tirto.id - Harga emas domestik tetap mentereng, di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok lebih dari 5 persen. Harga emas PT Aneka Tambang Tbk atau Antam pada Rabu (19/3/2025) bahkan mengalami lonjakan.
Seperti tercatat di laman logammulia, harga 1 gram emas batangan Antam di Butik Emas LM Grahadipta, Jakarta, bernilai Rp1,76 juta, sementara harga beli kembali (buyback) mencapai Rp1,61 juta.
Sedikit berbeda, harga 1 gram emas Antam yang dijual di Galeri 24 milik Pegadaian lebih mahal, yakni mencapai Rp1,80 juta–dengan harga buyback senilai Rp1,62 juta. Lalu harga emas Pegadaian di Galeri 24 sendiri diperdagangkan di harga Rp1,74 juta dan harga buyback di level Rp1,62 juta.
Harga emas yang dicatat laman logam mulia bahkan melesat sebesar Rp57 ribu dalam sepekan terakhir, dari hanya Rp1,70 juta pada Rabu (12/3/2025). Apabila dibandingkan dengan harga 2 Januari 2025 yang bernilai Rp1,52 juta, per Rabu (19/3/2025), harga 1 gram emas telah melesat hingga Rp235 ribu.
Analis komoditas dan mata uang, Lukman Leong, menaksir sentimen pergerakan harga emas ini masih memiliki ruang yang cukup besar untuk naik. Kenaikan harga emas yang terus berlanjut ini salah satunya lantaran pelemahan rupiah.
Nilai tukar rupiah di pasar spot memang terus melemah hingga akhir perdagangan hari Selasa (19/3/2025), di mana rupiah ditutup ke level Rp16.531 per dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini bikin rupiah melemah 0,63 persen dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di level Rp16.428 per dolar AS.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan kalau kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menjadi faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar merosot mencapai Rp16.000.
Menurut Sri Mulyani, Trump sejak menjabat kerap mengambil kebijakan eksekutif, sehingga berdampak pada seluruh dunia. Secara rinci, dia mengatakan pada akhir periode 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar sudah mencapai Rp16.162 dengan rata-rata level dalam setahun Rp15.847 per dolar AS.
Emas Kini Bukan Hanya Jadi Safe Haven
Emas selama ini populer sebagai instrumen safe haven, alias menjadi aset investasi yang stabil di tengah ketidakpastian dan ketidakstabilan global. Meski begitu, kini ada pergeseran tren di kalangan investor emas.
Lukman mengatakan, dalam satu tahun terakhir, banyak investor yang ikut-ikutan atau FOMO (Fear of Missing Out), sehingga mereka mengincar keuntungan. Dengan demikian, saat ini orang-orang yang berinvestasi emas bukan hanya murni sebagai safe haven.
“Dan tujuan emas itu sebenarnya untuk safe haven bukan untuk profit gitu ya, namun kenaikan harga itu memberikan bonus profit, jadi itu yang terjadi. Dan menurut saya dengan momentum pergerakan seperti ini memang masih sangat solid ya,” kata Lukman.
Kendati emas bisa memberi keuntungan dan sebagai instrumen safe haven, komoditas tersebut perlu dilihat sebagai portfolio jangka panjang. Jadi, investor bisa terus mengakumulasi.
Mengenai porsi kepemilikan bergantung pada individu. Lukman menyarankan investor untuk tetap melakukan diversifikasi aset dan bisa menaikkan porsi kepemilikan emas daripada keadaan biasa. Misalnya, jika sebelumnya investor memiliki porsi 5-10 persen safe haven, mungkin bisa meningkatkan ke kisaran 20-30 persen.
“Itu tidak masalah karena saat ini memang sangat favorable ya investasi emas ini,” katanya.
Menurut Lukman, di tengah kondisi ekonomi saat ini, tidak ada investasi yang aman. Meski demikian, obligasi dan emas bisa dipertimbangkan. Investasi lain tidak ada yang aman lantaran semua berisiko, terlebih saham yang memang merupakan investasi berisiko.
“Namun kita bisa meminimalisir risikonya kan dengan melihat ya, dengan menginvestasikan, memilih saham-saham yang blue chip, yang lebih mature gitu,” ujar Lukman.
Investasi Saham Bisa Mulai dari yang Receh
Kondisi ketidakpastian ekonomi dan politik belakangan memang bakal membuat investor galau. Ketakutan terhadap investasi saham pasti mewarnai. Pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, mengatakan kalau saham-saham blue chip tidak mungkin setiap hari akan jatuh.
“Itu cuma ada momentum tersendiri. Artinya apa? di tahun 2019 pernah terjadi, kemudian zamannya COVID-19 tahun 2020 juga terjadi ya. Itu pun juga tidak setiap hari terjadi kan, itu hanya satu kali, kemudian di tahun 2025 terjadi, penurunan 7 poin, penurunan 7 persen. sebenarnya ini bisa dijadikan sebagai alasan bagi investor untuk kembali melakukan pembelian terhadap saham-saham yang sebelumnya itu berguguran ya,” kata Ibrahim.
Mengenai investasi paling aman saat ini, Ibrahim menyarankan investor-investor awam untuk memilih obligasi. Sebab, dalam kondisi apa pun, menurut Ibrahim, obligasi tidak akan mungkin terjadi gagal bayar. Kendati demikian, ia beranggapan saham pun tetap cukup bagus.
“Saham itu kan cuma satu arah kan, kita membeli saham dengan harga murah, misalnya dengan Rp70 ya kalau seandainya turun pun juga suatu saat pasti masih akan naik, tapi harus dilihat jangka menengah, jangka panjang,” ujar Ibrahim.
Terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam memulai investasi saham. Pertama, memilih saham yang lebih murah, dengan kata lain mencari saham-saham receh dengan fundamental keuangan yang bagus.
Alasannya, menurutnya, dengan semakin banyak membeli saham-saham yang harganya lebih murah, maka dengan uang Rp10 juta atau Rp20 juta, lembar sahamnya sudah cukup banyak. Nantinya, ketika ekonomi sudah membaik dan perang dagang usai, harganya bakal melonjak tinggi.
“Karena kalau kita lihat lompatan-lompatan di saham lembar saham itu kan 5 rupiah kan. 5 rupiah, 5 rupiah, 5 rupiah, 5 rupiah sehingga kita tunggu dalam jangka waktu 5-10 tahun uang kita sudah di angka berapa,” ujar Ibrahim.
Jika pun memilih investasi logam mulia, senada dengan Lukman, Ibrahim merekomendasikan untuk menggunakan logam mulia sebagai investasi jangka panjang. Selain itu, uang yang digunakan untuk membeli emas juga harus uang mengendap atau uang yang tidak pernah dipikirkan.
“Sehingga apa? sehingga mereka enjoy. Kemudian dia beli lagi emas. Tujuannya cuma satu, bahwa uang emas ini nanti akan diuangkan ini setelah anak saya kuliah, berarti apa? investasi jangka panjang. Kalau investasi jangka panjang, sudah tidak lagi melihat bahwa ini harga emas mau naik kapan?” kata Ibrahim, sebagai pengingat bagi para investor.
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Anggun P Situmorang