Menuju konten utama

Harapan Besar dari Pembangunan Toko Buku Raksasa di Iran

Selama ini, dunia perbukuan Iran terhadang kebijakan sensor.

Harapan Besar dari Pembangunan Toko Buku Raksasa di Iran
Tehran Book Garden dalam pembangunan di kota Teheran, Iran. FOTO/Kayson Inc

tirto.id - Di Teheran, Iran, kata Ali Karimi seorang penulis perjalanan, jika Anda pecinta buku, Anda harus mampir ke Shahr-e Ketab, atau Kota Buku. Di tempat ini ada jaringan toko buku yang menghadirkan berbagai judul buku penting dalam khazanah sastra Persia. Di Hafez Street, Anda bisa mendapati yang menjajakan Hafez dan Rumi, dua penyair kebanggaan Persia.

Jika Anda ingin membaca karya sastrawan kontemporer Iran, Anda perlu mendatangi toko buku Nashar-e Cheshmeh yang terletak di dekat jembatan Karim Khan, beberapa menit dari stasiun Shahid Nejatolahi. Toko ini menghadirkan karya sastrawan Persia modern seperti Sohrab Sepehri, Mehdi Akhavan Sales, Sadeq Hedayat, dan Forugh Farrokhzad.

Iran bisa disebut sebagai kelanjutan Persia, yang punya tradisi intelektual panjang dan agung. Namun, ternyata ada bagian dari Iran yang merasa buku sebagai kemewahan di negaranya. Salah satunya adalah Miryam Mirzakhani, matematikawan asal Iran peraih Fields Medal di bidang matematika pada 2014.

"Sekolah kami sangat dekat dengan jalan yang penuh buku di Teheran. Saya ingat bagaimana rasanya berjalan di antara padatnya jalan, dan masuk ke toko buku, sangat mengasyikkan bagi kami. Kami tak bisa membaca buku dengan cepat seperti yang dilakukan di sini [Amerika], jadi kami membeli banyak buku secara acak," katanya.

Baca juga:Maryam Mirzakhani, Jenius Iran yang Terasingkan

Di Iran, hanya ada 1.500 toko buku untuk 80 juta populasi, yang tercatat masih beroperasi. Holly Dagres, kurator pada The Iranist, menyebut turunnya minat membaca buku fisik terjadi karena sensor. Tema-tema yang dianggap bertentangan dengan nilai Islam dilarang.

Baca juga:Ali Syariati di Pusaran Revolusi Islam Iran

Proses penerbitan buku membutuhkan waktu yang panjang dan rumit. Sebuah buku yang akan diterbitkan harus didaftarkan ke kementerian kebudayaan dan panduan Islam untuk dibaca dan dikaji kelayakannya. Di kementerian itu ada lembaga yang fokus melakukan sensor dan memastikan teks buku yang ada mengikuti aturan di negara itu.

Kerja sensor ini disebut sebagai momayezi, penghalusan dari kata "mengevaluasi." Dalam terjemahan Harry Potter, Holly Dagres mencontohkan, lembaga ini menyorot kata seperti ciuman, menari, alkohol, dan sejenisnya. Bagian-bagian itu diubah. Pada kasus lain, lanjut Dagres, "seluruh bab dihilangkan, dan buku tertentu tak lolos untuk diterbitkan."

Baca juga: Pelarangan Buku dan Kematian Para Pemikir

Terpilihnya Hassan Rouhani—yang oleh Dagres disebut sebagai pemimpin pragmatis—pada 2013 menjadikan industri buku di negara itu sedikit membaik. Beberapa perubahan dan pencabutan sensor dalam bidang film, teater, dan sastra dilakukan.

Pelarangan buku, misalnya terhadap karya Ernest Hemingway To Have and Have Not (1937), Marguerite Duras berjudul The Lorry (1977), José Saramago berjudul Blindness (1995), dan Tracy Chevalier berjudul Girl With a Pearl Earring (1999), telah dicabut. Kini warga Iran bisa membaca karya-karya itu. Namun, langkah itu dianggap belum cukup.

Terbatasnya toko buku, judul buku yang diproduksi, dan akses terhadap ragam bacaan, membuat Iran sedikit tertinggal dalam hal produksi buku.

Baca juga: Mengunjungi Toko Buku Indie di Berbagai Belahan Dunia

Maka, muncullah gagasan untuk membuat toko buku terbesar di negara itu pada acara tahunan Tehran International Book Fair pada 2004. Acara tahunan yang dihadiri 500.000 orang per hari itu membuat banyak pecinta buku di negara itu kembali bergairah. Toko buku ini tidak hanya menjual buku, tapi juga etalase bagi berbagai capaian penting pengetahuan dan sejarah Iran. Di dalam toko buku ini akan ada museum, tempat bermain anak, kafe, dan juga ruang eksibisi untuk pameran.

Sebelumnya, Guinness World Record mencatat Barnes & Noble Bookstore yang terletak di Fifth Avenue, New York City sebagai toko buku terbesar di dunia. Namun setelah toko buku ini tutup karena tak mampu membiayai operasionalnya, belum ada toko buku di dunia yang luasnya setara.

Kehadiran toko buku Iran yang dinamai Tehran Book Garden ini mengambil alih gelar tersebut. Luas Tehran Book Garden mencapai 110.000 meter persegi di Abbasad Complex, di kota Teheran, Iran. Tidak jauh dari kompleks ini, ada taman Behest Madaran yang bisa diakses dengan kendaraan umum.

Infografik Toko Buku terbesar di iran

Toko buku ini buka dari jam 10 pagi hingga 10 malam, dan jika Anda takut tersesat atau tak paham areal museum, toko buku, atau taman bermain, ada sukarelawan yang bisa menjadi pemandu. Walikota Teheran, Mohammad Baqer Qalibaf, menyebut dibukanya toko buku ini sebagai acara kebudayaan penting.

"Di sini anak-anak bisa memanfaatkan toko ini sebagai kesempatan kebudayaan dan akademik,” katanya. Mengapa anak-anak? Tehran Book Garden menyediakan ruang bermain dan perpustakaan anak yang menyediakan 400.000 judul buku khusus untuk mereka.

Baca juga: Masyarakat Masih Memilih Buku Fisik daripada e-Book

Tidak hanya menyediakan ratusan ribu judul buku anak, lantai dua dari gedung toko buku ini didedikasikan untuk anak-anak. Jika Anda berlibur bersama keluarga, Anda bisa meninggalkan anak Anda di sini untuk bermain, ada staf yang menjaga saat Anda berkeliling membeli buku. Selain toko buku dan ruang bermain, ada pula miniatur dinosaurus dan berbagai temuan sains serta teknologi Iran yang dipamerkan di museum.

Dengan luas 110.000 meter persegi, Tehran Book Garden juga menjadi rumah untuk museum dan arsip nasional Iran. Bangunan fisik toko buku Tehran Book Garden mencapai 65.000 meter persegi yang di dalamnya termasuk perpustakaan umum, galeri seni, 10 gedung teater, beberapa spot untuk salat, serta ampiteater.

Dibangunnya toko buku ini memunculkan harapan agar sensor buku di Iran akan berkurang.

Indikasi menuju Iran yang lebih terbuka memang semakin kental dengan terpilihnya Hassan Rouhani, pada 2015 pemimpin spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei menghabiskan waktu dengan beberapa penerbit moderat saat ada pameran buku. Selain itu, proses penerbitan buku yang biasanya menghabiskan waktu tahunan kini semakin singkat dan hanya membutuhkan beberapa bulan saja.

Sensor adalah musuh bagi penerbitan buku. Jika Iran hendak membuka toko buku terbesar di dunia, mereka membutuhkan pasokan judul buku yang segar. Kendornya sensor menjadi indikasi bahwa ambisi mereka membuat toko buku besar dengan ragam bacaan yang kaya semakin mungkin terwujud.

Meski demikian, sensor masih ada dan ada kalanya menghambat distribusi bacaan. Untuk mengakses buku terbaru, seorang pembaca di Iran bisa menunggu beberapa tahun. Misalnya untuk bisa membaca buku terbaru Murakami yang terbit pada 2016, mereka mesti menunggu sampai 2018.

Meski kementerian kebudayaan dan panduan Islam mengklaim ada 8.000 judul buku yang terbit di negara itu, tapi sedikit sekali judul buku dari penulis barat yang diterbitkan. Namun, sistem sensor yang menggelikan masih dianggap ketinggalan zaman.

Mohammad Selgi, seperti ditulis World Economic Forum, menyebut bahwa sensor buku berdasar kata anggur, nama animal, hewan peliharaan, dan nama presiden, masih terjadi di Iran. Negeri yang melahirkan filsuf dan penyair.

Baca juga artikel terkait IRAN atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani