tirto.id - Praktik perjudian sulit diberantas, termasuk judi konvensional macam sabung ayam. Di beberapa kasus, ternyata ada cawe-cawe aparat, baik personel TNI maupun Polri menjadi beking atau pelindung aktivitas judi tersebut.
Masih hangat di ingatan, insiden berdarah dalam penggerebekan arena judi sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada Senin (17/3/2025) petang. Tiga polisi yang menggerebek tewas usai tertembak, penembak diduga anggota TNI.
Berdasarkan kronologi versi polisi, awalnya beredar video di media sosial berisi undangan terkait sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan. Setelah penyelidikan awal, 17 personel polisi dikerahkan untuk menggerebek.
Saat tiba di arena sabung ayam, situasi layaknya penggerebekan biasa. Polisi sempat melesatkan tembakan peringatan untuk membubarkan. Tetapi kejadian setelahnya tak dinyana, tiba-tiba rombongan polisi diberondong tembakan oleh orang tak dikenal.
Dalam insiden itu, Kapolsek Negara Batin, Iptu Lusiyanto, dan dua anggotanya, Bripka Petrus Apriyanto dan Bripda Ghalib Surya Ganta tewas di lokasi dengan luka tembak berbeda di bagian tubuhnya.
Sejumlah pemberitaan di media menyebutkan bahwa arena sabung ayam di Kampung Karang Mani tersebut memang dibekingi anggota TNI. Akan tetapi, belum ada klarifikasi pembenaran terkait hal ini.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kodam) II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, menjelaskan, pihaknya masih menyelidiki dugaan keterlibatan anggota TNI dalam penembakan di tempat sabung ayam.
Malam setelah kejadian penembakan, dua orang prajurit TNI dilaporkan telah menyerahkan diri dan kini ditahan di Detasemen Polisi Militer II/3 Lampung. “Sudah menyerahkan diri dan ditahan di Denpom Lampung," kata Eko kepada wartawan.
Namun, Eko belum membeberkan identitas dua anggota TNI yang telah ditahan dan tengah diperiksa--beberapa media telah menyebutkan kedianya berinisial Kopral Kepala B dan Pembantu Letnan Satu L.
Eko juga belum mengungkap apa peran terduga pelaku dalam insiden penembakan maupun aktivitas judi sabung ayam secara umum. Dia menegaskan, investigasi atas kasus ini masih berlangsung.
Beking Aparat Nyata Terjadi
Fenomena beking aparat dalam perjudian sebenarnya bukan hal baru, meskipun yang terbukti secara hukum bisa dihitung jari. Yang mejadi beking juga tak melulu aparat TNI seperti yang diduga terjadi di Lampung, tetapi ada yang pelindungnya adalah polisi.
Di Kota Semarang, Jawa Tengah, contohnya. Anggota Polsek Genuk Polrestabes Semarang bernama Aipda Junaedy didakwa melakukan tindak pidana perjudian karena terlibat dalam penyelenggaraan sabung ayam di wilayah kerjanya.
Menurut informasi, arena sabung ayam di belakang Pasar Banjardowo, Genuk, Kota Semarang yang dilindungi Apda Junaedy sudah lama beroperasi. Junaedy tertangkap dalam rangkaian penggerebekan yang dilakukan Polrestabes Semarang.
Jaksa menjerat terdakwa Junaedy dengan Pasal 303 ayat (1) ke-1 atau ke-2 KUHP yang mana ia sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi.
Kasus beking sabung ayam oleh Aipda Junaedy memang belum terbukti secara sah lantaran saat ini proses peradilan masih berlangsung. Pekan depan, Senin (24/3/2025) masih tahap sidang pemeriksaan saksi-saksi.
Namun, terdakwa sudah cukup bukti dinyatakan melakukan tindak pidana pidana, setidaknya menurut pandangan penyidik maupun penuntut umum.
Judi sabung ayam jamak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Praktik tersebut juga sudah bukan rahasia umum. Namun, keterlibatan aparat membuat adanya benturan kepentingan, sehingga menghambat penegakan hukum.
Judi pada Sabung Ayam
Sabung ayam merupakan praktik mempertarungkan dua ayam jantan yang berakhir dengan satu pemenang. Judi sabung ayam sendiri bertaruh atas ayam mana yang menang.
Sejarawan asal Inggris, William Marsden, F.R.S, dalam bukunya berjudul The History of Sumatra sempat mencatat adanya praktik sabung ayam di Sumatra yang sudah ada sejak abad ke-18.
Pengamat Sosial dari Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, Hermawan Pancasiwi, mengatakan, sabung ayam sudah menjadi suatu kegiatan yang melekat pada kehidupan masyarakat.
Dulu, tidak semua sabung ayam berbentuk perjudian. Kata dia, sabung ayam ada yang sebatas dijadikan hiburan. Bahkan, sabung ayam di Bali yang disebut tajen menjadi bagian dari ritual keagamaan--meskipun sekarang sudah diganti.
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Agus Nurhadi, mengatakan, sabung ayam dalam wujud perjudian langgeng di masyarakat lantaran memiliki beberapa aspek yang dianggap menguntungkan, baik segi ekonomi maupun status sosial.
“Di situ ada aspek ekonomi, siapa yang menang nanti dapat uang. Ada jugas aspek status sosial, kan bangga kalau menang,” ujarnya saat dihubungi Kamis (20/3/2025).
Agus selaku pengajar Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Walisongo itu mengatakan, meski sabung ayam masih ada tetapi jumlahnya sudah jauh berkurang dibandingkan dengan zaman dahulu.
Judi sabung ayam saat ini tak lagi menjadi acara kolektif yang melibatkan banyak orang dan terbuka untuk umum. Umumnya, saat ini sabung ayam digelar eksklusif yang hanya diikuti peminat sabung dan judi.
Meski begitu, judi sabung ayam sulit untuk benar-benar hilang dari masyarakat. Alasannya, kata Agus, karena aktivitas ini melibatkan emosi, sehingga pemenang ingin terus menang, sementara yang kalah juga berambisi meraih kemengan.
Agus yang menempuh Master Social Sciences di Australia ini meyakini bahwa pemain judi sebenarnya menyadari tindakannya salah, melanggar norma agama, hingga aturan hukum yang berlaku.
Namun, egoisme mengubur pengakuan kesalahan itu. Justru karena tindakannya salah, pelaku judi membutuhkan legitimasi berupa bantuan pengamanan biar aktivitasnya bisa tetap berlangsung. Bantuan keamanan ini yang kadang dilakukan aparat TNI maupun Polri.
“Untuk mengamankan itu butuh keamanan supaya judinya tetap berlangsung. Ada yang butuh kemanan (yakni) penjudi, ada yang butuh duit (aparat). Jadi ada kepentingan yang selaras di situ," imbuh doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Butuh Keseriusan untuk Memberantas
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menambahkan, aparat TNI maupun Polri ada yang mempertaruhkan profesinya demi menjadi beking bahkan bandar karena ada keuntungan yang diperoleh.
“Ada perputaran uang di bisnis judi yang dinikmati oleh pelaku, makanya mereka berani mempertaruhkan jabatan dan kewenangannya," ujar Bambang melalui telepon, Rabu (19/3/2025).
Menurutnya, perputaran uang di judi offline, termasuk judi di arena sabung ayam tentu tidak sebesar judi online. Tetapi tetap saja, keuntungan yang bisa didapat aparat dari bisnis ini jauh lebih besar dari gaji mereka.
“Di satu arena kecil, perputaran uang bisa ratusan juta, bahkan miliaran,” kata dia.
Bambang mengatakan “dengan harga ayam unggulan yang bisa mencapai ratusan juta, tentu taruhannya lebih dari itu. Bandar atau penyelenggara yang juga pemilik tempat biasanya mendapat komisi 5--10 persen dari taruhan. Nilai seperti itu tentu jauh dibanding gaji mereka sebagai apparat.”
Bambang berpendapat, atasan dalam institusi penegak hukum sudah sepatutnya turut bertanggung jawab atas merebaknya judi dan keterlibatan anggotanya.
Menurutnya, aparat penegak hukum memiliki perangkat deteksi, sehingga keberadaannya judi sabung ayam harusnya juga diketahui atasan yang memiliki kepedulian terkait judi.
Bambang menyarankan, cara untuk mencegah keterlibatan anggota TNI/Polri dalam judi adalah dengan memperketat pengawasan, meskipun problemnya lagi-lagi soal integritas atasan.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz