tirto.id - Obat kanker kolorektal (usus besar dan anus) jenis Bevacizumab dan Cetuximab tidak lagi dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) usai kedua obat itu dihapus dari Formularium Nasional (Fornas) per 1 Maret 2019.
Sebelumnya, Kemenkes membentuk tim Health Technology Assessment (HTA) yang bertugas melakukan kajian pada kedua jenis obat itu sehingga keluar putusan Fornas tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Persatuan Dokter Indonesia Bersatu James Allan Rarung menyayangkan pembentukan tim HTA ini tidak melibatkan dokter yang kompeten sehingga keluar putusan tersebut.
"Seharusnya timnya itu berisi dokter-dokter [ahli digestif] yang menghadapi langsung penyakit itu [kanker kolorektal]. Dari perwakilan mereka ditarik," ujarnya di Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
Setelah itu, menurutnya, barulah para ahli yang relevan dilibatkan dalam tim. "Baru ambil peneliti yang berhubungan dengan penyakit tersebut," tambahnya.
Menurut James, perekrutan HTA ini aneh, sengaja dibentuk untuk legitimasi. "Kalau tidak ada surat dari dokter digestif, mana kita tahu obat itu dihapus tanpa melibatkan dokter yang menangani kasus tersebut?" tuturnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar juga menyatakan hal yang sama, menurutnya, ada yang kurang dalam pembentukan tim HTA yang tidak melibatkan dokter yang memang berada di bidang kanker kolorektal.
"Bahwa proses pembuatan keputusan menkes ini tidak melibatkan stakeholder JKN sehingga menuai protes dari stakeholder JKN seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI), BPJS Watch, dan komunitas penyintas kanker," ujarnya di Jakarta Selatan, Rabu (20/2/2019).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri