tirto.id - Hakim nonaktif Agam Syarief Baharudin mengakui menerima suap dari kuasa hukum korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group Marcella Santoso. Uang suap diberikan lewat perantara Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta.
Agam diketahui salah satu terdakwa suap vonis lepas kasus crude palm oil (CPO).
Dalam pledoi atau nota pembelaannya, Agam membantah bila dirinya menjadi otak pelaku vonis lepas kasus migor tersebut.
"Bahwa terdakwa hanya memiliki peran menerima uang suap sehingga bukan otak pelaku kejahatan perkara a quo," kata Agam dalam pledoi yang dibacakan oleh kuasa hukumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
Agam juga mengaku tidak mengenal sama sekali dengan Marcella selaku pemberi suap. Dirinya berkilah bahwa uang suap tersebut hanya murni sebagai bentuk imbalan atas perbuatannya dalam mengetuk putusan onslag.
"Bahkan terdakwa sama sekali tidak mengenal atau tidak tahu siapa pemberi uang suap. Yang terdakwa tahu, hanyalah uang tersebut diberikan untuk urusan perkara korupsi korporasi migor," kata dia.
Agam juga membantah bila memiliki niat awal untuk meminta suap kepada Marcella dan korporasi CPO. Agam menjelaskan bahwa menjadi hakim dalam kasus korporasi CPO haanya ditunjuk oleh atasannya dan bukan melalui lobi atau permintaannya.
"Terdakwa tidak pernah meminta-minta untuk ditunjuk sebagai hakim dalam perkara korporasi migor," ungkapnya.
Oleh karena itu, Agam meminta majelis hakim memberikan putusan yang lebih ringan dari tuntutan jaksa. Menurutnya, putusan yang ringan adalah yang berkeadilan dan berperikemanusiaan bagi terdakwa.
"Memberikan putusan yang seringan-ringannya bagi diri terdakwa," harapnya.
Sebelumnya, Agam dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan pidana 12 tahun penjara. JPU juga menuntut Agam beserta dua hakim sejawat lainnya dengan denda Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, Agam beserta mantan hakim Ali Muhtarom dituntut membayar pidana uang pengganti senilai Rp6,2 miliar.
"Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut," ujar jaksa penuntut umum membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































