Menuju konten utama

Hakim Menyebut SPK yang Diterbitkan PT Timah Hanya Tameng

Hakim menyebut dalam perkara ini PT Timah diduga membeli timah dari para penambang ilegal, termasuk PT Refined Bangka Tin yang diwakili oleh Harvey Moeis.

Hakim Menyebut SPK yang Diterbitkan PT Timah Hanya Tameng
Direktur Keuangan periode 2016-2020 Emil Ermindra (kedua kanan) dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi (kanan) berbincang dengan tim kuasa bukumnya saat menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan korupsi komoditas timah terkait wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/8/2024). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.

tirto.id - Karyawan BUMN PT Timah Tbk, Ali Samsuri, mengatakan terdapat ratusan penambang ilegal di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah.

Ia menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah dari pihak PT Refined Bangka Tin. Menurutnya, ia tidak memiliki data jumlah timah yang tidak disetorkan kepada PT Timah.

"Kalau yang masyarakat, yang kecil-kecil itu, yang sporadis, dan [yang] jumlahnya besar sampai ratusan, kita tertibin di titik A, hari ini tertib, bubar, besok pagi pindah lagi ke titik B," kata Ali dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).

Para penambang ilegal tersebut, tambah Ali, berasal dari masyarakat di sekitar WIUP PT Timah. Maka itu, kata dia, kerusakan yang ditimbulkan bukan tanggung jawab PT Timah.

Ali mengatakan, dari para penambang ilegal tersebut ada yang menyetorkan timah pada PT Timah atau para smelter yang menjadi mitra PT Timah, juga ada yang dibawa secara ilegal dari wilayah PT Timah.

Ketika ditanyakan oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor, Eko Ariyanto, soal data timah yang tidak masuk pada PT Timah atau mitranya. Ali mengatakan, pihaknya tidak memiliki data tersebut.

"Kalau secara khusus kita tidak punya, kalau di unit tidak ada datanya Yang Mulia," ujar Ali.

Lalu hakim Eko menanyakan soal tidak adanya data tersebut. Dia menyebut, jika hasil timah dari pertambangan ilegal itu bisa didata dan diatasi, maka tidak akan ada perkara korupsi ini.

"Kalau terdata semua nggak masuk ke sini. Perkaranya kan begitu," ujar hakim.

Kemudian, hakim menyebut bahwa Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterbitkan oleh PT Timah yang digunakan untuk mengumpulkan sisa hasil pertambangan dari penambang ilegal hanyalah sebuah tameng.

Sebab, hakim menyebut dalam perkara ini PT Timah diduga membeli timah dari para penambang ilegal, termasuk melalui PT Refined Bangka Tin yang diwakili oleh Harvey Moeis.

Harvey telah didakwa merugikan negara sebesar Rp300 triliun di kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Dia juga didakwa telah mendapatkan keuntungan sebesar Rp420 miliar bersama terdakwa Helena Lim yang merupakan pemilik dari PT Quantum Skyline Exchange.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga artikel terkait KORUPSI TIMAH atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi