Menuju konten utama

DPD Gelar Studi Empiris Penyusunan RUU Pengelolaan Aset Daerah

Saat ini peraturan tentang aset daerah terserak dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum ada aturan khusus tersendiri.

DPD Gelar Studi Empiris Penyusunan RUU Pengelolaan Aset Daerah
Ketua Komite IV DPD RI, Amang Syafrudin memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005-2025 di Gedung DPD RI, Selasa (23/1/2024). (Tirto.id/M. Irfan Al Amin)

tirto.id - Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan studi empiris dalam penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Aset Daerah yang dilakukan di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (16/2/2024).

Kepala Bagian Sekretariat Komite IV DPD RI, Samekto Ambinonuso, mengatakan beleid ini penting disusun guna memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi pemerintah daerah saat mengelola aset daerah.

“Dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Aset Daerah, Komite IV DPD RI melaksanakan studi empirik ini untuk menerima masukan dari akademisi, salah satunya dari Universitas Mataram,” terang Samekto.

Sementara itu, Rektor Universitas Mataram, Bambang Hari Kusumo, mengatakan aset daerah lebih luas dari barang milik daerah. Pasalnya, kata dia, aset daerah termasuk kekayaan daerah yang secara potensial bisa dimanfaatkan oleh daerah.

“Persoalan aset daerah perlu dikaji lebih jauh karena di daerah banyak persoalan-persoalan hukum yang muncul karena salah dalam pemanfaatan aset daerah ini,” ucap Bambang.

Menurutnya, RUU Pengelolaan Aset Daerah dibutuhkan mengingat banyaknya permasalahan dalam pengelolaan aset di daerah. Dia berharap penyusunan naskah akademik RUU tentang Pengelolaan Aset Daerah bisa memberi manfaat demi kepentingan masyarakat.

Tenaga Ahli RUU Tentang Pengelolaan Aset Daerah, Komite IV DPD RI, Maret Priyanta, berharap RUU yang sedang disusun ini menjadi landasan hukum baru bagi pengelolaan aset daerah.

Skema yang dibangun dalam RUU itu adalah aset sebagai kekayaan negara. Sejatinya, kata dia, kekayaan yang dimiliki yang secara regulasi sudah banyak diatur. Namun, pada tataran prinsip masih perlu aturan lain terkait dengan pengelolaan aset daerah.

Kepala BPKAD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Samsul Rizal, turut berharap regulasi yang dibuat ini tidak hanya mengatur pemanfaatan aset daerah oleh pemerintah. Tapi juga mengatur bagaimana pemanfaatan aset daerah oleh masyarakat yang selama ini menjadi persoalan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Galang Asmara, mengatakan aset merupakan hal yang penting dalam mewujudkan tujuan negara selain sumber daya manusia dan dana. Maka itu, aset daerah semestinya dicatat guna dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

"Oleh sebab itu, perlu pengaturan terkait dengan aset daerah ini," kata Galang.

Lebih jauh, Galang mengatakan pentingnya pengaturan tentang aset daerah adalah untuk menjamin kepastian hukum tentang status aset daerah.

Selain itu, menjamin terpeliharanya aset dengan baik, memungkinkan pemberdayaan atau pemanfaatan aset untuk kemakmuran rakyat.

Dengan demikian, ungkapnya, ada pedoman yang jelas dalam pengelolaan aset secara tertib, adil, dan terarah.

Menurutnya, saat ini peraturan tentang aset daerah terserak dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum ada aturan khusus tersendiri. Pengaturan aset di dalam Undang-undang masih bersifat terintegratif.

Misalnya, ia menyebut dalam l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Masalah-masalah persoalan aset daerah ini di antaranya adalah terdapat aset-aset daerah yang tidak jelas status hukumnya, aset dikuasai pihak lain dengan HPL. Namun, tidak dimanfaatkan selama jangka waktu penguasaan.

Selain itu, tumpang tindih status tanah aset daerah, tanah diklaim sebagai milik dari dua pemerintah daerah, kurang optimalnya pemanfaatan barang milik daerah, serta mekanisme penghapusan aset masih tidak sesuai dengan ketentuan.

Secara umum narasumber dalam Studi Empirik Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ini sepakat dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Aset Daerah untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyatakat Indonesia.

Baca juga artikel terkait DPD RI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - News
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi