Menuju konten utama

Danantara Harus Bebas dari Orang Titipan, Bisakah?

Prabowo bilang jangan ada orang titipan di Danantara, tapi pucuk pimpinannya justru diisi lingkar elite kekuasaan.

Danantara Harus Bebas dari Orang Titipan, Bisakah?
Kantor Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Jl.RP. Soeroso, Menteng, Jakarta. ANTARA/Muhammad Heriyanto/am.

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan kepada Kepala Badan Pelaksana BPI Daya Anagata Nusantara alias Danantara, Rosan Roeslani, agar badan tersebut tidak diisi oleh orang titipan. Arahan yang menekankan pentingnya profesionalisme dan integritas itu tentu patut diapresiasi. Hal ini disampaikan Rosan usai menemui Prabowo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).

Rosan berencana akan mengumumkan kepada publik jajaran pengelola serta manajemen BPI Danantara pekan depan. Menteri Investasi dan Hilirisasi itu juga menyebut bahwa Prabowo tak secara spesifik meminta Danantara hanya diisi warga Indonesia.

“Bapak Presiden menyampaikan kepada kami pilihlah orang-orang yang terbaik di dalam tim Danantara ini. Tidak boleh ada titipan-titipan. Pilih yang terbaik,” ucap Rosan kepada awak media di Istana.

Namun, jika kita menelaah lebih dalam struktur dan komposisi Danantara saat ini, muncul pertanyaan mengenai konsistensi antara arahan tersebut dan realitas yang ada.

Elite Kekuasaan di Tubuh Danantara

Sejak awal, Danantara dipimpin oleh orang-orang yang dekat dengan lingkar kekuasaan. Para menteri yang merangkap jabatan, tokoh yang selama ini berada di sekitar Prabowo, serta nama-nama yang sudah lama berkecimpung dalam politik dan pemerintahan, mengisi posisi-posisi kunci di Danantara.

Jika yang dimaksud Prabowo sebagai “titipan” adalah mereka yang datang sebab kepentingan politik, Danantara sejatinya sudah penuh sejak dengan orang titipan sejak pertama dibentuk.

Prabowo menunjuk Menteri BUMN, Erick Thohir, sebagai Ketua Badan Pengawas Danantara. Erick merupakan loyalis Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu. Sementara itu, Rosan Roeslani adalah Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Rosan juga Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Ada pula Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN, yang ditunjuk sebagai Chief Operating Officer (COO) Danantara.

Jadi, ketiganya saat ini mengemban dua tugas sekaligus alias merangkap jabatan, yakni sebagai menteri atau wakil menteri di Kabinet Merah Putih sekaligus pengurus BPI Danantara.

Lantas, apa yang sebenarnya ingin ditegaskan Prabowo dalam arahan? Jika arahan itu ditujukan kepada pihak di luar lingkaran pemerintah, artinya itu merupakan sinyal bahwa Danantara adalah wilayah eksklusif yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.

Jangan lupa, Danantara juga diisi oleh mantan Presiden RI, yakni Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono. Di jajaran Dewan Pengawas Danantara, juga tertera nama Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Muliaman Hadad yang pernah menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, ada Burhanuddin Abdullah yang disebut-sebut turut menginisiasi Danantara dan kini menjabat Ketua Tim Pakar Danantara. Sebelumnya, Burhanuddin memimpin Tim Pakar TKN Prabowo-Gibran.

Ada satu nama lagi, yakni Pandu Patria Sjahrir yang menjabat CIO Danantara atau bagian dari direksi. Pandu merupakan Wakil Bendahara TKN Prabowo-Gibran. Pandu adalah keponakan dari Kepala Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut adalah senior Prabowo di TNI semasa bertugas.

Melihat susunan pejabat inti Danantara, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai tidak heran bila publik meragukan arahan Prabowo tersebut. Hal itu terlihat dari berbagai unggahan di media sosial sejumlah akun media massa atau pers yang memberitakan soal arahan Prabowo itu.

Tidak sedikit publik yang bereaksi keras di kolom komentar dengan nada meragukan konsistensi ucapan Prabowo.

“Reaksi publik itu cukup keras karena nyatanya kita lihat dan bukan hanya di Danantara. Sudah dari zaman Jokowi, BUMN memang tempat bayar jasa bagi apa yang kita sering namakan relawan,” ucap Bivitri kepada wartawan Tirto, Kamis (6/3/2025).

Terlebih, jajaran direksi BUMN saat ini turut diisi orang-orang yang punya hubungan dengan Prabowo. Bivitri turut menyoroti perwira TNI yang kini bercokol di perusahaan BUMN. Misalnya,l penunjukan Mayor Jenderal Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog.

Sekarang, itu ditambah dengan penunjukan Maroef Sjamsoeddin sebagai Direktur Utama MIND ID. Maroef merupakan adik dari Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan telah berkarier di matra Angkatan Udara selama 34 tahun.

Sebelum pensiun, Maroef menjabat berbagai posisi, di antaranya sebagai Wakil Kepala BIN periode 2011-2014. Dia juga sempat menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (2015-2016). Sementara itu, Sjafrie merupakan anggota Dewan Penasihat TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Bivitri menilai bahwa kondisi sekarang, jajaran pimpinan Danantara justru amat memungkinkan diisi lagi oleh orang-orang titipan. Padahal, menurutnya, praktik titipan atau bagi-bagi kursi jabatan adalah praktik yang buruk sekali di lingkup BUMN. Artinya, perusahaan pelat merah tidak diisi oleh orang dengan kapasitas yang memadai untuk menjaga good governance.

“Lebih baik kita semua ngajak semua berpikirnya bahwa ini adalah perusahaan. Apalagi, ini perusahaan negara. Jadi, good governance-nya, good corporate governance-nya itu harus setinggi langit standarnya,” ucap Bivitri.

Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan, menilai bahwa BPI Danantara sebagai badan baru memang memupuk secercah harapan. Danantara dianggap menjadi terobosan untuk mendorong investasi serta reformasi dalam pengelolaan BUMN agar lebih profesional.

Namun, menurut Herru, implementasinya ternyata mengecewakan sebab penunjukan pucuk-pucuk pimpinannya menerabas undang-undang.

Penunjukan sejumlah menteri dan wakil menteri sebagai pengurus Danantara disebut Herry melanggar Pasal 23 UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara. UU Kementerian Negara telah menyatakan bahwa menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi BUMN atau perusahaan swasta serta pimpinan organisasi yang dibiayai APBN atau APBD.

Sebagai badan yang dibentuk negara, Danantara jelas dimodali APBN. Bahkan, suntikan dana awalnya berasal dari efisiensi anggaran kementerian/lembaga.

Selain itu, Herry menilai bahwa kehadiran Dony Oskaria melanggar Pasal 15B UU Nomor 1/2025 tentang BUMN. Anggota Direksi Persero BUMN dilarang menjadi Dewan Komisaris BUMN lain dan jabatan struktural dan fungsional pada kementerian.

“Pengangkatan Dony Oskaria bukan hanya melanggar karena dia Wakil Menteri, tetapi juga saat ini merangkap sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina. Jadi, Danantara dimulai dengan berbagai kekacauan yang merusak kepercayaan publik serta investor,” kata Herry kepada wartawan Tirto, Kamis.

Menurut Herry, dengan awal yang tidak sehat, publik sulit untuk percaya bahwa Danantara dan BUMN akan bebas dari orang titipan. Menurutnya, agar Danantara bisa meraih dukungan publik, tata kelola perusahaan yang baik harus diterapkan. Hal tersebut dimulai dari jajaran pimpinannya.

“Rosan dan Dony harus memilih satu jabatan. Misalnya, Dony mau di Wakomut Pertamina, Wamen BUMN, atau COO Danantara? Kemudian, Rosan mau Menteri Investasi atau CEO Danantara. Begitu pun Erick Thohir,” ujar Herry.

Kontradiksi Arahan dan Kenyataan

Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai bahwa publik sudah pasti geram mendengar arahan Prabowo soal jangan ada orang titipan di Danantara. Pasalnya, Prabowo bilang jangan ada orang titipan, tapi keluarga pejabat justru mengisi posisi-posisi penting di BUMN dan Danantara.

Dengan kata lain, arahan Prabowo itu justru kontradiktif dengan kenyataan dan hal itu tidak dapat diterima nalar publik.

“Ini sama dengan menyuruh orang berpuasa, tapi sambil makan gorengan,” ucap Musfi kepada wartawan Tirto, Kamis.

Meski demikian, menurut Musfi, bisa jadi ada makna lain dari arahan Prabowo tersebut. Misalnya, “titipan” yang dimaksud Prabowo bermakna orang yang tidak kompeten di bidangnya. Namun, hal itu juga jelas tak terlihat dari penunjukan orang-orang di Danantara dan BUMN.

Padahal, kata Musfi, menunjuk petinggi sebuah perusahaan saja harus melawati uji kompetensi dan uji loyalitas.

“Ini untuk memimpin institusi negara yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, justru tidak ada uji kelayakan yang bisa dilihat oleh publik,” sambung Musfi.

Maka sulit membuktikan arahan Prabowo agar tidak ada orang titipan di Danantara. Karena, menurut Musfi, tabiat pemimpin menunjuk orang dekat untuk mengisi pos-pos strategis memang sudah alamiah. Apalagi, Prabowo dikenal loyal dengan bawahan.

Penunjukan Direktur MIND ID dapat dijadikan sebagai bukti baru. Saat ini, diskursus tentang mekarnya dwifungsi TNI tengah hangat di publik. Namun, Prabowo agaknya tak terlalu menghiraukannya. Adik Menhan tetap diangkat jadi direktur.

Musfi menilai bahwa publik sendiri sudah tahu bahwa Menhan Sjafrie adalah sahabat Prabowo sejak lama.

Agar Danantara berjalan lebih mulus, Musfi berpendapat bahwa para pejabatnya harus memperbaiki pola komunikasinya ke publik. Banyak pola komunikasi bermasalah dari para elite yang membuat publik jadi menaruh curiga. Terpenting, Istana harus bisa meluruskan isu-isu miring soal Danantara yang tidak bisa diaudit.

“Tidak boleh ada ketentuan Danantara tidak bisa diaudit. Ini bermasalah. Bagaimana kita tahu ada masalah manajemen kalau audit tidak boleh dilakukan,” ujar Musfi.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa Pasal 33 dalam PP Nomor 10/2025 tentang Danantara justru berkebalikan dengan arahan dari Prabowo.

Pasal 33 itu menyebut bahwa Presiden dapat mengangkat Menteri Investasi jadi Kepala Badan Pelaksana Danantara. Artinya, kata Bhima, hal itu jelas rangkap jabatan serta beraroma politis.

Tata kelola yang bermasalah itu membuat Danantara berisiko menjadi kendaraan politik, bukan kendaraan investasi. Menurut Bhima, percuma jika pada level karyawan Danantara diseleksi secara profesional, tetapi level Direksinya punya konflik kepentingan secara politik. Hal itu pun tidak akan jauh berbeda dengan situasi BUMN yang ada sekarang.

Untuk bisa mendapatkan kepercayaan publik, Bhima menilai perlu ada revisi UU BUMN yang baru dan PP Danantara. Hal itu mencakup menghapus pasal-pasal yang berlawanan dengan prinsip pengelolaan dana investasi yang profesional dan bebas konflik kepentingan.

Danantara wajib melaporkan secara rutin dan transparan soal dana investasi yang dikelolanya.

“Dipakai untuk apa saja, siapa manajer proyeknya, dan bagaimana risikonya. Transparansi jadi hal wajib, apalagi menyangkut dana hasil efisiensi APBN,” ujar Bhima kepada wartawan Tirto, Kamis.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pelaksana Danantara, Rosan Roeslani, memastikan masyarakat dapat menilai sumber daya yang mengisi Danantara. Dia yakin bahwa pengelola serta manajemen Danantara bakal diisi sumber daya yang mumpuni.

Menurut Rosan, dia telah menyerahkan nama-nama pengelola serta manajemen Danantara ke Prabowo. Dia memberikan sinyal bahwa Danantara juga dapat diisi tokoh warga asing. Rosan bahkan mengungkapkan bahwa Danantara didampingi oleh pencari sumber daya (headhunter) serta penasihat (advisor) dari luar negeri serta dalam negeri.

“Sehingga, dari publik, dari masyarakat, bisa melihat, dan menilai bahwa nama-nama yang duduk sebagai pengelola dan manajemen Danantara ini adalah nama-nama yang reputable, terbukti track record-nya, yang bersih, dan memang expertise di bidangnya," tutur Rosan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi