Menuju konten utama

Transformasi BUMN Karya Jadi Agrinas Rawan Bikin APBN Tercekik

Mengubah BUMN Karya menjadi BUMN Pangan memang bertujuan baik, namun di balik itu ada tantangan besar yang harus dihadapi.

Transformasi BUMN Karya Jadi Agrinas Rawan Bikin APBN Tercekik
Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz

tirto.id - Pemerintah berencana mengubah tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Virama Karya, Yodya Karya dan Indra Karya menjadi BUMN pangan, perkebunan dan perikanan di bawah nama Agrinas. Masing-masing nama perusahaan BUMN tersebut akan berubah menjadi PT Agrinas Jaladri Nusantara, PT Agrinas Pangan Nusantara dan PT Agrinas Palma Nusantara.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan, keputusan untuk mentransformasikan BUMN karya menjadi pangan ini sudah dibahas mendalam dan direncanakan dengan matang. Sehingga, ia meminta masyarakat untuk tidak meragukan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk memperluas bidang usaha ketiga perusahaan BUMN ini.

“Sudah, jangan meragukan yang kayak gitu-gitu. Itu pasti untuk kemaslahatan,” kata dia, kepada awak media, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

Kendati, penjelasan lebih lanjut terkait transformasi BUMN Karya menjadi BUMN Pangan ini nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. Namun yang pasti, kebijakan ini diambil untuk mencapai ketahanan pangan.

“Kan, ada tiga, kan, yang sawit, yang untuk padi, sama satu lagi untuk perikanan. (Penjelasan lebih lanjut) tanya sama Menteri BUMN, tapi itu pasti untuk keselamatan,” imbuh Arief.

Pada kesempatan terpisah, Wakil Menteri BUMN, Aminuddin Ma’ruf, menyampaikan bahwa sampai saat ini transformasi tiga BUMN Karya menjadi BUMN Pangan masih terus berproses. Kendati, ketika telah terbentuk nanti, pengelolaan ketiga BUMN akan dibantu oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan tata Usaha Negara (Jamdatun).

“Belum, belum (ada tindak lanjut dari transformasi BUMN Karya menjadi BUMN Pangan),” ujar Aminuddin, dikutip Antara, Selasa (18/3/2025).

Sementara, Kementerian BUMN akan bertugas untuk mengoptimalkan lahan yang bisa digunakan untuk mencapai ketahanan pangan dan energi nasional. Sebab, meski belum ada tindak lanjut, PT Agrinas Palma Nusantara yang kini masih bernama Indra Karya sudah mendapat mandat untuk mengelola lahan sawit seluas 221 ribu hektare yang merupakan lahan sitaan dari kasus dugaan korupsi PT Duta Palma. Hal ini didasarkan pada Peraturan Presiden (PP) nomor 5 Tahun 2025 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan.

“Dengan awal ini, kami bertekad PT Agrinas Palma Nusantara akan mempertanggungjawabkan dengan kerja keras, profesional dan produktif,” kata Direktur Utama Agrinas Palma Nusantara, Letnan Jenderal (Purn) Agus Utomo, dalam acara Penyerahan Kebun Sawit dari Kejaksaan Agung (Kejagung), di Gedung Danantara, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025).

Untuk melancarkan proses transformasi BUMN Karya ke BUMN Pangan ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menyuntikkan Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp8 triliun kepada ketiga BUMN. Kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, suntikan modal untuk investasi ini bahkan telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Sehingga, mematahkan anggapan bahwa suntikan modal untuk PT Agrinas Jaladri Nusantara, PT Agrinas Pangan Nusantara dan PT Agrinas Palma Nusantara sebagai anggaran baru yang diambil dari APBN. Dalam hal ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran PMN sejak masa pembahasan APBN Tahun Anggaran 2025 di paruh kedua tahun lalu, kendati belum diputuskan BUMN mana saja yang akan mendapat suntikan modal.

