng-gelengkan kepala.

Terkait dengan nilai perdagangan Indonesia, lanjut Iqbal, memang lebih dominan banyak ke Israel dibandingkan Palestina. Hal ini karena secara jumlah populasi penduduk dan pendapatan per kapita antara dua negara tersebut berbeda.

“Warga di Palestina cuma 5 juta, warga negara Israel 9 juta. Perkapita Israel di atas 50 ribu dolar AS, Palestina cuma 3 ribuan dolar AS. Belum hambatan perdagangan dengan Palestina banyak sekali," ucap Iqbal.

Tercatat, pada periode Januari – Oktober 2023 nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Palestina hanya sebesar 2,37 juta. Ekspor ini disumbang oleh komoditas berbagai makanan olahan senilai 1,85 juta dolar AS, olahan dari sayuran, buah, dan kacang 0,23 juta dolar AS, olahan dari tepung 0,13 juta dolar AS, bahan kimia organic 0,06 juta dolar AS, serta kayu dan barang dari kayu 0,04 juta dolar AS.

Sementara, impor nonmigas Indonesia dari Palestina periode Januari-Oktober 2023 senilai 1,57 juta dolar AS, dengan komoditas buah-buahan 1,43 juta dolar AS, lemak dan minyak hewan/nabati 0,10 juta dolar AS. Besaran transaksi perdagangan ke Palestina cenderung lebih kecil jika dibandingkan data perdagangan ekspor-impor Indonesia ke Israel disajikan di atas sebelumnya.

“Mereka dalam posisi yang tidak mungkin untuk berproduksi dan berdagang. Wilayah mereka dikuasai oleh Israel semua,” kata Piter Abdullah.

Baca juga artikel terkait KONFLIK ISRAEL VS PALESTINA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz