tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hak cipta atas himne dan mars dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Lirik dalam gita puja tersebut ditulis istri Ketua KPK Firli Bahuri, Ardina Safitri.
Dalam acara penyerahan hak cipta yang berlangsung di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Menkumham Yasonna Laoly berharap mars dan himne ini mampu merekatkan seluruh pegawai KPK dan berdampak pada upaya pemberantasan korupsi.
“Menumbuhkan semangat dalam bekerja dan berkarya untuk Indonesia melalui pemberantasan korupsi,” ujar Yasonna, Kamis (17/2/2022).
Firli Bahuri juga berharap hal sama; mampu meningkatkan kebanggan pegawai KPK untuk melayani bangsa dengan penuh semangat dan kecintaan terhadap ibu pertiwi.
“Lirik dalam lagu ini diharapkan bisa menjadi inspirasi seluruh insan KPK dalam bekerja dan menguatkan kecintaan kita pada bangsa Indonesia,” ujar Firli.
Sebagai pencipta, Ardina menilai pengharapan Yasonna dan Firli sejalan dengan semangat lirik yang ia tulis. Ia berharap pesan dalam lirik mampu terwujud, sehingga Indonesia menjadi jaya dan bebas dari korupsi.
“Kebanggaan bagi seorang warga negara adalah bisa turut berbakti dan berkontribusi. Sekecil apa pun, sesederhana apa pun, demi ikut memajukan dan menyejahterakan bangsanya. Salah satunya melalui pemberantasan korupsi,” ujar Ardina.
Berikut lirik Mars KPK:
Kami hadir emban amanat rakyat. Bertanggung jawab komitmen yang kuat. Untuk menjaga citra dan martabat. Menuju bangsa adil berdaulat. Tumbuh kesadaran dalam bekerja. Insa komisi bertugas dengan ikhlas. Bakti kami untuk Indonesia. KPK bergerak. Melangkah dengan cinta bangsa. Satu harapan, satu tujuan. Untuk Indonesia berwibawa. Untuk Indonesia jaya. Takkan menyerah untuk berbakti. Kobarkan semangat mengukit prestasi. Untuk Indonesia bebas dari Korupsi. KPK mengabdi untuk negeri.
Dan, ini lirik Himne KPK:
Meraih asa. Dengan segenap jiwa raga. Jalankan Amanah, demi negara yang jaya. Pancasila. Undang-undang Dasar 45. Sebagai pedoman kita untuk melangkah bersama. Dengan hati Nurani. Yang tulus dan ikhlas. Untuk bangsa Indonesia. Tegakkan keadilan.
Sekadar Gimik
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman menilai, pembuatan himne dan mars hanyalah gimik. Hal tersebut tak akan berdampak pada peningkatan pemberantasan korupsi.
“Ini gimik dari ketua KPK yang tidak banyak berkontribusi dalam pemberantasan korupsi,” ujar Zaenur kepada reporter Tirto, Kamis (17/2/2022).
Menyitir data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Transparency International tahun 2021, IPK Indonesia naik 1 poin menjadi 38 dari skala 0-100. Hal ini membuat Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara, sebelumnya Indonesia menempati peringkat 102.
Berdasarkan IPK tersebut, Indonesia menempati peringkat kelima di level Asia Tenggara. Berada di bawah Vietnam dengan poin 39, Timor Leste 41, Malaysia 48, dan Singapura 85.
Meskipun peringkat saat ini belum setinggi tahun 2019; Indonesia menempati peringkat 40.
Ketua IM 57+ Institute, Praswad Nugroho menyayangkan sikap Ketua KPK Firli Bahuri memilih karya sang istri untuk himne dan mars lembaganya. Firli menjadikan KPK seolah milik pribadi, kata dia.
“KPK bukan perusahaan keluarga dan pemberantasan korupsi tidak perlu himne. Sangat ironis sekali,” ujar Praswad saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (17/2/2022).
Terlebih lagi kehadiran mars dan himne tidak akan berdampak apa pun pada pemberantasan korupsi dan membawa kemanfaatan untuk masyarakat, kata Praswad.
Ia berharap KPK bekerja optimal dalam pemberantasan korupsi dan membuka telinga terhadap penderitaan masyarakat; mereka yang menjadi korban korupsi bantuan sosial, mahasiswa yang menjadi korban dalam Aksi Reformasi Dikorupsi 2019, warga Desa Wadas, para buruh korban PHK akibat krisis pandemi, dan buruh yang terkendala Permenaker 2/2022.
“Himne pemberantasan korupsi yang sejati ada di dalam jerit tangis derita rakyat,” kata dia.
Sementara Zaenur justru mempertanyakan proses penunjukan karya istri Firli sebagai lirik himne dan mars KPK. Pada dasarnya, KPK berhak memiliki himne dan mars. Persoalan bermula, ketika istri Firli Bahuri terlibat dan karyanya menjadi identitas bagi KPK.
Sebab hal tersebut berpotensi menciptakan konflik kepentingan. Ia khawatir KPK sedang memperlihatkan ketidakadilan kepada masyarakat.
“Pembuatan himne ini seakan-akan ada upaya mempersonalisasikan KPK, menjadi dominan. Seakan-akan KPK adalah Firli Bahuri dan keluarganya. Ini bukan contoh yang bagus,” ujar Zaenur.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz