tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan segera mengimpor ribuan obat Antidifteri Serum (ADS) untuk menghadapi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno Sutarjo mengatakan impor obat penyakit difteri tersebut untuk memenuhi kebutuhan 4.000 Antidifteri Serum (ADS) di Indonesia pada bulan ini. Hal ini karena suplai ADS dari dalam negeri jumlahnya sangat minim.
"Biofarma menyumbang 700 vial ADS. Kita minta Badan POM untuk mempermudah impor ADS. Jadi bulan ini mungkin sudah bisa dapat 4.000-an vial," kata Untung di Jakarta, pada Selasa (19/12/2017) seperti dikutip Antara.
Sementara untuk kebutuhan vaksin difteri dalam pelaksanaan imunisasi ulang atau "Outbreak Response Immunization" (ORI), kemenkes sudah meminta Biofarma meningkatkan jumlah produksi vaksin difteri.
Untung menjelaskan sejumlah kementerian-lembaga terkait sudah berkoordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk penanganan wabah difteri yang terus meluas.
Dalam rapat koordinasi itu disebutkan bahwa setiap pemerintah daerah harus inisiatif melaksanakan ORI di daerahnya yang terdapat kasus difteri. Kemenkes baru menetapkan tiga provinsi, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, untuk melaksanakan imunisasi massal pada Desember 2017
"Kami juga meminta dorongan dan dukungan kementerian lain seperti Kemendagri, Panglima TNI, Kapolri, dalam penanganan ini," kata Untung.
Laporan mengenai kekurangan stok obat serum anti-difteri memang mulai bermunculan. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menyatakan kehabisan persediaan antidifteri pada Senin kemarin. Padahal, ada 11 pasien difteri, 9 di antaranya anak-anak, yang sedang dirawat di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh.
"Untuk serum antidifteri, persediaannya memang sudah tidak ada lagi," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Aceh Abdul Fatah.
Terkait ketiadaan serum antidifteri tersebut, ujar Abdul Fatah, pihaknya sudah meminta ke Kementerian Kesehatan. Namun, hingga kini permintaan tersebut belum ada jawaban. "Informasi yang kami terima, persediaan serum di kementerian juga terbatas. Persediaan untuk 40 pasien seluruh Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan data Kemenkes, sejak Januari hingga November 2017, ada 593 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 kabupaten-kota di 20 provinsi Indonesia.
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis yang dipicu oleh aktivasi eksotoksin. Pada kasus kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings, tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.
Difteri sangat menular melalui droplet atau partikel air yang keluar saat orang batuk dan bersin. Penularan difteri dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari subjek pembawa kuman ini, baik anak maupun dewasa, yang tampak sehat.
Baik Kemenkes maupun organisasi profesi dokter, seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), meyakini perluasan wabah difteri di Indonesia pada akhir tahun ini membuktikan kegagalan cakupan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). Akibatnya, cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk menciptakan kekebalan di masyarakat dari penularan difteri. Karena itu, Kemenkes mendorong pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) di sejumlah daerah berstatus KLB berupa pemberian imunisasi ke mereka yang berusia 0-19 tahun.
Gejala awal difteri umumnya ialah demam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah. Tanda paling khas ialah kemunculan selaput putih keabu-abuan di tenggorokan atau hidung, yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher. Bagi anak berusia kurang 15 tahun yang mengalami indikasi itu, IDAI merekomendasikan agar mereka segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom