tirto.id - “Mau bikin holding-holding (BUMN), [tapi] yang sekarang saja tidak dikelola dengan baik. Kami sangat risau. BUMN kita, kebanggaan kita, yang seharusnya national champion, world champion, sekarang moril jatuh. Tidak tahu masa depannya bagaimana.”
Pernyataan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat menanggapi langkah capres nomor urut 1 Jokowi yang banyak membentuk holding BUMN dalam debat pilpres 2019 ke-5 di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat.
Dalam debat terakhir itu, Jokowi malah menegaskan akan terus membentuk holding-holding BUMN sesuai sektornya. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga berencana membentuk super holding yang membawahi holding-holding yang sudah ada.
"Saya kira ke depan kita akan membangun holding-holding BUMN, baik yang berkaitan dengan konstruksi, holding migas, holding berkaitan pertanian dan perkebunan, perdagangan. Akan ada holding-holding dan di atasnya super holding," kata Jokowi.
Namun, mantan komandan jenderal Kopassus ini sangat risau soal keberadaan holding-holding BUMN. Prabowo mengistilahkan BUMN adalah benteng terakhir ekonomi Indonesia, tapi kondisinya banyak yang sedang bermasalah di tengah pembentukan holding.
Ia mengambil contoh kondisi Garuda Indonesia yang sedang bermasalah secara keuangan. "...Garuda-nya kita, lahir dalam perjuangan kita, kok kita biarkan morat-marit seperti sekarang,” tutur Prabowo.
Kinerja Garuda memang dalam beberapa tahun terakhir merugi, tapi pada 2018 sempat mengalami untung tipis. Saat ini pemerintah memang sedang menggodok pembentukan holding penerbangan.
Holding Era Habibie hingga Jokowi
Konsep membentuk induk usaha atau holding BUMN pada setiap industri bukan hal yang baru. Konsep itu pertama kali muncul ketika Kementerian BUMN dipimpin Tanri Abeng pada 1998, saat era Presiden BJ Habibie. Bahkan, wacana super holding juga sudah ada kala itu.
Dalam buku suntingan Riant Nugroho dan Ricky Siahaan berjudul “BUMN Indonesia: Isu, Kebijakan, dan Strategi” (2005) konsep Tanri Abeng kala itu ingin membangun super holding BUMN dengan presiden sebagai chairman, dan di bawahnya terdapat holding-holding BUMN.
Tanri optimistis bisa menjadikan BUMN sebagai perusahaan dunia melalui konsep holding dan super holding. Targetnya, BUMN bisa masuk dalam jajaran Fortune Global 500, sebuah daftar peringkat perusahaan di dunia yang disusun majalah Fortune berdasarkan pendapatan bruto.
PT Pertamina (Persero) sempat masuk dalam daftar Fortune Global 500 di peringkat ke-253 dengan pendapatan bruto sebesar US$43 miliar. PT PLN (Persero) sempat masuk dalam daftar itu pada 2016, namun setelah itu tidak lagi.
Gagasan Tanri semakin kuat manakala enam konsultan terbesar kala itu seperti Mackinsey, Pricewaterhouse & Cooper, Ernst & Young dan lainnya berhasil menyusun bluebook bagi restrukturisasi BUMN—per sektor secara rinci.
Sayang, konsep restrukturisasi BUMN menuju pembentukan holding jalan di tempat. Pada era Presiden SBY upaya membentuk holding BUMN juga sudah dibahas, SBY sudah menyetujui pembentukan holding BUMN perkebunan dan kehutanan pada 2014. Namun, saat era Jokowi menjabat sebagai presiden, upaya pembentukan holding BUMN mulai gencar.
Sebelum era Jokowi, terdapat empat holding BUMN yang sudah berdiri, yakni BUMN Pupuk dengan PT Pupuk Indonesia sebagai induk usaha, BUMN Semen dengan PT Semen Indonesia, BUMN Kehutanan dengan Perum Perhutani dan BUMN Perkebunan yang dipimpin oleh PT Perkebunan Nusantara III.
