Menuju konten utama

Cara Membayar Utang Puasa Ramadan Berdasarkan Penyebab Batalnya

Puasa Ramadan boleh ditinggalkan karena sebab tertentu, tetapi harus diganti dengan melakukan qada, membayar fidyah, atau keduanya.

Cara Membayar Utang Puasa Ramadan Berdasarkan Penyebab Batalnya
Ilustrasi Puasa. foto/istockphoto

tirto.id - Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang balig, mukalaf, memiliki akal sempurna (tidak gila), mampu menjalankan ibadah ini, dan mengetahui awal bulan Ramadan.

Meskipun demikian, ada sebagian golongan yang bisa memperoleh keringanan tidak menjalankan puasa Ramadan, dengan syarat menggantinya dengan qada atau membayar fidyah, atau dengan melaksanakan keduanya.

Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 184: "... dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang miskin," (QS. Al-Baqarah [2]: 184)

Qada puasa dilakukan dengan menjalankan ibadah ini di luar bulan Ramadhan. Sedangkan fidyah, ditunaikan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud makanan pokok per hari tidak puasa.

Bagi golongan yang batal puasanya karena halangan tertentu, seperti melakukan perjalanan jauh, sakit, haid, lansia renta, dan lain sebagainya, tidak ada dosa bagi mereka sekalipun tetap harus mengganti ibadah wajib itu dengan qada atau fidyah.

Sementara mereka yang mampu, tidak ada uzur, tetapi sengaja membatalkan puasanya, berarti telah melanggar perintah Allah SWT sehingga mendapatkan dosa sekaligus wajib melakukan qada.

Apa saja jenis-jenis batal puasa Ramadan dan cara mengganti berdasarkan penyebabnya? Berikut penjelasan rincinya sebagaimana dikutip dari NU Online.

1. Batal puasa karena hamil atau menyusui

Ibu hamil atau menyusui memperoleh keringanan tidak berpuasa Ramadan, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: "Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh salat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang yang hamil dan orang yang menyusui,” (H.R. Al-Khamsah).

Terdapat tiga ketentuan cara membayar utang puasa terkait rukhsah (keringanan) bagi ibu hamil atau menyusui.

Pertama, ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan dirinya jika berpuasa. Bagi kelompok ini, dibolehkan tidak berpuasa. Namun, mereka harus menggantinya dengan qada puasa di luar bulan Ramadan sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

Kedua, ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan dirinya dan bayinya sekaligus jika dia berpuasa. Sebagaimana kelompok pertama, ia boleh tidak berpuasa dan menggantinya di luar Ramadan dengan qada.

Ketiga, ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan janin atau bayinya saja jika ia berpuasa. Bagi kelompok ketiga ini, kewajiban mengganti puasa tidak hanya dengan qada, tetapi juga harus membayar fidyah sekaligus.

2. Batal puasa karena sakit

Orang yang sakit dan khawatir pada keadaan dirinya boleh meninggalkan ibadah puasa. Sebagai gantinya, ia wajib melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak boleh memberikan mudarat kepada diri sendiri dan kepada orang lain,” (H.R. Daruquthni).

3. Batal puasa karena perjalanan atau safar

Sebagaimana orang sakit, mereka yang dalam perjalanan juga boleh mengambil keringanan tidak berpuasa di bulan Ramadan. Merujuk buku Fiqih Praktis (2008) karya Muhammad Bagir, seorang musafir mendapatkan rukhsah tidak berpuasa, jika menempuh perjalanan dengan jarak minimal 80,6 kilometer.

Jika seseorang sudah menempuh jarak sepanjang 80,6 kilometer maka ia boleh tidak berpuasa. Sebagai gantinya, ia wajib mengganti dengan qada puasa di luar Ramadhan sebanyak hari yang ditinggalkan.

4. Batal puasa karena haid atau nifas

Setiap perempuan yang sudah balig memiliki siklus bulanan haid yang menjadikannya tidak wajib berpuasa di masa tersebut.

Muslimah yang sedang haid tidak wajib puasa, tetapi harus mengganti (qada) puasa di luar bulan Ramadhan. Demikian juga bagi perempuan yang mengalami nifas usai melahirkan.

Di luar Ramadan, ketika haid dan nifasnya sudah selesai, golongan ini wajib melakukan qada puasa sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

5. Batal puasa bagi lansia renta dan orang sakit permanen

Orang lansia renta dan sakit permanen yang tidak ada harapan sembuh tidak diwajibkan berpuasa. Sebagai gantinya, mereka harus membayar fidyah sebanyak jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

Rukhsah ini harus didasarkan pada penjelasan dokter, bukan asumsi pribadinya saja.

Bagi orang yang sakit, tapi ada harapan sembuh, tidak ada keharusan membayar fidyah, tetapi wajib melakukan qada puasa di luar Ramadhan.

6. Batal puasa karena lupa berniat di malam harinya

Ibadah puasa Ramadan mewajibkan niat di malam harinya. Seorang muslim yang lupa berniat di malam harinya, maka tidak sah puasanya, sebagaimana pendapat ulama dari tiga mazhab, yaitu mazhab Syafi'i, Hanbali, dan Maliki.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya,” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Karena itulah, jika seorang muslim tidak berpuasa karena lupa niat pada malam harinya maka ia wajib melakukan qada puasa di luar Ramadan.

7. Sengaja tidak puasa

Orang yang sengaja tidak berpuasa memperoleh dosa besar. Puasa jadi ibadah wajib yang haram ditinggalkan, terutama bagi yang tanpa uzur atau halangan.

Apabila sudah terlanjur meninggalkan ibadah puasa dengan sengaja maka seorang muslim wajib menggantinya dengan melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan.

Tata Cara Membayar Fidyah Puasa

Sesuai penjelasan di atas, ibu hamil atau menyusui, lansia renta, dan orang yang sakit permanen boleh membatalkan puasanya.

Sebagai gantinya, mereka harus membayar fidyah pada bulan Ramadan. Besaran fidyah yang harus ditunaikan adalah sebanyak 1 mud makanan pokok.

Jika dikonversikan, satu mud adalah sebanyak 675 gram atau 6.75 ons. Jika dibulatkan, besaran fidyah ialah sebanyak 7 ons beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.

Pembayaran fidyah, menurut Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, dapat ditunaikan dengan memberikan makanan pokok setara 1 mud kepada satu orang miskin per hari di bulan Ramadan.

Alternatif lainnya, pembayaran fidyah dilakukan dengan menjamu menggunakan makanan siap saji kepada beberapa orang miskin sejumlah hari puasa Ramadan yang ditinggalkan.

Masih menurut pendapat Dewan Tarjih Muhammadiyah, selain dibayarkan dalam bentuk makanan pokok, fidyah juga bisa ditunaikan dengan bentuk uang. Jika membayar fidyah dengan uang maka nilainya harus setara dengan harga sebanyak 6,75 ons beras (satu mud).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2021 atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom