Menuju konten utama

Mengunjungi Toko Buku Indie di Berbagai Belahan Dunia

Beberapa rekomendasi tempat untuk menikmati toko buku unik di berbagai belahan dunia.

Mengunjungi Toko Buku Indie di Berbagai Belahan Dunia
Ilustrasi Toko Buku. Foto/iStock

tirto.id - Di Irak, pasar buku tak pernah ditutup. Toko-toko yang ada membiarkan bukunya ditata di pinggir jalan tanpa penjagaan. Orang Irak percaya bahwa seorang pecinta ilmu dan pembaca buku tak akan mencuri, sementara pencuri tak bisa membaca.

Tradisi membaca di Timur Tengah memang demikian panjang dan dalam hingga memunculkan pepatah yang demikian terkenal: “Saat orang Mesir menulis, orang Lebanon akan menerbitkannya dan orang Irak akan membaca buku itu”.

Tentang toko buku, almarhum Anthony Sadid, wartawan peraih Pulitzer, menulis tentang toko buku di Irak yang hancur karena invasi Amerika. Toko buku di sana adalah kantung kebudayaan tempat setiap karya sastra dibahas dan pemikiran diuji. Bahkan saat Saddam Hussein berkuasa, toko-toko buku di Irak memiliki kemewahan sebagai pusat intelektual. Represi rezim tak mampu membungkam pemikiran yang lahir dari membaca buku.

Toko buku dan para pembacanya memang demikian berbahaya karena mampu membentuk peradaban. Merujuk Encyclopædia Britannica bab Pendidikan, dikisahkan pada masa Kekhalifahan Abbasiah di timur dan Kekhalifahan Córdoba di barat, umat didorong untuk membangun peradaban melalui toko buku, penggandaan buku-buku, dan penyebaran buku melalui perdagangan. Pusat-pusat jual beli dan toko buku saat itu adalah Damaskus, Baghdad dan Córdoba. Tradisi membaca inilah yang menyebabkan Islam menjadi salah satu agama dengan rekam jejak buku dan risalah-risalah kajian yang fantastis.

Lantas bagaimana dengan toko buku di peradaban barat usai kekhalifahan Islam runtuh?

Penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg mengubah lanskap peradaban Eropa. Jika dahulu buku hanya dinikmati oleh kelompok aristokrat dan agamawan, mesin cetak mengubah lanskap itu. Perlahan buku mudah dicetak dan digandakan, buku mulai banyak, toko buku bermunculan, dan orang-orang yang bisa membaca bisa mengakses buku dengan relatif lebih mudah. Pendidikan menyebar dan pencerahan dimulai.

Peradaban modern hari ini yang telah didukung oleh internet dan akses digital semakin memudahkan orang mengakses buku. Tetapi kehadiran buku fisik masih menjadi hal yang penting, berderet di rak dan menimbulkan rasa gemas penasaran saat mencari buku idola. Rasa penasaran itu yang menjadikan pembaca buku rela datang ke toko buku fisik daripada memesan via, misalnya, Amazon. Banyak toko buku legendaris yang usianya mencapai ratusan tahun dan masih bertahan hingga kini, tersebar di berbagai belahan dunia.

Bertrand Bookstore di Lisbon, Portugal, telah buka sejak 1732. Toko buku ini berusia 285 tahun dan pertama kali dibuka oleh Peter Faure, seorang penggiat komunitas seni dan diskusi pada masanya.

Moravian Book Shop di Bethlehem, Pennsylvania, Amerika, juga menjadi salah satu toko buku tertua di dunia yang diperkirakan dibangun pada 1745. Menariknya Moravian memiliki sejarah sebagai tempat yang berhantu dan setiap tahun diadakan acara mengenang hantu yang menjadi tamu toko buku itu.

Toko buku indie memang memiliki peranan historis yang penting bagi peradaban intelektual di kotanya masing-masing. Mereka menjual buku-buku yang kadang tidak dijual oleh toko buku besar. Mereka menawarkan perspektif yang berbeda, interaksi penjual dan pembeli yang intim, dan lebih dari itu: mereka membangun komunitas pembaca yang ajek. Mereka juga menjadi kantong kebudayaan karena kerap mengadakan acara yang berkaitan dengan seni dan diskusi intelektual.

Mengapa toko buku indie penting?

Editorial dari New Directions menarik untuk disimak. Buku-buku dari penerbit independen bergantung dari penjualan untuk bisa bertahan, sementara buku mereka nyaris mustahil bersaing dengan penerbit mayor di toko buku besar. Dan toko buku indie mengisi eksisitensi penebit indie. Mereka memberi ruang bacaan alternatif saat toko buku besar dikooptasi oleh penulis arus utama dan selera pasar yang buruk.

Toko Buku Independen

Redaksi Tirto menyusun beberapa rekomendasi toko buku indie dunia.

Powell’s City of Books (Oregon)

Terletak di Portland, Oregon, Amerika Serikat. Toko buku ini merupakan toko buku bekas terbesar yang ada di Portland. Powell’s bahkan menyediakan peta untuk para pelanggannya. Ini penting mengingat untuk menjelajahi seluruh jaringan toko buku Powell’s bisa menjadi pekerjaan rumit. Dengan adanya panduan peta, kita bisa mencari buku yang kita mau sembari mejeng-mejeng intelektuil.

Acqua Alta (Venesia)

Jika Anda ingin menilik toko buku dengan dekorasi visual yang unik maka Acqua Alta di Venesia, Italia, bisa jadi pilihan. Toko buku ini menghadirkan kapal, gondola, dan kano sebagai rak buku. Buku-buku baru, lama, dan bekas dibagi dalam tiap kapal yang partikular. Sehingga memudahkan pembaca dan pembeli buku untuk mencari buku yang mereka inginkan. Toko buku ini menghadirkan buku klasik, buku baru, hingga buku-buku unik, seperti ensiklopedia kapal dan kanal-kanal di venesia.

BooksActually (Singapura)

Jika Italia dan Amerika dianggap terlalu jauh, maka Singapura memiliki beberapa rekomendasi toko buku indie penting yang bisa dikunjungi. Salah satu di antaranya adalah BooksActually yang terletak di Tiong Bahru. Toko buku ini terkenal di kancah sastra Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia. Tidak hanya menjual buku-buku, secara reguler mereka menerbitkan buku hasil kolaborasi dengan penulis lokal dan seniman Singapura merespon berbagai isu yang dekat, seperti kota dan bandara.

Toko buku lain di Singapura yang penting adalah Woods In The Books. Toko buku ini akan menghidupkan jiwa anak-anak dengan berbagai presentasi visual dan ilustrasi khas buku anak-anak. Toko buku ini tentu tidak hanya menjual buku anak. Beberapa buku yang dijual oleh Woods In The Books merupakan buku cerita yang ditulis oleh penulis setempat seperti Seri Sherlock Sam dan Bobo Cha Cha.

Post (Jakarta)

Apakah di Indonesia ada toko buku indie? Tentu saja. Di Jakarta, bertempat di Pasar Santa, ada toko buku Post yang dikurasi duo Maesy Angelina dan I Gusti Ngurah Wijaya atau biasa disapa Teddy. Post Santa tidak hanya menjual buku, lokasi ini menjadi tempat penting untuk menikmati persinggungan berbagai komunitas. Post Santa kerap mengadakan workshop menulis serta workshop lain seperti membuat komik dan zine. Berbagai buku yang dijual dari beragam penerbit indie lokal maupun luar negeri bisa Anda nikmati di sana.

Baca juga artikel terkait BUKU atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Hobi
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Zen RS