“Agrinas itu adalah BUMN baru yang dibentuk berdasarkan BUMN sebelumnya. Jadi, prosesnya sekarang, Agrinas oleh Kementerian BUMN akan menyampaikan kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk kemudian proses PMN-nya bisa dilaksanakan,” jelas Sri Mulyani, dalam konferensi pers, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

PMN tersebut akan digunakan untuk kegiatan tambak budidaya dan perikanan tangkap, pengelolaan Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP), revitalisasi lahan, dan pengelolaan perkebunan.

Berpotensi Bikin BUMN Semrawut

Sementara itu, Peneliti BUMN dari NEXT Indonesia, Herry Gunawan, menilai transformasi BUMN Karya menjadi Agrinas justru membuat BUMN lebih semrawut. Sebab, dengan perubahan ini, tumpang-tindih fungsi dan kerja, sehingga merusak konsolidasi yang selama ini sudah dikerjakan dan justru memperkeruh bisnis yang sudah ada.

“Sebagai contoh, Agrinas perkebunan kan sudah ada PTPN (PT Perkebunan Nusantara). Kemudian, Agrinas padi akan tumpang-tindih dengan Bulog dan mungkin ID Food. Begitu pun dengan Agrinas Perikanan, sudah ada BUMN yang konsentrasi di situ juga seperti PT Perikanan Indonesia,” ujarnya, kepada Tirto, dikutip Rabu (19/3/2025).

Dus, yang terjadi bukan menyehatkan atau transformasi, melainkan hanya menambah pemain baru yang sebelumnya sudah dalam kondisi sakit. Sebab, inti bisnis perusahaan yang ditransformasi sangat berbeda antara yang sebelumnya dengan yang baru.

“Kalau pertanyaan boleh atau tidak, tentu saja boleh. Perubahan itu bisa disahkan oleh pemegang saham. Namun tentu saja, tidak menghilangkan kewajiban sebelumnya, misalnya utang kredit atau utang ke vendor kalau ada,” jelas Herry.

Selain itu, Herry pun ragu ketahanan pangan seperti yang dicita-citakan melalui transformasi ini dapat tercapai. Sebab, transformasi ini hanya berpotensi menimbulkan keriuhan baru, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Alih-alih mencapai swasembada pangan, semangat dari transformasi BUMN Karya menjadi BUMN Pangan hanyalah untuk menempatkan orang baru di bisnis baru yang sudah dirancang sedemikian rupa.

“Kita bisa lihat, contohnya di Agrinas Palma sekarang, kan pemain (Direktur Utama) baru di BUMN dari eks Kopassus. Jadi nggak usah pakai dalih soal ketahanan pangan. Jauh panggang dari api. Seperti kita tahu, di UU Pangan maupun standar yang biasa dipakai di ukuran internasional, indikator ketahanan pangan itu ada empat: ketersediaan, keterjangkauan, keamanan, dan keberlanjutan,” tegas Herry.

Belum lagi, Virama Karya, Yodya Karya dan Indra Karya merupakan BUMN konsultan konstruksi sakit yang berhasil disembuhkan Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA/Danareksa. Sehingga, tak heran jika operasional ketiganya membutuhkan suntikan modal dari pemerintah.

Jika hal ini terus berlanjut, Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, khawatir bahwa APBN akan semakin terbebani oleh transformasi ketiga BUMN Pangan anyar ini. Padahal, saat periode-periode kritis seperti sekarang, APBN harus dikelola dengan bijak dan lebih optimal.

“Harus dikurangi solusi yang membebani APBN. (Tahun) 2025-2026 ini merupakan periode kritis fiskal kita. 2027 dan setelahnya akan tetap berat, walaupun semoga sudah lebih longgar,” kata dia.