Pada masa Jokowi, dibentuk holding BUMN pertambangan dan holding BUMN minyak dan gas (Migas). Rencananya sedang disiapkan holding BUMN lain yaitu perumahan, pertahanan, infrastruktur, asuransi, farmasi, pelabuhan. Artinya pembentukan holding BUMN sudah lintas pemerintahan.
Apa tujuan di balik holding?
Dalam debat kelima Pilpres 2019, Jokowi menyebutkan beberapa alasan dibentuknya holding dan super holding BUMN, di antaranya untuk menjadi pionir dalam membuka pasar ke luar negeri, termasuk mempermudah mencari modal.
“Jadi BUMN ke depan harus berani keluar dari kandang. Setelah itu, nanti swasta bisa masuk dan mengikuti mereka. Inilah yang namanya Indonesia Incorporation. Ekonomi kita akan menjadi besar apabila ini dilakukan,” jelas Jokowi.
Bila melihat alasannya, Jokowi nampak ingin holding BUMN di Indonesia bisa seperti holding di negara tetangga, yakni Temasek Holdings. Perusahaan holding milik Singapura ini memang agresif mencari cuan di luar negeri, terutama di Indonesia.
Temasek yang dipimpin oleh Ho Ching ini adalah perusahaan investasi atau sovereign wealth fund (SWF) terbesar ke-8 di dunia. Nilai asetnya sudah menembus 308 miliar dolar Singapura per 31 Maret 2018.
Investasi yang ditanam paling banyak di sektor jasa keuangan yakni 26 persen. Disusul di bidang media, telekomunikasi dan teknologi sebesar 21 persen; barang konsumsi dan real estate 16 persen; dan transportasi dan industri 16 persen.
Selain membuka pasar di luar negeri, pembentukan holding BUMN juga diyakini bisa memperbaiki kinerja BUMN. Hingga akhir 2017, masih ada BUMN yang membukukan rugi usaha, jumlahnya sebanyak 14 BUMN dari total 115 BUMN.
“Dengan holdingisasi ini, kami meyakini efisiensi bisa terjadi, penguatan di keuangan juga akan lebih baik, dan bisa memotong berbagai macam duplikasi yang sekarang ada,” katanya dikutip dari Antara.
Apakah holding efektif?
Dalam sebuah riset yang dilakukan Kementerian Keuangan dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), pembentukan holding BUMN malah membuat profitabilitas turun dalam jangka pendek.
Riset ini menganalisa empat holding BUMN yang sudah ada—Semen Indonesia, Pupuk Indonesia, Perum Perhutani, dan PTPN III—ketika sebelum dan sesudah pembentukan holding, atau dari 2007 sampai dengan 2016. Tujuannya menganalisa dampak jangka pendek holding BUMN, sedangkan untuk jangka panjang masih perlu studi lebih lanjut.
“Penurunan profitabilitas kemungkinan disebabkan oleh kenyataan pada beberapa anak usaha BUMN yang masuk ke dalam holding sedang mengalami kerugian, misalnya di perkebunan” jelas laporan tersebut.
Namun, dibentuknya holding juga memiliki pengaruh positif bagi kinerja keuangan BUMN, karena membuat nilai ekuitas atau modal bisa meningkat. Sehingga, risiko gagal bayar utang jangka pendek juga turun.
Pembentukan holding BUMN memang ada sisi plus minusnya, secara jangka pendek maupun jangka panjang. Namun, yang paling terpenting holding BUMN dibentuk agar BUMN bisa efisien dan, berdaya saing, tapi jangan dipakai sebagai cara penyelamatan BUMN-BUMN "sakit" atau yang sedang morat-marit sehingga bisa kontraproduktif.
===========
Catatan: naskah ini telah mengalami perubahan judul dari sebelumnya "Holding BUMN, Jualan Jokowi yang Jadi Sasaran Tembak Prabowo" Senin (15/4) pukul 10.20.
Editor: Suhendra