tirto.id - Bersetubuh atau berhubungan badan saat puasa di siang hari menjadi salah satu perkara yang membatalkan puasa. Lalu, apakah ada kewajiban membayar denda berhubungan saat puasa?
Denda yang dimaksud di atas disebut sebagai kafarat puasa. Kafarat/kaffarah sendiri merupakan bahasa Arab yang asal katanya dari kafran dan sebagian orang menyebutnya dengan istilah kifârah atau kifarat yang berarti ‘menutupi’.
Secara harfiah, seperti dikutip laman Baznas Jogja, menutupi dalam kafarat yakni menutupi dosa. Dengan demikian, kifarah adalah tindakan yang dapat menutupi dan meleburkan dosa supaya hukuman di dunia dan akhirat tidak berat.
Pada dasarnya, puasa merupakan ibadah menahan lapar, dahaga, berhubungan badan, serta berbagai perkara yang membatalkannya, sejak waktu subuh hingga magrib. Artikel berikut ini akan membahas mengenai kafarat hubungan suami istri di bulan Ramadhan.
Hukum Bersetubuh di Bulan Puasa Siang Hari
Bersetubuh menjadi salah satu perkara yang membatalkan ibadah puasa Ramadan. Islam mengategorikan bersetubuh selama bulan Ramadan menjadi 2, meliputi bersetubuh ketika siang hari puasa dan bersetubuh ketika malam hari Ramadan.
Bersetubuh di siang hari Ramadan bagi suami-istri hukumnya dilarang. Jika tetap melakukannya, maka puasanya akan batal. Suami-istri yang berhubungan badan di siang hari bulan puasa akan dikenai denda berat (kifarat ‘udhma).
Syekh Salim ibn Sumair al-Hadhrami, dalam kitab Safînah al-Najâh menjelaskan:
يجب مع القضاء للصوم الكفارة العظمى والتعزير على من أفسد صومه في رمضان يوما كاملا بجماع تام آثم به للصوم
Terjemahan: “Selain qadha, juga wajib kifarah ‘udhma disertai ta‘zir bagi orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh dengan senggama yang sesungguhnya dan dengan senggama itu pelakunya berdosa karena puasanya.”
Selain membayar kafarat, seorang muslim yang berhubungan suami-istri juga tetap harus membayar utang puasanya. Sebab, sama halnya seperti makan dan minum saat puasa Ramadan, berhubungan badan di siang hari juga termasuk hal-hal yang membatalkan.
Bagaimana Kafarat Hubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan
Islam membagi bentuk kafarat bagi orang yang berhubungan badan di siang hari Ramadan sesuai kemampuan setiap individu. Pemberian hukum kafarat tersebut bersandar pada hadis riwayat Abu Hurairah ra. sebagai berikut:
“Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku [siang hari] di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR. Bukhari).
Dalam hadis riwayat Abu Hurairah ra. di atas dijelaskan bahwa Islam membagi dan mengurutkan kafarah kepada suami-istri yang bersenggama di siang hari bulan Ramadan.
Pertama, kafarat dalam bentuk memerdekakan budak alias hamba sahaya perempuan yang beriman. Namun, kafarah bentuk ini sudah tidak selaras dengan zaman sekarang.
Kedua, kafarat dalam bentuk berpuasa selama 60 hari secara berturut-turut, ini sekaligus menjawab adanya pertanyaan yang muncul mengenai puasa kafarat berapa hari.
Bentuk kafarat kedua ini memungkinkan untuk dilakukan kaum muslim. Adapun waktu pelaksanaannya yakni sesegera mungkin setelah bulan Ramadan hingga sebelum datang bulan suci di tahun berikutnya.
Apabila seorang muslim tidak mampu memenuhi kafarat kategori kedua, seorang muslim bisa membayar kafarat ketiga, yakni memberi makan 60 orang fakir dan miskin. Makanan yang diberikan kepada fakir dan miskin berupa makanan pokok sejumlah 1 mud atau setara 0,6 kg atau 6 ons per orang.
Islam tidak serta-merta menjatuhkan kafarat kepada suami-istri yang bersetubuh di siang hari bulan Ramadan. Syariat tersebut dibuat dengan mempertimbangkan lebih dulu alasan dan sebab perbuatan itu sendiri.
Imam Nawawi Al Bantani dalam kitab Kasyifah al-Saja menuliskan 11 persyaratan jatuhnya kifarat ‘udhma sebagai berikut:
- Kafarat ‘udhma dijatuhkan hanya kepada lelaki yang sengaja berhubungan badan dengan wanita melalui kemaluan maupun anus.
- Kafarat ‘udhma tidak dijatuhkan kepada seorang mukmin yang mendahulukan membatalkan puasa dengan hal lain seperti makanan, baru berhubungan badan.
- Ibadah yang dirusak hanyalah puasa.
- Puasa yang dirusak hanya ibadah dirinya sendiri. Berbeda dengan seorang musafir atau orang yang sedang sakit kemudian berhubungan badan dengan istrinya yang berpuasa, maka baginya tidak membayar kafarat. Hal ini dapat terjadi, karena ketika berhubungan badan, sebelumnya ia berada dalam keadaan uzur. Hubungan badan dilakukan di bulan Ramadan.
- Kafarat dijatuhkan kepada semua jenis bentuk hubungan badan, meskipun tidak keluar mani sekalipun.
- Pelaku berdosa karena berhubungan badan ketika berpuasa.
- Dosa berhubungan badan pelaku hanya karena puasa.
- Puasa yang dirusak hanya sehari, yakni ketika melakukan senggama.
- Pada hari berikutnya, orang tersebut tetap harus mengikuti puasa Ramadan.
- Waktu yang dipakai untuk berhubungan tidak samar dan tidak diragukan masuk ke dalam masa berpuasa.
- Hubungan badan dipastikan dilakukan di bulan Ramadan.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin
Penyelaras: Dhita Koesno