tirto.id -
"Obat kanker yang sempat ramai dikeluarkan itu belum, masih dalam proses karena ada pertimbangan-pertimbangan. Tentu kami menyadari bahwa masih ada yang pakai," ujarnya kepada Tirto, Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2019).
Melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/2018 tentang Perubahan Atas Kepmenkes Nomor 01.07/2017 tentang Formularium Nasional (Fornas). Disebutkan bahwa per 1 Maret 2019, para peserta JKN-KIS yang menderita kanker tidak lagi mendapatkan bantuan untuk obat Bevacizumab dan Cetuximab.
Namun hingga saat ini Menkes Nila masih akan membicarakannya lebih lanjut bersama tim HTA dan organisasi profesi. Salah satu poin bahasannya terkait efektifitas biaya dari JKN-KIS.
Sayangnya ketika ditanyakan perihal tim HTA terdiri dari siapa saja, ia tak ingat pasti.
"Tim HTA kami terdiri dari pakar-pakar. Banyak sekali pakar-pakarnya. Saya tidak hapal," ujarnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar pada kesempatan terpisah justru mengkritisi ketidakterbukaan Kemenkes dalam pembentukan tim HTA tersebut.
Bahkan ia menilai, tim tersebut tidak melibatkan pihak-pihak yang ahli di bidang kanker kolorektal.
"Bahwa proses pembuatan keputusan menkes ini tidak melibatkan stakeholder JKN sehingga menuai protes dari stakeholder JKN seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI), BPJS Watch, dan komunitas penyintas kanker," ujarnya di Jakarta Selatan, Rabu (20/2/2019).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari