Menuju konten utama

Gaya Pebisnis ala Donald Trump Bawa Ekonomi AS Melejit

Angka-angka di atas kertas soal ekonomi AS menunjukkan pemerintahan AS di bawah Trump menunjukkan ke arah positif.

Gaya Pebisnis ala Donald Trump Bawa Ekonomi AS Melejit
Pedagang di lantai New York Stock Exchange menyaksikan konferensi pers Presiden Donald Trump, Rabu, 7 November 2018. (AP Photo / Richard Drew)

tirto.id - “Semoga kita semua dapat bekerjasama lagi tahun depan untuk membawa kebaikan bagi rakyat Amerika Serikat, termasuk pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, perdagangan, menurunkan biaya pengobatan,” ucap Donald Trump dalam pidato perayaan pada pemilu paruh waktu atau midterm election pada Rabu (7/11) waktu setempat.

Dalam pidato itu Trump menekankan ekonomi AS saat ini sedang booming. Trump mengklaim selama memimpin sejak Januari 2017, AS berkembang di setiap tingkatan. Ekonomi, militer dan juga pembangunan. “In terms of GDP, we’re doing unbelievably," ucap Trump.

Gross Domestic Product (GDP) atau Produk domestik bruto (PDB) AS memang meningkat pesat di bawah kepemimpinan Trump. PDB AS menunjukkan tren pertumbuhan. Pada kuartal I-2017, PDB AS tercatat 1,8 persen. Angkanya terus meningkat menjadi 3 persen pada kuartal II-2017. Selanjutnya menjadi 2,8 persen dan 2,3 persen pada masing-masing triwulan III-2017 dan triwulan IV-2017.

Secara tahunan, PDB AS 2017 tumbuh 2,2 persen atau mencapai $19,48 triliun. PDB AS pada masa kepemimpinan Trump lebih tinggi dibanding capaian Barack Obama. Periode tahun pertama Obama, PDB AS memang turun 2,5 persen di 2009, lalu naik menjadi 2,5 persen pada 2010. Saat Trump mengambil alih, PDB AS memang naik menjadi 2,2 persen secara tahunan dibanding 1,6 persen pada 2016.

Catatan Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS merinci, PDB pada 2016 secara triwulan masing-masing sebesar 1,5 persen, 2,3 persen, 1,9 persen, dan 1,8 persen. Secara tahunan, PDB AS 2016 tumbuh hanya 1,6 persen. Angka itu turun dibanding 2015 yang mencapai 2,9 persen.

Pada 2018, tren PDB AS juga berada di area positif. Tiga bulan pertama 2018, PDB AS tumbuh 2,2 persen. Angkanya meningkat drastis pada triwulan II-2018 menjadi 4,2 persen. Peningkatan PDB riil AS pada kuartal II-2018 menurut Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS mencerminkan kontribusi positif dari pengeluaran konsumsi rumah tangga AS, investasi tetap dari non-residensial, kinerja ekspor, belanja pemerintah federal dan belanja pemerintah negara bagian. Pada periode ini, kinerja impor AS juga tercatat menurun.

Kuartal III 2018, PDB AS memang hanya tumbuh 3,5 persen. Kontribusi masih ditopang dari konsumsi rumah tangga AS yang meningkat, investasi swasta, belanja pemerintah pusat dan negara bagian, serta investasi tetap investor non-residensial. Rendahnya PDB AS pada kuartal III-2018 karena ada faktor melemahnya kinerja ekspor dan peningkatan impor yang disebabkan peningkatan investasi swasta. Pada awal periode ini mulai digencarkan kebijakan "perang dagang" dengan Cina oleh Trump untuk menekan defisit neraca perdagangan.

Pertumbuhan PDB AS tak terpisahkan karena kebijakan UU pemotongan pajak yang disahkan kongres AS pada akhir Desember 2017, pajak penghasilan (PPh) badan dipangkas dari 35 persen jadi 21 persen. Kebijakan ini membuat korporasi cukup banyak uang dan bisa leluasa untuk investasi. Ekonom AS memperkirakan kebijakan ini menambah hampir 1 persen terhadap pertumbuhan PDB jangka pendek AS.

“Pemotongan pajak Trump harus memberikan keringanan pajak yang lebih besar di daerah pedesaan AS. Di mana, ada lebih banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang akan mendapat manfaat dari pemotongan pajak yang menguntungkan,” turut Joseph Song, ekonom AS dari Bank of America Merrill Lynch melansir CNBC.

Kebijakan pemotongan pajak membuat keuntungan perusahaan dan kepercayaan pelaku usaha berlipat. Lonjakan laba perusahaan, membuat pasar saham ikut sumringah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DIJA) menyentuh level 20.000 per saham pada 25 Januari 2017 atau berselang lima hari setelah pelantikan resmi Donald Trump pada 20 Januari 2017.

