Menuju konten utama

Masyarakat Masih Memilih Buku Fisik daripada e-Book

Menurut IKAPI masyarakat lebih memilih buku fisik. Tapi internet menurunkan penjualan buku.

Pengunjung memadati pameran buku di Indonesia Convention Centre (ICE), Serpong, Tangerang, Banten, Kamis (20/4). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Masyarakat pembaca Indonesia lebih memilih buku fisik daripada buku digital atau e-book. Menurut riset yang dilakukan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada 2016 penjualan e-book di Indonesia masih rendah, dengan rata-rata yang diunduh merupakan e-book gratis.

“Kalau harus membeli [buku], masyarakat masih memilih buku fisik," kata Wakil Ketua Bidang Humas, Riset dan Informasi IKAPI Pusat Indra Laksana, Rabu (26/4/2017).

Menurut Indra tren e-book di dunia sebenarnya juga masih rendah. Ia mencontohkan di Amerika Serikat e-book memang sempat menjadi tren, namun belakangan masyarakat di sana kembali memilih buku fisik.

Penuturan Indra sejalan dengan catatan penjualan e-book di Amerika Serikat. Pada 2013 penjualan e-book di Paman Sam mengalami penurunan sebesar 5 persen sementara penjualan buku cetak bersampul tebal (hardcover) meningkat 11,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun yang sama, Penguin Randomhouse Inggris melaporkan bahwa mereka menjual buku elektronik 1,06 juta kopi lebih sedikit ketimbang selama 2012.

Ibarat bola karet, penjualan buku elektronik di Inggris memantul pada 2014 dan segera turun kembali. Secara kolektif, lima penerbit terbesar Inggris (Penguin Randomhouse, Hachette, Harper Collins, Pan Macmillan, dan Simon and Schuster) mengalami penurunan penjualan sebesar 2,4 persen pada 2015.

Orang kerap berasumsi bahwa generasi milenial lebih menyukai format digital ketimbang fisik. Dalam soal buku, anggapan itu tidak benar. Ingenta (dulu bernama Publishing Technology) merilis hasil survei atas 2 ribu orang berusia 18-34 tahun di Amerika Serikat dan Inggris. Sebesar 71 persen atau sekitar 3 dari 4 orang responden mengaku membaca sedikitnya satu buku cetak dan hanya 37 persen yang mengaku membaca buku elektronik sepanjang 2014.

Kata Indra pula, e-book belum bisa mengganti kebiasaan membaca buku yang berbeda dengan membaca berita di koran. Masyarakat bisa lebih nyaman membaca berita di media digital, tetapi ternyata tidak untuk membaca buku. Lantaran itu, saat memerlukan bacaan yang mendalam dan lengkap, buku fisik masih menjadi pilihan.

"Menurut riset di Amerika Serikat, ternyata ada sensasi membaca buku fisik yang belum bisa digantikan oleh media digital, misalnya sentuhan tangan untuk membalikkan halaman, bau atau aroma buku dan interaksi mata yang berbeda antara buku dan layar," tutur Indra.

Internet Turunkan Penjualan Buku

Sejumlah pelaku industri buku seperti Indra mengakui, kendati e-book kurang diminati masyarakat, penetrasi internet di Indonesia berpengaruh terhadap penurunan penjualan buku. "IKAPI melihat minat baca meningkat, tetapi interaksinya sudah multimedia bukan hanya buku. Ada peningkatan minat baca tetapi berbasis daring," kata dia.

Salah satu penyebabnya, kata Indra, materi-materi yang ada pada buku saat ini lebih mudah ditemukan di internet. Dengan kata kunci di mesin pencari, informasi yang diperlukan sudah terpampang di layar komputer atau perangkat genggam tanpa perlu buku dan membolak-balikkan halamannya.

Karena itu, bila dilihat dari sisi penerbit konvensional, Indra mengatakan volume penerbitan dan jumlah toko buku mengalami penurunan.

"Bahkan toko buku modern seperti Gramedia pun saat ini sudah berubah menjadi toko gaya hidup, bukan sekadar toko buku. Buku hanya mengisi 40 persen ruangan, sementara 60 persen diisi produk-produk lain," tutur Indra seperti dikutip Antara.

Baca juga artikel terkait BUKU atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Marketing
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH