Menuju konten utama

Hanura di Pemilu 2019: Didera Konflik dan Terancam Tak Lolos ke DPR

Hanura diterpa prahara tahun lalu. Mampukah ia mengonsolidasikan kekuatannya di Pemilu 2019?

Hanura di Pemilu 2019: Didera Konflik dan Terancam Tak Lolos ke DPR
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang didampingi Sekjen Partai Hanura yang baru Hari Lotung memberikan keteranga kepada wartawan saat acara Silaturahmi dengan Media 2018 Partai Hanura, Selasa (16/1/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - 23 Januari 2018. Wiranto bicara dengan pelan dan lancar. Mengenakan jaket berwarna oranye, Ketua Dewan Pembina Hanura itu menyampaikan pengumuman terpenting tentang Hanura: ada konflik dalam partainya dan penyelesaian sedang berlangsung.

"Kita kumpul di sini untuk bersama-sama mencoba untuk memahami kita ada masalah dan kita dengan cara hati nurani menyelesaikan masalah itu. Memang betul kalau masalah ini tidak terselesaikan maka sangat akan mengganggu eksistensi partai dan akan mengganggu proses verifikasi, dan itu juga akan mengganggu Pemilu yang akan datang, [yakni] keberadaan partai Hanura," kata Wiranto.

Wiranto memang sulit dilepaskan dari Hanura yang didirikannya pada 2006. Hanura pula yang mengusung Wiranto sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, mendampingi calon presiden (capres) Jusuf Kalla.

Pada 2016, Wiranto menyerahkan jabatan ketua umum yang telah dipegangnya sepuluh tahun kepada Oesman Sapta Odang (OSO), seorang pengusaha yang bergerak dalam bidang tambang, jual beli saham, properti, perikanan, hingga perkebunan sawit.

OSO memang bukan orang baru di dunia politik Indonesia. Dia mendirikan Partai Persatuan Daerah (PPD) pada 2002. Partai itu tak pernah lolos ke DPR.

Laju OSO pun tak mulus kala memegang kendali Hanura. Pada April 2017, OSO diangkat sebagai ketua Dewan Perwakilan Daerah. Ini adalah jabatan ketiga OSO, selain sebagai ketua umum Hanura dan wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Jabatan ganda yang disandang OSO inilah yang dinilai sejumlah pihak mencederai semangat DPD RI sebagai wakil dari daerah. Komitmen OSO dipertanyakan: dia mewakili suara daerah atau suara partai? Meski demikian, OSO tetap memegang jabatan itu hingga sekarang.

Lalu, di awal 2018, konflik internal Hanura, sebagaimana yang dikatakan Wiranto di muka, juga berpusat pada OSO.

Pada 15 Januari 2018, 27 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 418 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Hanura menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan OSO. Mereka juga memecat OSO dari jabatan ketua umum dan mengangkat Wakil Ketua Umum (Waketum) Hanura Daryatmo sebagai pelaksana tugas ketua (plt) ketua umum. OSO dinilai kerap memecat pimpinan Hanura di daerah tanpa dasar, mengubah rekomendasi bakal calon kepala daerah usungan Hanura, serta memungut mahar politik di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Keputusan itu diambil lewat rapat yang digelar di Hotel Ambhara, Jakarta, dan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hanura Syarifudin Sudding.

Pada hari yang sama, kubu OSO juga menggelar rapat di Hotel Manhattan, Jakarta. Rapat ini memutuskan pemecatan Suding dari Hanura. Posisinya sebagai sekjen digantikan Herry Lontung Siregar. Herry adalah paman dari Boby Afif Nasution, menantu Jokowi. Dia menjadi anggota DPR 2009-2014 lewat Hanura. Sebelum jadi Sekjen, Herry menjabat ketua Tim Pilkada Pusat Hanura.

infografik oesman sapta odang hanura

undefined

Konflik yang menjalar

Riak konflik Manhattan versus Ambhara turut menjalar ke daerah. Kubu Ambhara, misalnya, menurunkan foto OSO yang ada di gedung DPD Hanura Banten. Mereka menilai OSO bukan lagi ketua umum. Sedangkan OSO yang merasa masih jadi ketua umum Hanura memecat sejumlah pengurus Hanura yang membelot ke kubu Ambhara, seperti ketua DPD Hanura Maluku Ayu Hindun Hasanusi.

Pertikaian ini akhirnya memengaruhi sikap Hanura di Pilkada 2018. Pada Februari 2018, Hanura kubu Ambhara meneken surat keputusan pengangkatan Soedjatmiko sebagai ketua DPD Hanura Jawa Timur (Jatim), menggantikan Kelana Aprilianto. Soedjatmiko bermaksud mengalihkan dukungan Hanura di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2018 dari Khofifah-Emil ke Saifullah-Puti. Kelana tidak menghiraukan manuver kubu Ambhara itu. Pihaknya tetap mendukung Khofifah-Emil.

Kubu Ambhara juga mengangkat Wisnu Purnomo sebagai ketua DPD Hanura Jawa Barat (Jabar), menggantikan Aceng Fikri. Namun, Aceng Fikri yang memang salah satu pendukung OSO tidak mengakui kepengurusan Wisnu. Di Pilgub Jabar 2018, Hanura kubu Aceng mendukung Ridwan-Uu, sementara kubu Wisnu mendukung Hasanuddin-Anton.

Masih pada Februari 2018, OSO mengganti pimpinan fraksi Hanura di DPR yang dipegang kubu Ambhara. Puncaknya, Hanura kubu Ambhara yang menjabat anggota DPR berbondong-bondong pindah partai.

Dari 16 kader Hanura yang terpilih sebagai anggota DPR di Pemilu 2014, delapan di antaranya pindah partai. Sudding pindah ke PAN, sedangkan tujuh lainnya pindah ke Nasdem.

Dua anggota DPR dari Hanura dipenjara karena terbukti terlibat dalam kasus korupsi (Miryam S. Haryani dan Dewi Yasin Limpo). Satu orang, yakni Saleh Husin, mundur dari Hanura. Satu kader Hanura, Lalu Gede Syamsul, mencalonkan diri sebagai anggota DPD di Pemilu 2019. Empat orang ini tidak lagi menjadi caleg Hanura di Pemilu 2019.

Otomatis, hanya tiga kader Hanura yang terpilih sebagai anggota DPR di Pemilu 2014 dan kini maju sebagai caleg DPR dari Hanura di Pemilu 2019. Mereka antara lain Samsudin Siregar, Djoni Rolindrawan, dan Inas Nasrullah.

Hanura Tetap Optimis

Enam belas kursi kursi DPR yang direbut Hanura di Pemilu 2014 berasal dari 16 daerah pemilihan (dapil). Sebanyak 10 dari 16 dapil tersebut juga merupakan tempat Hanura meloloskan kadernya ke DPR di Pemilu lima tahun sebelumnya. Bisa dibilang, dapil-dapil ini adalah lumbung suara Hanura.

Namun, di 4 dari 10 dapil itu, Hanura tidak lagi mencalonkan kader yang berturut-turut melenggang ke DPR lewat Pemilu 2009 dan 2014. Ada yang pindah partai (Sudding di dapil Sulawesi Tengah). Ada yang mundur (Saleh Husin di dapil Nusa Tenggara Timur II) dan ada yang terjerat kasus hukum (Miryam di dapil Jabar VIII).

Sementara itu, elektabilitas Hanura di Pemilu 2019 begitu kecil. Hasil survei Indikator Politik Indonesia per Maret 2019 menunjukkan elektabilitas Hanura hanya 1,3 persen. Hanura berpotensi tidak lolos ke DPR tahun ini.

Namun, Sekjen Hanura Herry Lontung Siregar optimis partainya lolos ke DPR. Perihal banyak kader Hanura yang pindah partai, Herry mengatakan masalah itu sudah diselesaikan.

"Perolehan kami 2014-2019: jumlah suara kami 6,5 juta sekian. Kalau diasumsikan suara sah [di Pemilu 2019] 180 juta, empat persen dari itu kan cuma 6 juta. Kami punya KTA saja hampir 1,5 juta," kata Herry, Kamis (4/4) pekan lalu.

Meski demikian, peneliti politik dari CSIS Arya Fernandes menilai banyaknya kader yang pindah partai tetap bakal membuat sulit Hanura. Konflik yang belum tuntas dan OSO yang masih sibuk mengurusi pencalonannya sebagai anggota DPD dipandang Arya juga mempersulit Hanura mengonsolidasikan kekuatannya di Pemilu 2019.

"Hanura agak kesulitan untuk tembus angka 4 persen. Pertama, sebagian besar caleg petahana mereka bermigrasi ke beberapa partai, terutama Nasdem. Ada juga caleg yang tidak bisa maju karena tersangkut masala hukum. Hanura kehilangan basis-basis mereka. Caleg petahana punya potensi suara. Mereka memiliki basis pemilih yang jelas. Mereka punya pengalaman dalam memobilisasi pemilih dan merancang strategi meraup suara," kata Arya saat dihubungi Tirto, Rabu (10/4).

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Windu Jusuf