Berselang setahun, pada Januari 2018, DIJA naik 32,1 persen yang merupakan rekor penguatan kedua dalam sejarah Dow Jones. Rekor tertinggi ditoreh saat Franklin Delano Roosevelt dengan kenaikan 96,1 persen selama setahun pertama masa jabatan. Rekor DIJA kembali pecah pada 20 September 2018 kemarin, dengan kenaikan hingga 251,22 poin menjadi 26.656,98 per saham.

Indeks S&P 500 juga naik sebesar 0,8 persen yang menjadikan rekor tertinggi sepanjang masa atau all time high dengan posisi penutupan di level 2.930,75 per saham. Pada perdagangan hari itu, indeks Nasdaq Composite juga terangkat 1 persen ke posisi 8.028,23 per saham.

Infografik Kinerja Pemerintahan Donald Trump

Tumbuhnya kepercayaan dunia usaha membuat investasi naik dan imbasnya penyerapan tenaga kerja bertambah pesat. Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat, pada 2017 ada 2,19 juta pekerjaan yang bertambah sepanjang 2017. Sejak Januari-Agustus 2018, telah ada 1,76 juta lapangan kerja baru. Sedangkan pada September dan Oktober 2018, biro tersebut juga memperkirakan ada masing-masing 118 ribu dan 250 ribu lapangan kerja baru.

Angka pengangguran di AS terus menurun. Awal pemerintahan Trump, angka pengangguran berada di posisi 4,8 persen pada Januari 2017 dan terus berkurang. Setahun pertama masa jabatan, angka pengangguran AS terus membaik ke level 4,1 persen atau bertahan sejak kuartal III-2017. Per September dan Oktober 2018, angka pengangguran di AS bertahan di level 3,7 persen yang merupakan terendah dalam sejarah.

Angka itu terus membaik dibanding Juli dan Agustus 2018 di mana angka pengangguran berada di posisi 3,9 persen. Puncak pengangguran terbanyak AS mencapai 10 persen pada Oktober 2009 atau sembilan bulan setelah Obama menjabat. Data National Federation of Independent Business (NFIB) menyebut 22 persen pelaku UKM AS melakukan perekrutan tenaga kerja yang agresif dan menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu, indeks optimisme pelaku UKM juga meningkat menjadi 107,9, tertinggi ketiga dalam 45 tahun terakhir, berdasarkan survei pada September 2018. Per Oktober 2018, masih ada 38 persen lowongan kerja bisnis UKM yang kekurangan tenaga kerja. Angka itu menunjukkan ada lebih banyak lowongan kerja yang tersedia dibanding pencari kerja.

“Ini adalah rentetan optimisme pelaku UKM dalam sejarah. Bukti bahwa pemotongan pajak dan reformasi regulasi membuahkan hasil bagi perekonomian secara keseluruhan. Pelaku UKM anggota NFIB mengatakan bahwa bisnis booming dan prospek terlihat cerah,” kata Juanita Duggan, Presiden dan CEO NFIB melansir situs resminya.

Namun, di tengah usaha Donald Trump memperkecil defisit perdagangan dengan Cina, pada September kemarin perdagangan AS dengan negeri Tirai Bambu masih tekor. Angka defisit perdagangan AS dengan Cina pada September 2018 meningkat $3 miliar menjadi $37,4 miliar. Angka impor naik $3,5 miliar menjadi $47,7 miliar, melebihi angka ekspor AS ke Cina yang hanya tumbuh $400 juta menjadi $10,2 miliar.

Taktik perang dagang memang belum terlihat signifikan. Namun, reformasi perpajakan cukup sukses membawa ekonomi AS berdenyut kencang. Selain, Trump perlu melakukan serangkaian reformasi selain pajak, yaitu deregulasi dan keuangan.

Glen Hubbard, Profesor Ekonomi dan Keuangan Columbia Business School dalam salah satu jurnal terbitan National Institute for Research Advancement (NIRA) menyebutkan, reformasi pajak yang dilakukan Trump dapat meningkatkan investasi sekaligus produktivitas secara signifikan. Kebijakan ini sekaligus juga mengurangi batas margin tarif pajak atas penghasilan usaha serta memperluas basis pajak.

Dalam jurnalnya berjudul How Donald J. Trump could promote long-term economic growht (PDF) tersebut, reformasi soal regulasi adalah langkah kedua setelah reformasi perpajakan yang harus dilakukan Trump untuk mengurangi hambatan terhadap investasi energi dan utilitas yang dibutuhkan AS.

“Hal lain, reformasi regulasi keuangan perlu dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan kredit bagi pengusaha kecil dan menengah,” tulis Hubbard.

Baca juga artikel terkait PERANG DAGANG AS-CINA atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra