tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyebut perbuatan eks Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, dalam kasus gratifikasi dan penggelapan barang bukti kasus investasi robot trading Fahrenheit, telah menciptakan penderitaan berlapis bagi para korban investasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim, Sunoto, saat membacakan pertimbangan putusan yang diberikan kepada Azam, yang divonis 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.
"Menimbang bahwa aspek kedua adalah dampak kerugian yang sangat masif di mana 912 korban paguyuban SGF kehilangan hak sebesar Rp17,8 miliar, menciptakan penderitaan berlapis bagi korban, yang sebelumnya telah menjadi korban investasi bodong, dan kini harus kehilangan sebagian haknya akibat ulah terdakwa sehingga terjadi viktimisasi ganda yang sangat tidak adil," kata Hakim Sunoto, dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Atas pertimbangan tersebut, Hakim memberikan vonis yang lebih berat dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta Azam divonis dengan hukuman 4 tahun penjara.
Kemudian, dalam putusannya, Hakim mengatakan bahwa Azam telah melanggar Pasal 12 Huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tinak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Padahal, sebelumnya, Jaksa menyakini bahwa Azam melanggar Pasal 5 Ayat 2 UU Tipikor.
Dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan bahwa Azam bertindak secara aktif, menggunakan kewenangannya, dengan memaksa korban memberikan uang. Sedangkan, Jaksa menyakini Azam hanya sebagai pegawai negeri, yang menerima pemberian janji dengan sikap pasif.
"Namun, fakta-fakta hukum di persidangan justru menunjukan bahwa terdakwa, bertindak secara aktif menggunakan kewenangannya, dengan memaksa para korban memberikan uang sehingga majelis hakim berpendapat kualifikasi yang lebih tepat adalah Pasal 12 e UU Tipikor," ujar Hakim.
Lebih lanjut, Hakim juga menyatakan telah menemukan empat aspek fundamental yang menunjukkan bahwa perbuatan Azam jauh lebih serius daripada yang digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Pertama, kata Hakim, yaitu perbuatan Azam dalam penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan posisi strategis sebagai jaksa eksekutor.
"Untuk menciptakan korupsi terstruktur, melibatkan pembuatan dokumen BA 20 ganda untuk menyembunyikan aliran dana serta menggunakan rekening pihak ketiga sebagai kamuflase yang menunjukan perencanaan matang," tutur Hakim.
Kedua, perbuatan Azam yang telah mengakibatkan kerugian yang sangat masif bagi korban.
Ketiga, Azam telah melakukan penghianatan terhadap amanat profesinya sebagai Jaksa yang berpengalaman selama 12 tahun yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi perlindungan para korban.
"Terdakwa justru berkolaborasi dengan kuasa hukum untuk menggerogoti hak korban demi kepentingan pribadi, mencoreng citra institusi Kejaksaan yang selama ini dipercaya masyarakat," ucap Hakim.
Keempat, modus operandi yang dilakukan oleh Azam dengan canggih dan terencana, bukan sekedar menerima gratifikasi, melainkan perencanaan yang dilakukan secara kompleks.
"Merancang secara kompleks dengan menciptakan kelompok korban fiktif sejumlah 137 orang, memanipulasi dokumen resmi negara berupa BA 20 serta menggunakan berlapis lapis rekening untuk menyamarkan jejak aliran dana," pungkas Hakim.
Diketahui, dalam kasus ini, Azam selaku Jaksa Eksekutor telah menerima total Rp11,7 miliar dari tiga Kuasa Hukum korban Investasi Robot Trading Fahrenheit ini.
Azam telah melakukan manipulasi pengembalian barang bukti kepada 912 koban. Azam disebut meminta pengacara Bonifasius Gunung, Oktavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya untuk menyerahkan data rekening pengembalian dana kepada para korban.
Namun, dalam pelaksanaannya, Azam memanipulasi nilai pengembalian dana. Salah satunya, dalam pengembalian untuk 68 korban yang diwakili Bonifasius, nilai semestinya Rp39,35 miliar tapi dinaikkan jadi Rp49,35 miliar. Azam diduga meminta bagian Rp3 miliar dari kelebihan itu.
Pengacara Oktavianus disebut mengarang kelompok korban bernama 'Paguyuban Bali' dengan nilai kerugian fiktif sekitar Rp17,8 miliar. Uang tersebut, tetap diproses sebagai pengembalian dan sebagian, senilai Rp8,5 miliar, diberikan kepada Azam.
Sementara itu, dari Pengacara Brian Erik First Anggitya, Azam menerima fee Rp200 juta dari nilai pengembalian senilai Rp1,7 miliar.
Dana hasil dugaan korupsi itu, ditransfer ke rekening atas nama honorer Kejaksaan, yang kemudian dipindahkan ke rekening istri Azam, Tiara Andini, dan digunakan untuk membayar asuransi, deposito, membeli rumah, hingga jalan-jalan ke luar negeri. Azam juga membagikan uang ke sejumlah pejabat dan staf kejaksaan, termasuk Kajari dan mantan Kajari Jakbar.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































