tirto.id - Bagaimana tata cara shalat qadha jika seorang muslim lupa menunaikan shalat fardhu karena ketiduran? Terkait Ramadhan, Apakah ada tuntunan untuk mengerjakan shalat kafarat pada Jumat terakhir setiap Ramadhan yang disebut berfungsi untuk mengganti shalat-shalat yang terlewat dalam setahun?
Bagi seorang muslim yang sudah mukallaf, mengerjakan shalat 5 waktu, yaitu subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya', hukumnya wajib. Shalat fardhu adalah rukun Islam yang kedua setelah membaca dua kalimat syahadat.
Kewajiban mendirikan salat fardu salah satunya tercantum dalam Surah An Nisa ayat 103 berikut, “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Kewajiban shalat untuk muslim yang sudah mukallaf ini juga dapat dilihat dari sabda Rasulullah saw. bahwa anak-anak tidak wajib shalat, "Pena diangkat (tidak dihitung) dari tiga, yaitu: anak-anak hingga baligh, orang yang tidur hingga terjaga, dan orang gila hingga sembuh." (.R. Abu Dawud).
Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab mengutip pendapat Asy-Syirazi bahwa Anak-anak tidak wajib mengqadha shalatnya apabila ia telah baligh, karena masa kanak-kanak itu panjang, sehingga jika diwajibkan qadha maka pasti menyulitkan.
Qadha Shalat Jika Meninggalkan Sholat 5 Waktu Tak Sengaja
Jika seorang muslim meninggalkan shalat fardhu karena alasan tidak sengaja, maka ia memiliki keharusan untuk menggantinya. Misalnya, ia ketiduran pada pukul 18.45, dan baru bangun setelah pukul 05.00. Ia melewatkan shalat isya' karena lalai (tidur), sedangkan saat ia terjaga, sudah tiba waktu subuh. Jika hal ini terjadi, maka orang tersebut mengqadha shalat isya' sesegera mungkin.
Dalam "Cara Mengqadha Shalat yang Terlewat" oleh Muhammad Ibnu Sahroji (NU Online), dikutip hadis riwayat Imam Bukhari, "Barangsiapa meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka laksanakanlah shalat saat ia ingat. Tidak ada denda baginya kecuali hal tersebut."
Qadha Shalat Jika Sengaja Meninggalkan Sholat 5 Waktu
Bagaimana dengan seorang muslim yang meninggalkan shalat fardhu dengan alasan sengaja? Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i menyebutkan, shalat tersebut wajib diqadha.
Perbedaannya dengan orang yang tidak sengaja meninggalkan shalat adalah dosanya. Seseorang yang tidak sengaja meninggalkan shalat tidak berdosa, sedangkan yang sengaja, berarti berdosa.
Disebutkan, "Jika ia meninggalkan shalat karena uzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa, namun mesti segera mengqadhanya. Seedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadhanya."
Tata Cara Shalat Qadha
Mengutip "Tata Cara Qadha Shalat Zuhur dan Ashar di Waktu Malam" (NU Online) oleh Ahmad Muntaha AM, disebutkan penjelasan Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab, terkait tata cara mengerjakan shalat yang diqadha.
Misalnya, shalat dengan bacaan lirih (zuhur dan asar) jika diqadha pada malam hari tetap dibaca lirih, meskipun dilakukan malam hari. Sebaliknya, shalat dengan bacaan keras (maghrib, isya, subuh), jika diqadha pada pagi hari, tetap dibaca keras, meski qadha tersebut dilakukan pagi hari.
Penjelasannya, "Shalat fâ'itah atau yang keluar dari waktunya, maka bila orang mengqadha shalat malam—Maghrib, Isya’, demikan pula Subuh, meskipun sebenarnya waktunya adalah pagi—di waktu malam, maka ia sunnah membaca dengan bacaan keras tanpa perbedaan pendapat di antara ulama.
"Bila ia mengqadha shalat siang di waktu siang maka ia sunnah membaca dengan bacaan lirih tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. Namun, bila ia mengqadha shalat siang pada waktu malam, atau mengqadha shalat malam pada waktu siang, maka terdapat dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah yang dihikayatkan oleh Al-Qadhi Husain, Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan lainnya.
"Pendapat yang paling shahih menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu qadha terkait lirih dan kerasnya. Pendapat ini dinilai shahih oleh Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan Imam ar-Rafi’i. Adapun pendapat kedua menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu yang terlewatkan atau waktu asalnya. Pendapat ini dipastikan oleh penulis Kitab Al-Hâwi, yaitu Imam al-Mawardi."
Apakah Ada Shalat Kafarat untuk Ganti Shalat Terlewat?
Terdapat satu tradisi mengerjakan shalat kafarat pada hari Jumat terakhir bulan Ramadhan sebelum hari raya Idul Fitri. Salat ini didirikan dengan maksud menyerupai qadha atau pengganti salat fardhu yang terlewat.
Terkait shalat kafarat, para ulama berbeda pendapat dalam perkara ini. Sebagian muslim mengerjakan salat kafarat, namun banyak ulama yang menyatakan salat ini tidak ada atau pengerjaannya haram karena tidak dilandasi dalil yang jelas.
Dilansir dari “Hukum Shalat Kafarat dan Perbedaannya dengan Shalat Qada” oleh Yusuf Suharto (Tebuireng Online), dasar hadis dari pelaksanaan salat kafarat disandarkan kepada riwayat, “Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali tasyahud, dan setiap rakaat membaca 1 kali surat al Fatihah kemudian surat al Qadar 15 kali dan surat al Kautsar 15 kali.”
Akan tetapi, hadis tersebut dinilai sebagai hadis maudhu. Para ulama berpendapat jika ibadah amal yang bersumber dari hadis maudu, maka hukumnya tidak boleh dikerjakan.
Sementara itu, dalam “Hukum Shalat Kafarat di Jumat Akhir Ramadan” (NU Online) M Mubasysyarum Bih mengutip pendapat Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj terkait shalat kafarat, sebagai berikut.
“Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di Jumat ini (Jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup”
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami kemudian melanjutkan sebagai berikut, “yang demikian ini (shalat kafarat) adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak sama.”
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus