tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan harga beras di tingkat penggilingan, grosir dan eceran pada Juli 2025. Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini memperinci, harga beras di tingkat penggilingan tercatat naik sebesar 2,71 persen secara bulanan (month to month/mtm) dari di posisi Juni senilai Rp12.994 per kilogram (kg) menjadi Rp13.346 per kg.
Secara tahunan (year on year/yoy), harga beras di tingkat penggilingan mengalami kenaikan sebesar 4,14 persen. “Dan jika kita pilah menurut kualitas beras di penggilingan, maka beras premium naik 1,93 persen secara month to month dan naik 2,14 persen secara year on year. Sedangkan beras medium naik 3,07 persen secara month to month dan naik 5,96 persen secara year on year,” ujar Pudji, dalam konferensi pers, di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat (1/8/2025).
Sementara itu, harga beras di tingkat grosir mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp13.979 per kg, menjadi Rp14.202 per kg di Juli 2025. Kenaikan beras ini, lantas membuat Inflasi beras di tingkat eceran naik 1,59 persen secara bulanan dan melonjak hingga 5,12 persen secara tahunan.
Pada saat yang sama, harga beras di tingkat eceran juga dilaporkan naik menjadi Rp15.276 per kg, dari sebelumnya Rp15.072 per kg. “Di tingkat eceran, terjadi Inflasi sebesar 1,35 persen secara month to month dan terjadi Inflasi sebesar 3,81 persen secara year on year,” tambah Pudji.
Kenaikan harga beras ini diketahui terjadi saat produksi pada Juni 2025 mengalami peningkatan, mencapai 0,79 juta hektare atau naik 8,73 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 0,72 juta hektare.
Dus, luas panen padi secara kumulatif pada Januari-Juni 2025 mencapai 6,26 juta hektare, naik 12,71 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
“Potensi panen padi pada 3 bulan setelahnya, yaitu Juli-September 2025 diperkirakan akan mencapai 3,07 juta hektare atau meningkat sebesar 11,33 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2024,” paparnya.
Namun demikian, angka ini masih dapat berubah sesuai kondisi pertanaman padi, hasil amatan lapangan pada Juli-September 2025 nanti, karena bisa jadi terjadi serangan hama atau organisme pengganggu tanaman atau OPT.
"Kemudian, bisa juga terjadi kejadian banjir, kekeringan, dan juga waktu pelaksanaan panen oleh petani,” tutup Pudji.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































