tirto.id - Bagaimana cara membayar fidyah ibu menyusui yang tidak bisa mengerjakan puasa Ramadhan 2023? Apakah fidyah ibu menyusui harus dibayarkan dengan beras, ataukah boleh digantikan dengan uang? Bagaimana bacaan niat membayar fidyah ibu menyusui?
Ibu menyusui termasuk dalam orang rentan yang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan dengan beberapa ketentuan. Seperti ibu hamil, ibu menyusui mendapatkan keringanan (rukhsah) dari Allah, mengingat ia dianggap tidak mempunyai kekuatan lahir dan batin untuk berpuasa.
Keadaan ibu menyusui berbeda antara satu dan yang lainnya. Dalam Mazhab Syafi'i, ibu menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan dapat dipisahkan karena alasannya.
Yang pertama, ibu menyusui yang tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya sendiri. Ibu yang demikian diperbolehkan tidak puasa dan membayar qadha pada hari lain di luar bulan puasa.
Yang kedua, jika ibu menyusui meninggalkan puasa karena khawatir mengganggu tumbuh kembang sang anak. Untuk ibu menyusui yang punya kekhawatiran demikian, mereka wajib mengqadha, ditambah membayar fidyah mengikuti jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Ulama-ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa wanita menyusui, juga wanita hamil, dapat diqiyaskan dengan orang tua lanjut usia yang tidak kuat berpuasa dengan posisi "sama-sama lemah".
Ini merujuk pada frasa alladzina yuthiiquunahu (orang-orang yang merasa berat untuk berpuasa) dalam Surah Al-Baqarah 184, "Dan atas orang-orang yang merasa berat untuk mengerjakan puasa, wajib ia membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin."
Cara Membayar Fidyah Ibu Menyusui
Ibu menyusui yang khawatir akan kesehatan dirinya dan sang bayi, tidak hanya wajib qadha, tetapi juga membayar fidyah untuk menggantikan jumlah hari puasa Ramadan yang ditinggalkannya.
Pembayarannya menyesuaikan kemampuan sang ibu tersebut. Fidyah dapat dibayar sekaligus atau berangsur beberapa kali bahkan setelah lewat masa Ramadan. Pilihan terbaik untuk mengerjakan fidyah yaitu sesegera mungkin.
Besaran fidyah adalah satu mud atau setengah sha' dari makanan pokok yang secara umum dikonsumsi masyarakat setempat. Hal ini berdasarkan riwayat Nafi' yang mengatakan jika Ibnu Umar ra. pernah ditanya mengenai wanita hamil yang mengkhawatirkan keadaan anaknya apabila berpuasa.
Ibnu Umar mengatakan, "Dia boleh berbuka dan memberi makan orang miskin dengan satu mud gandum halus sebanyak hari yang dia tinggalkan." (H.R. Baihaqi)
Kata "gandum" tersebut dimaknai dengan makanan pokok yang terdapat di daerah setempat. Untuk wilayah lain, jenis makanan pokok menyesuaikan.
Besaran satu mud diperkirakan sekitar 675 gram atau 0,67 kg. Dengan demikian, yang perlu dibayarkan adalah satu mud dikalikan jumlah hari sang ibu menyusui tidak dapat berpuasa.
Terkait pembayaran, apakah dengan uang atau dengan barang, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Dalam "Bolehkah Membayar Fidyah Puasa dengan Uang?" oleh M. Mubasysyarum Bih (NU Online), diterangkan bahwa dalam mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, tidak diperbolehkan menunaikan fidyah dalam bentuk uang. Artinya, dalam ketiga mazhab ini, fidyah mesti ditunaikan dalam bentuk makanan pokok daerah setempat.
Sementara itu ulama mazhab Hanafi membolehkan fidyah dibayarkan dalam bentuk uang. Mereka berpendapat konteks fidyah ini adalah demi memenuhi kebutuhan fakir miskin. Oleh karenanya, tujuan itu bisa dicapai dengan membayar nilai nominal harta yang setara dengan nilai makanan. Dalam konteks fidyah ini, menurut mazhab Hanafi, uang yang diberikan setara dengan makanan 1 mud (0,675 kg).
Bacaan Niat Fidyah Ibu Menyusui
Niat menjadi landasan awal untuk memulai ibadah, termasuk dalam membayar fidyah. Niat ini dapat hanya di dalam hati saja tanpa perlu dilafalkan.
Kendati demikian, jika merasa perlu untuk mengucapkan niat tersebut, lafal berikut dapat digunakan:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ على فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anakku, fardlu karena Allah.”
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fitra Firdaus