Di sisi lain, dengan kini telah terbentuknya Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan bakal dialihkannya seluruh BUMN ke lembaga tersebut, artinya pengelolaan PT Agrinas Jaladri Nusantara, PT Agrinas Pangan Nusantara dan PT Agrinas Palma Nusantara akan beralih dari tangan pemerintah. Dus, investasi kepada ketiga BUMN itu pun akan dikucurkan langsung oleh Danantara, sebagai konsekuensi dari dividen yang diserahkan perusahaan-perusahaan BUMN kepada Danantara.

Jika demikian, Danantara ke depan akan memiliki tugas berat, untuk menyehatkan kembali BUMN-BUMN sakit seperti BUMN Karya, Farmasi, Penerbangan, selain juga penyertaan modal kepada ketiga perusahaan BUMN Pangan hasil transformasi dan juga perusahaan BUMN lainnya.

“Ini tidak mudah. Bisa jadi BUMN akan menjadi sumber cash outflow bagi Danantara, bukan inflow,” imbuh Wija, sapaan Wijayanto.

Perlu diketahui, sepanjang 2020-2024 dan 2005-2024, pemerintah memberikan PMN sebesar Rp277 triliun dan Rp510 triliun. Sedangkan, pada periode yang sama, dividen yang diterima pemerintah hanya senilai Rp303 triliun dan Rp681 triliun. Sehingga, net dividen yang diterima pada periode tersebut adalah Rp26,7 triliun dan Rp171,7 triliun, atau hanya Rp5,34 triliun per tahun dan Rp8,55 triliun per tahun.

“Dengan BUMN Karya, BUMN Farmasi dan Garuda masuk ICU, biaya yang perlu dikeluarkan oleh Danantara bisa jadi ratusan triliun. Support dari APBN sudah tidak mungkin lagi, atau sangat sulit didapat; selain karena akan menghadapi gelombang penolakan dari rakyat, juga situasi fiskal sangat tidak memungkinkan,” jelasnya.

Mengubah BUMN Karya menjadi BUMN Pangan memang bertujuan baik, namun di balik itu ada tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, terkait ketidaksesuaian kompetensi. Dengan inti bisnis PT Agrinas Jaladri Nusantara, PT Agrinas Pangan Nusantara dan PT Agrinas Palma Nusantara sebelumnya adalah konsultan konstruksi, akan membutuhkan waktu cukup lama dan adaptasi cukup besar, termasuk pelatihan ulang tenaga kerja dan pengembangan keahlian baru, yang bisa memakan waktu dan biaya relatif besar.

“Karena kalau tanpa manajemen yang tepat, transformasi ini berisiko gagal. Kedua, jangan sampai PMN ini menguap begitu saja, karena sejak awal BUMN ini kan ada beban keuangan. Meskipun ada suntikan PMN, BUMN Karya yang sudah sakit mungkin membawa beban utang lama,” ujar Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Eliza Mardian, kepada Tirto, Selasa (18/3/2025).

Seharusnya, ketiga BUMN Karya yang sakit tersebut lebih dulu direstrukturisasi. Sebab, jika tidak ada restrukturisasi utang yang efektif, dana PMN yang disuntikkan pemerintah akan tersedot untuk menutup lubang utang.

“Malah jadinya nggak optimal dukung program swasembada pangan,” sambungnya.

Alih-alih mentransformasikan BUMN Karya menjadi BUMN Pangan, lebih baik pemerintah lebih dulu meningkatkan kesejahteraan petani, jika yang ingin dicapai adalah swasembada pangan. Pada saat yang sama, pemerintah juga harus memberikan kepastian harga dan pasar, serta membangun infrastruktur pendukung, termasuk mengoptimalkan teknologi inovasi, serta membangun pusat data pangan, agar tidak terjadi asimetris informasi.

“APBN lagi tekor, lebih baik fokus buat anggaran pembangunan irigasi dan teknologi buat petani. Anggaran buat bangun irigasi malah dipangkas karena efisiensi. Ini yang harusnya nggak boleh. Daripada dipakai suntik modal BUMN mending yang udah jelas dan akan terasa dampaknya ke petani,” jelas Eliza.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang