tirto.id - Pada bulan suci Ramadan, terdapat beberapa golongan orang yang tidak mampu berpuasa, seperti orang lansia renta, orang yang sakit parah, ataupun perempuan hamil dan menyusui.
Mereka yang tidak mampu berpuasa ini diwajibkan membayar fidyah sebagai ganti puasa tersebut.
Dalam bahasa Arab, fidyah artinya tebusan. Sebenarnya, terdapat beberapa jenis fidyah, namun di sini hanya akan membahas mengenai fidyah puasa.
Dilansir dari NU Online, fidyah puasa adalah denda yang harus ditunaikan karena sudah meninggalkan ibadah puasa Ramadan.
Batasan tidak mampu mengerjakan puasa adalah timbul kepayahan (masyaqqah) ketika puasa dilakukan.
Bagi yang sakit, lazimnya sudah dalam tingkat yang parah. Bahkan, ada yang menyatakan sudah tidak ada harapan sembuh lagi.
Sementara itu, bagi yang sakit, namun ia memiliki harapan sembuh, maka dibolehkan tidak membayar fidyah. Namun, ia harus mengganti puasa Ramadan itu (qada puasa) ketika pulih dari sakitnya.
Golongan Orang yang Membayar Fidyah
Berikut beberapa golongan orang yang boleh membayar fidyah dan tidak dikenai qada puasa Ramadan:
1. Orang lansia renta
Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan. Bagi lansia yang sudah tidak mampu berpuasa, maka ia tidak dikenai kewajiban tersebut, melainkan dapat menggantinya dengan fidyah puasa. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“ ... dan wajib bagi orang-orang yang tidak mampu menjalankannya [puasa], maka mereka membayar fidyah, [yaitu]: memberi makan seorang miskin," (QS. Al-Baqarah [2]: 184).
Maksud dari ungkapan "orang-orang yang tidak mampu menjalankan puasa" adalah orang tua dan orang yang sakit. Maka, kewajiban puasa diangkat dari mereka dan diharuskan membayar fidyah.
2. Orang sakit parah
Sebagaimana disebutkan di atas, orang yang sakit parah tidak diwajibkan puasa, dengan syarat bahwa ia tidak mampu mengqada puasa tersebut. Sebagai gantinya, ia harus membayar fidyah.
Sementara itu, bagi yang sakit, namun berdasarkan catatan dokter bahwa ia akan pulih, maka ia tidak wajib menunaikan fidyah dan mengqada puasanya ketika ia sembuh dari sakitnya itu.
3. Perempuan hamil dan menyusui
Pada kategori ini, terdapat kelonggaran. Pertama, jika perempuan hamil dan menyusui itu merasa bahwa usai Ramadan bisa mengqada puasanya, maka tidak diwajibkan fidyah dan ia harus mengganti puasanya usai Ramadan.
Kedua, jika ia khawatir pada keselamatan anak atau janinnya, maka dibolehkan membayar fidyah dan tidak berpuasa Ramadan.
Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: “Wanita menyusui dan wanita hamil, jika takut terhadap keselamatan anak-anaknya, maka keduanya berbuka dan tidak berpuasa,” (H.R. Abu Daud).
4. Orang yang mengakhirkan qada Ramadan
Orang yang menunda-nunda qada puasa hingga memasuki Ramadan berikutnya, maka ia dikenai kewajiban membayar fidyah sebagai denda atas kelalaiannya itu.
Bahkan, Imam Jalaluddin Al-Mahalli, ulama dari mazhab Syafi'i menyatakan bahwa orang yang lalai dan mengakhirkan qada Ramadan sehingga tidak sempat mengganti puasanya, maka fidyahnya dua kali lipat, yaitu dua mud per harinya.
Berapa Banyak Ukuran Fidyah yang Dibayarkan?
Ukuran fidyah yang harus ditunaikan adalah satu mud berdasarkan makanan pokok untuk setiap hari puasa yang tidak dikerjakan. Secara rincinya, ukuran satu mud dalam gram adalah 675 gram atau 6,75 ons
Dalam buku Kupas Tuntas Fidyah (2018) yang ditulis Luki Nugroho, dijelaskan bahwa makanan pokok orang Indonesia adalah beras. Karena itu, kadar fidyah yang harus dibayarkan sebanyak 6,75 ons beras setiap harinya.
Cara dan Niat Membayar Fidyah
Pembayaran fidyah sebaiknya dilakukan usai subuh untuk setiap hari puasa, boleh juga usai terbenamnya matahari di malam harinya. Selain itu, para ulama juga membolehkan fidyah ditunaikan di hari setelahnya.
Berikut bacaan niat fidyah:
1. Niat fidyah untuk lansia renta
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata liifthari shaumi ramadhana fardhan lillahi ta'ala"
Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadan, fardu karena Allah SWT.”
2. Niat fidyah untuk ibu hamil dan menyusui
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata an ifthari shaumi ramadhana lilkhaufi ala waladii fadrhan lillahi ta'ala."
Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadan karena khawatir keselamatan anaku, fardu karena Allah SWT.”
3. Niat fidyah untuk yang terlambat mengqada puasanya
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata an takhiri qadhai shaumi ramadhana fardhan lillahi ta'ala"
Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqada puasa Ramadan, fardu karena Allah SWT”.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno