tirto.id - Apakah seorang muslim yang tidak shalat Jumat karena ketiduran saat berpuasa, boleh mengganti shalat jumat tersebut dengan shalat dzuhur? Dalam kasus seperti itu, umat Islam tidak hanya sekadar diperbolehkan, tetapi wajib segera melaksanakan shalat zuhur.
Shalat Jumat merupakan ibadah wajib bagi kaum muslimin, tepatnya umat Islam laki-laki yang telah mukalaf tanpa uzur syar'i. Kewajiban pelaksanaan shalat Jumat bagi kaum muslimin, salah satunya termuat dalam Surah Al-Jumu'ah ayat 9.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Yā ayyuhal-lażīna āmanū iżā nūdiya liṣ-ṣalāti miy yaumil-jumu‘ati fas‘au ilā żikrillāhi wa żarul-bai‘(a), żālikum khairul lakum in kuntum ta‘lamūn(a).
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Begitu wajibnya pelaksanaan shalat Jumat, Rasulullah Saw. bersabda mengenai keadaan kaum muslimin yang meninggalkan ibadah tersebut secara sengaja sebagai berikut:
“Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali tanpa ada uzur, maka dicatat sebagai golongan orang munafik.” (H.R. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, dari riwayat Jabir Al-Ja’fi, dan hadits ini punya penguat).
Terdapat beberapa golongan umat Islam yang tidak terkena kewajiban shalat Jumat, di antaranya adalah perempuan, hamba sahaya, anak belum balig, orang yang mengalami sakit parah, musafir, hingga orang dengan gangguan mental dan orang mabuk.
Selebihnya, di luar 6 golongan tersebut, seorang muslim wajib menjalankan shalat Jumat.
Namun, bagaimana jika ada kondisi, seseorang yang sedang berpuasa Ramadhan, ketiduran setelah shalat subuh, lantas baru bangun sekitar pukul 12.30 atau 13.00 ketika shalat Jumat sudah selesai?
Tidak Shalat Jumat karena Ketiduran, Bolehkah Diganti?
Wajib hukumnya mengganti shalat Jumat yang ditinggalkan karena ketiduran dengan shalat Zuhur, sesegera mungkin setelah seorang muslimin terbangun. Kewajiban melaksanakan qadha tersebut ditegaskan dalam sebuah hadis sebagai berikut:
"Barangsiapa meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka laksanakanlah shalat saat ia ingat. Tidak ada denda baginya kecuali hal tersebut," (HR. Imam Bukhari).
Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i juga menyebutkan kewajiban mengqada shalat fardu sebagai berikut:
"Jika ia meninggalkan shalat karena uzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa, namun mesti segera mengqadhanya. Sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadhanya."
Di sisi lain, terlepas dari kewajiban mengqada, terdapat dua hukum bagi kaum muslimin yang tidak menunaikan shalat Jumat karena ketiduran. Pembagian hukum tersebut berkaitan dengan keadaan dan alasan kaum muslimin ketiduran sebagai berikut.
Tidur Setelah Memasuki Waktu Shalat Jumat
Tidur setelah memasuki waktu shalat Jumat hukumnya haram, kecuali seorang muslimin yakin atau menduga bisa bangun. Keadaan bisa bangun tersebut harus didukung kebiasaan baik kesadaran sendiri, bunyi alarm, atau disadarkan orang lain.
Syekh Muhammad Ar-Ramli dalam kitab Fatawa Ar-Ramli mengatakan, “Berbeda dengan tidur di dalam waktu shalat, maka haram kecuali yakin atau menduga bisa bangun dan melakukan shalat pada waktunya."
Tidur Sebelum Memasuki Waktu Shalat Jumat
Ulama sepakat bahwa seorang muslim boleh tidur setelah subuh-sebelum waktu Jumat, selama yakin dan menduga akan menemui shalat Jumat. Keadaan bisa bangun tersebut juga harus didukung kebiasaan baik kesadaran sendiri, bunyi alarm, atau disadarkan orang lain.
Akan tetapi, ulama berbeda pendapat mengenai kaum muslimin yang tidur setelah subuh hingga sebelum waktu Jumat, namun tidak yakin atau menduga dapat menemui shalat Jumat.
Syekh Al-Qalyubi menukil pendapat Syekh Muhammad Ar-Ramli yang tidak mengharamkan tindakan tersebut, dan menuliskannya dalam kitab Hasyiyatul Qalyubi ‘alal Mahalli, "Dikecualikan dengan bepergian, tidur sebelum tergelincirnya matahari, maka tidak haram, meski yakin tidak dapat menemui Jumat.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus