Menuju konten utama

Gerhana Bulan Penumbra Menurut Islam, Apakah Perlu Sholat Sunah?

Gerhana Bulan Penumbra (GBP) terjadi pada Senin, 25 Maret 2024. Bagaimana hukumnya jika sholat sunah menurut Islam?

Gerhana Bulan Penumbra Menurut Islam, Apakah Perlu Sholat Sunah?
Gerhana bulan penumbra terlihat dari Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (6/5/2023). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/tom.

tirto.id - Gerhana Bulan Penumbra (GBP) terjadi pada Senin, 25 Maret 2024 dan bisa dipantau dari Indonesia. Apakah perlu melakukan sholat sunah? Bagaimana menurut Islam?

Selama tahun 2024, gerhana diprediksi terjadi 4 kali, yakni 2 kali gerhana matahari dan 2 sisanya gerhana bulan. Proses terjadinya gerhana ada yang bisa diamati dari Indonesia dan ada pula yang tidak bisa.

Satu-satunya yang bisa diamati itu ialah Gerhana Bulan Penumbra (GBP) pada tanggal 25 Maret 2024.

Sedangkan 3 sisanya yang tidak bisa diamati dari Indonesia yaitu Gerhana Matahari Total (GMT) pada 8 April 2024, Gerhana Bulan Sebagian (GBS) pada 18 September 2024, dan Gerhana Matahari Cincin (GMC) pada 2 Oktober 2024.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), proses terjadinya Gerhana Bulan Penumbra pada Senin, 25 Maret 2024, dimulai pukul 11.50.58 WIB. Puncaknya terjadi pada pukul 14.12.48 WIB dan berakhir pukul 16.34.38 WIB.

Gerhana Bulan Penumbra

Ilustrasi Proses Gerhana Bulan Penumbra 25 Maret 2024. (FOTO/Dok. BMKG)

Gerhana bulan merupakan peristiwa terhalanginya cahaya matahari oleh bumi. Alhasil, sinarnya tidak sampai sepenuhnya ke bulan. Gerhana Bulan Penumbra terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan dalam posisi sejajar.

Gerhana Bulan Penumbra sebelumnya pernah terjadi pada 14 Maret 2006. Sedangkan edisi berikutnya adalah 5 April 2042.

Hukum Sholat Sunah saat Gerhana Bulan Penumbra

Proses terjadinya gerhana sudah pernah teramati ketika zaman Nabi Muhammad SAW. Di kota Madinah setidaknya terjadi 4 kali Gerhana Matahari Sebagian (parsial).

Di lain sisi, gerhana bulan terjadi sebanyak 17 kali. Rinciannya adalah 4 kali Gerhana Bulan Total, 7 kali Gerhana Bulan Parsial, dan 6 kali Gerhana Bulan Penumbra.

Sebagaimana mengutip laman Muhammadiyah.or.id, Majelis Tarjih dan Tajdid mengemukakan pendapat salat gerhana dilakukan apabila terjadi gerhana yang diakibatkan dua benda langit tampak berkurang, tidak utuh, atau hilang seluruhnya.

Untuk Gerhana Bulan Penumbra, piringan bulan masih utuh dan bulat, tidak terpotong, hanya cahaya bulan yang redup dan orang tidak bisa membedakan dengan kondisi tidak gerhana.

Maka, tidak disunahkan melakukan salat gerhana bulan pada saat terjadinya Gerhana Bulan Penumbra.

Senada dengan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) juga menetapkan tidak disunahkan shalat sunah pada saat terjadinya Gerhana Bulan Penumbra.

Mengutip artikel berjudul "Gerhana Bulan Penumbra Tak Disunnahkan Shalat, Ini Penjelasannya" yang ditulis Syamsul Arifin via NU Online, Shalat Gerhana Bulan digelar ketika gerhana dapat disaksikan secara kasat mata dan terlihat dengan jelas bagian bulan yang gelap.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda seperti diriwayatkan Imam Bukhari dari Mughirah bin Syu’bah ra:

"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana lantaran karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah hingga gerhana selesai (kembali bersinar),".

Menurut hadis tersebut, sholat gerhana diselenggarakan apabila gerhana bisa dilihat secara kasatmata atau dengan menggunakan mata langsung.

Yang tergolong kasatmata adalah gerhana bulan total dan gerhana bulan sebagian. Di lain sisi, Gerhana Bulan Penumbra termasuk tidak kasatmata. GBP samar dan tidak bisa menjadi alasan untuk shalat gerhana.

Baca juga artikel terkait GERHANA BULAN atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Fitra Firdaus