Menuju konten utama

Benarkah Ekspor Kecil Bikin Indonesia Aman dari Perang Dagang?

Mantan Menkeu Chatib Basri mengatakan ekspor kecil bikin Indonesia aman dari perang dagang AS-Cina. Namun, sejumlah ekonom menilai hal itu tak bisa dibanggakan.

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/6/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan Indonesia periode 2013-2014, Chatib Basri menilai Indonesia saat ini diuntungkan oleh rendahnya porsi ekspor dalam perdagangan internasional. Chatib melihat kondisi ini justru membuat Indonesia relatif lebih aman dari bahaya perang dagang.

Ia mencontohkan untuk negara seperti Singapura, perekonomiannya cukup terguncang karena porsi ekspornya cukup besar. Belum lagi perekonomian Singapura juga dinilai cukup bergantung pada perdagangan internasional.

“Indonesia beruntung karena share ekspor kita kecil. Anda kalau mau terhindar dari penyakit di luar jangan keluar rumah. Kalau tinggal di dalam ya enggak kena,” ucap Chatib kepada wartawan saat ditemui di Auditorium Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, pada Selasa (20/8/2019).

Pernyataan Chatib ini sebelumnya pernah disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menyatakan perang dagang tidak berdampak karena Indonesia bukan bagian dari arus rantai pasokan atau supply-chain perdagangan dunia.

Sri Mulyani pun tidak heran bila negara-negara yang sudah menjadi rantai pasokan perdagangan dunia berupaya mengurangi pengaruh perang dagang pada perekonomiannya masing-masing.

"Jadi kalau kita lihat dari peta ini kelihatan jujur Indonesia lebih sedikit pengaruhnya karena kita tidak terlalu dekat dengan supply-chain," kata Sri Mulyani dalam diskusi yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019).

Sri Mulyani melihat posisi Indonesia yang jauh dari posisi rantai pasokan perdagangan dunia lebih disebabkan karena stagnansi pertumbuhan industri. “Sektor manufaktur kita itu justru tidak mengalami peningkatan,” jelasnya.

Bukan Hal Membanggakan

Namun, kecilnya porsi ekspor ternyata bukan hal yang membanggakan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku pernah ditegur Presiden Joko Widodo karena nilai ekspor Indonesia cukup kecil bahkan kalah dari Vietnam hingga Malaysia. Hal itu disebabkan lantaran Indonesia terlambat membuat perjanjian dagang.

“Mari kita jujur, kita juga dtegur Presiden bahwa kita ketinggalan dari Vietnam karena Vietnam lebih dulu membuat perjanjian dagang. Sepuluh tahun ini kita kejar-kejaran untuk menyelesaikannya,” kata Enggar kepada wartawan saat ditemui di Hotel Mulia pada Selasa (20/8/2019).

Tak ayal, Jokowi pada Maret 2019 lalu sempat jengkel karena kinerja ekspor yang rendah. Sampai-sampai urusan ekspor dipandang perlu untuk dibuatkan kementerian tersendiri.

Melihat kondisi begini, Ekonom Institute For Development Economics and Finnance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai Indonesia memang tak bisa bangga dengan kinerja ekspor. Ia mengatakan capaian sekarang membuat Indonesia serba kesulitan untuk memanfaatkan peluang saat perang dagang mereda.

“Saat ada gejolak ekonomi global kita paling belakang dampaknya tapi kalau ada peluang kita paling belakangan dapatnya. Itu yang dialami sekarang,” kata Heri saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (21/8/2019).

Heri menuturkan saat ini porsi ekspor Indonesia hanya 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan porsi ekspor-impornya sekitar 45 persen dari PDB. Menurut Heri, jumlah itu jauh tertinggal dari negara-negara lain.

Ia mencontohkan Vietnam yang total perdagangannya sudah 200 persen dan Malaysia yang mencapai 100 persen dari PDB.

Ekspor Tetap Perlu Digenjot

Menurut Heri, kinerja ekspor yang buruk berarti membiarkan defisit neraca perdagangan tetap minus bahkan terus melebar. Belum lagi rembetannya dapat memengaruhi defisit transaksi berjalan yang rentan memengaruhi nilai tukar rupiah.

Padahal, lanjut Heri, Indonesia tetap perlu tumbuh dengan didukung ekspor pada sektor industri. Ia menilai ekspor tetap harus didorong agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya melulu dipengaruhi oleh konsumsi.

“Negara berkembang harus menggenjot ekspor untuk perbaiki defisit. Kita itu sebenarnya gak aman. Kita sulit mem-boosting perekonomian. Kita perlu di atas 6 persen,” ucap Heri.

Hal senada juga disampaikan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah. Ia mengatakan idealnya Indonesia tetap perlu menggenjot ekspor. Namun, peluang Indonesia terbatas di tengah perlambatan perekonomian dunia saat ini.

“Ekspor yang rendah bukan sesuatu yang dibanggakan tapi bukan bencana juga,” kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (21/8/2019).

Pada kondisi saat ini, Piter menilai pemerintah perlu mencari cara agar perekonomian bisa tumbuh selain mengandalkan ekspor. Ia menyarankan salah satunya dengan memanfaatkan pasar domestik.

“Produk andalan kita kan ekspor komoditas tapi peluang kita terbatas. Yang harus dipacu adalah domestik. Kita tidak terdampak signifikan, tapi kalau tidak melakukan apa-apa kita jadi tidak bisa memacu pertumbuhan ekonomi,” ucap Piter.

Baca juga artikel terkait PERANG DAGANG AS-CINA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan
-->