Menuju konten utama

Hukum Shalat Kafarat Jumat Terakhir Ramadhan dan Penjelasannya

Sholat kafarat hari Jumat terakhir bulan Ramadhan dipertanyakan hukumnya karena tidak memiliki tuntunan yang sahih. Bagaimana salat kafarat yang benar?

Hukum Shalat Kafarat Jumat Terakhir Ramadhan dan Penjelasannya
Ilustrasi - Hukum shalat kafarat di Jumat terakhir Ramadhan memiliki status dipertanyakan keabsahannya karena tidak memiliki tuntunan dalam Islam. ANTARA Foto/saiful bahri/foc/16.

tirto.id - Hukum shalat kafarat yang dilaksanakan selepas salat Jumat dipertanyakan keabsahannya, termasuk saat bulan puasa. Bagaimana sebenarnya hukum shalat qodho di Jumat akhir Ramadhan?

Salat kafarat adalah salat yang dikerjakan sebagai pengganti salat wajib yang ditinggalkan. Praktiknya, orang yang ketinggalan salat fardu akan melakukan salat pengganti sebagai penebus kesalahan tersebut.

Salat kafarat juga dikerjakan jika seseorang merasa ragu saat mengerjakan suatu salat. Dengan demikian, ada dua keadaan yang membuat seseorang bisa melakukan salat kafarat, yaitu saat salat fardu lupa dikerjakan atau merasa tidak sah.

Apa yang Dimaksud Sholat Kafarat Hari Jum'at Terakhir Bulan Ramadhan?

Salat kafarat ada tuntutannya menurut hadis sahih. Hadis adanya salat kafarah tersebut dijelaskan sebagai berikut:

“Sesungguhnya ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut menyia-nyiakan shalat adalah mereka yang menunda shalat, hingga masuk waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingga telat shalat maka hendaknya dia laksanakan ketika bangun…” (HR. Muslim 1594)

Namun, praktik menjalankan salat kafarat yang dikerjakan setelah ingat ini, lantas diperluas. Shalat kafarat dilakukan pada waktu selesainya salat Jumat. Ada pula orang yang melakukan sholat kafarat Jumat terakhir Ramadhan.

Pihak yang berpandangan kebolehan salat kafarat di Jumat terakhir Ramadhan, memiliki beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut yaitu:

1. Kebolehan melakukan qada salat wajib karena ragu dengan mengikuti pendapat Al-Qadli Husain.

2. Tidak ada orang yang dapat meyakini sah-tidaknya salat yang baru saja dikerjakan, termasuk salat terdahulu.

3. Salat kafarat dilarang apabila muncul kekhawatiran bahwa salat tersebut cukup sebagai pengganti salat yang tidak dilakukan selama setahun.

4. Salat kafarat dijadikan amalan para pembesar ulama dan ahli makrifat billah. Contohnya seperti Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas, dan lainnya.

Pelaksanaan sholat kafarat hari Jumat terakhir bulan Ramadhan memiliki tiga versi. Versi pertama sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali salam. Versi kedua yakni sejumlah rakaat shalat fardu dalam sehari semalam, lalu versi selanjutnya salat 2 rakaat demi 2 rakaat.

Hukum Shalat Kafarat

Hukum shalat kafarat di Jumat terakhir Ramadhan atau di Jumat lainnya haram. Salat kafarat model seperti itu tidak memiliki landasan jelas berdasarkan Al-Qur'an dan hadis.

Mengutip NU Online, ulama Syafi'iyah, Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, menilai tradisi salat kafarat setelah salat Jumat sebagai amalan buruk. Ibnu Hajar berkata:

"... yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di Jumat ini (Jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup."

Ibnu Hajar juga menambahkan, "...yang demikian ini (shalat kafarat) adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar."

Yusuf Suharto dalam artikel Hukum Shalat Kafarat dan Perbedaannya dengan Shalat Qada di laman Tebuireng menyebutkan, hadis yang dikemukakan terkait salat kafarat adalah hadis maudhu (palsu). Jika amal ibadah bersumber dari hadis maudhu, maka ulama berpendapat, hukumnya tidak boleh dikerjakan.

Salat kafarat juga digadang memiliki keutamaan yang cukup janggal. Salat ini dikabarkan dapat mengganti salat yang ditinggalkan semasa hidup seseorang sampai 70 tahun. Informasi palsu ini tidak boleh diamalkan.

Cara Salat Kafarat sesuai Sunah

Salat kafarat bisa dilakukan jika seseorang meninggalkan salat fardu karena terlupa. Ia boleh melakukan salat qada begitu teringat belum menjalankan salat yang kelupaan tersebut.

Contohnya seseorang tertidur sebelum waktu zhuhur, lalu bangun sudah masuk waktu ashar. Ia lantas teringat belum menjalankan salat zuhur. Dalam keadaan ini, ia masih boleh melakukan salat kafarat untuk menebus salat zuhur yang terlewat akibat lupa.

Dalilnya yaitu hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Ahmad 11972 dan Muslim 1600)

Berdasarkan hadis tersebut, cara melakukan salat kafarat cukup jelas yaitu dilakukan begitu seseorang teringat bahwa dirinya lupa salat. Salat kafarat dikerjakan saat itu juga, dan tidak dikerjakan pada waktu lain termasuk setelah sholat jumat terakhir di bulan Ramadhan.

Nabi Muhammad menegaskan tidak ada model salat kafarat lain melalui sabda berikut:

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

“Siapa yang lupa shalat, maka dia harus shalat ketika ingat. Tidak ada kaffarah untuk menebusnya selain itu.” (HR. Bukhari 597 dan Muslim 1598)

Salat kafarat tidak berlaku bagi orang yang meninggalkan salat fardu karena sengaja. Salat yang ditinggalkan tersebut tidak bisa ditebus.

Meninggalkan salat fardu dengan sengaja adalah berdosa. Orang tersebut wajib bertobat dan kembali mendirikan salat fardu sesuai waktunya. Adapun kesalahan telah meninggalkan salat wajib, dapat ditebus dengan memperbanyak salat sunnah.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ

Amal manusia pertama yang akan dihisab kelak di hari kiamat adalah shalat. Allah bertanya kepada para Malaikatnya – meskipun Dia paling tahu – “Perhatikan shalat hamba-Ku, apakah dia mengerjakannya dengan sempurna ataukah dia menguranginya?” Jika shalatnya sempurna, dicatat sempurna, dan jika ada yang kurang, Allah berfirman, “Perhatikan, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunah?.” jika dia punya shalat sunah, Allah perintahkan, “Sempurnakan catatan shalat wajib hamba-Ku dengan shalat sunahnya.” (HR. Nasai 465, Abu Daud 864, Tirmidzi 415, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Baca juga artikel terkait SHALAT KAFARAT atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Edusains
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar