tirto.id - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, meminta Pimpinan maupun Dewan Pengawas (dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 untuk meniadakan sesi wawancara doorstop atau cegat dengan awak media. Ia menyarankan jajaran KPK lebih baik menggelar konferensi pers resmi dan memaparkan sesuai dengan agenda tersebut dan tidak menjawab isu lain di luar materi jumpa pers.
Habiburokhman lantas mencontohkan pimpinan maupun Dewas KPK yang menghadiri acara diskusi. Kemudian, menyampaikan keterangan yang menimbulkan multitafsir dan berpotensi membuat kegaduhan.
"Kalau perlu menurut saya, level pimpinan dan dewas itu konferensi persnya harus konferensi pers resmi, jangan ada doorstop, pak. Diingatkan juga, karena ini terkait penegakan hukum," kata Habiburokhman saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Calon Dewas KPK, Benny Mamoto, di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyinggung hakim yang hanya diperbolehkan bicara ihwal perkata melalui putusan.
"Kalau zaman dulu nggak ada setahu saya, makanya di zaman dulu lebih tertib dalam konteks komunikasi. Sekarang, hadir di seminar tiba-tiba di-doorstop bicara soal perkara. Ini [buat] apakah pimpinan maupun dewas ya. Yang mempunyai efek terkadang damage yang luar biasa," tutur Habiburohkman.
Habiburokhman mengatakan Dewas dan Pimpinan KPK lebih baik berbicara dengan kebijakan dan tindakan nyata ihwal tugas pokok serta fungsinya. Di sisi lain, ia mengusulkan, pemberian keterangan pers lebih baik diserahkan kepada juru bicara. Dengan catatan, juru bicara tersebut berbicara sesuai konteks yang dibahas, bukan membahas isu lain.
"Kalau mau memberikan keterangan pers misalnya ditunjuk saja, misalnya jubir resmi dan hanya berbicara apa yang ditugaskan oleh institusinya, bukannya menyampaikan apa pendapatnya," tutur Habiburokhman.
Ia juga menyoroti kegaduhan yang muncul antara pimpinan dan dewas KPK yang terjadi lantaran kebanyakan menyampaikan pernyataan di media. Menurut Habiburohkman, kedua belah pihak sejatinya bisa menyelesaikan masalah yang terjadi secara internal, bukan dengan saling melontarkan sindiran dalam wawancara bersama jurnalis.
"Saya pikir kita capek periode kemarin itu antara pimpinan dan dewas seolah berbalas pantun di media. Ada seperti saling sindir saling perang statement. Kenapa nggak masing-masing jalankan saja implementasikan sikapnya melalui kebijakan-kebijakan di institusi masing-masing. Kalau mau panggil ya tinggal panggil," tutup Habiburokhman.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher