Menuju konten utama
Kasus COVID-19 di Indonesia

Dominasi Varian Delta Jadi Indikasi Kuat Biang Lonjakan COVID-19 RI

Kasus COVID-19 Indonesia terus naik. Selain karena meningkatnya mobilitas warga, varian delta disebut jadi biang lonjakan.

Dominasi Varian Delta Jadi Indikasi Kuat Biang Lonjakan COVID-19 RI
Petugas menyemprotkan disinfektan di sekitar jalan desa yang ditutup akibat karantina wilayah di Desa Pedawang, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (1/6/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.

tirto.id - Varian delta COVID-19 atau B1617 yang pertama kali ditemukan di India terindikasi menjadi penyebab terjadinya lonjakan kasus COVID-19 yang cepat di Indonesia. Lebih dari 50 persen variant of concern (VoC) yang ditemukan di Indonesia merupakan varian delta.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan total ada 148 VoC yang diidentifikasi per 13 Juni 2021 dan 107 di antaranya adalah varian delta. Data itu berdasarkan data jejaring laboratorium pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) yang dilaporkan di laman resmi Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID), sebuah inisiatif sains global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan Corona yang bertanggung jawab atas pandemi COVID-19.

Rincian dari 107 itu lebih dari setengahnya, yakni 62 kasus di antaranya ditemukan di Kudus, Jawa Tengah, daerah yang mengalami ledakan jumlah kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir. Sedangkan sisanya ditemukan di Cilacap 13 kasus; DKI Jakarta 20 kasus; di Bangkalan dan Surabaya 3 kasus; serta daerah lain masing-masing tiga kasus yakni di Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Bila dilihat lagi di laman GISAID, per Jumat 18 Juni 2021 sudah 128 varian delta yang dilaporkan. Sebanyak 80 atau 62 persen di antaranya berasal dari Jawa Tengah. Sedangkan pada Jumat kemarin hingga pukul 17.00 WIB ada 10 laporan baru yang berasal dari RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Namun yang jadi perhatian tentu Jawa Tengah, khususnya di Kudus yang merupakan lokasi terbanyak temuan varian delta. Menurut Nadia, selain karena meningkatnya mobilitas, varian inilah yang menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus yang cepat di kabupaten tersebut.

“Penyebab lonjakan kasus adalah mobilitas saat Ramadan, Lebaran dan protokol kesehatan yang kendur serta kerumunan, itu menyebabkan sirkulasi B1617 [varian delta] juga menyebar dalam masyarakat. Jadi [penyebabnya] dobel,” kata Nadia kepada reporter Tirto, Jumat (18/6/2021).

Direktur RSUD Loekmono Hadi Kudus, Abdul Azis Achyar mencurigai sejak awal bahwa penyebab lonjakan kasus di Kudus dikarenakan sudah menyebarnya varian baru COVID-19, karena penularannya begitu cepat. Selain itu, tak sedikit tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan vaksinasi dua kali ikut terpapar, termasuk dirinya.

“Saya sudah menduga kalau ini aneh. Kudus kota kecil tidak ada apa-apa kok lonjakannya cepat. Saya sudah prediksi, makanya WGS jadi salah satu keinginan kami agar tahu ini jenis varian apa. Ternyata memang benar, sampel yang kami kirim hampir 90 persen [teridentifikasi] varian delta,” kata Azis kepada reporter Tirto melalui sambungan telpon.

RSUD Kudus mengirimkan sedikitnya 34 sampel yang kemudian diperiksa oleh Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM). Hasilnya dari 34 yang diperiksa terdapat 28 atau 82 persen yang teridentifikasi sebagai varian delta.

“82 persen itu sudah campaian yang luar biasa untuk capaian transmisi lokal. Meskipun samplingnya minimal tapi sudah bisa menggambarkan garis besar,” ujar Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM, Gunadi melalui sambungan telpon.

Tak hanya di Kudus yang mengalami peningkatan kasus COVID-19 yang begitu cepat, di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur pada awal Juni kemarin juga mengalami lonjakan sampai menyebabkan kapasitas rumah sakit terisi hingga 90 persen.

Institute Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga Surabaya melakukan pemeriksaan WGS terhadap 24 sample dari Bangkalan. Rektor Unair Mohammad Nasih bilang hasil pemeriksaanya diperkirakan menyerupai temuan di Kudus.

“Hasil tampaknya tidak jauh-jauh dari [temuan di] Kudus, tapi kami belum bisa menyimpulkan apa-apa karena sampel yang bisa diidentifikasi baru tiga," ujar Nasih seperti dilansir dari Antara, Senin (14/6/2021).

Indikasi lain bahwa varian delta telah menyebar dan menyebabkan lonjakan kasus diungkapkan oleh sejumlah organisasi profesi dokter spesialis saat memberikan pernyataan pers melalui daring menanggapi terjadinya lonjakan kasus COVID-19, pada Jumat siang.

Erlina Burhan, dokter spesialis paru sekaligus anggota Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam kesempatan itu mengatakan kondisi klinis pasien COVID-19 kini berbeda dibanding sebelumnya.

“Pengalaman saya di lapangan kalau dulu yang non varian [VoC], gejala-gejalanya sangat khas dan kami tahu pasiennya tua atau dengan komorbid. Sekarang dengan ditemukannya varian-varian baru banyak di rumah sakit itu pasiennya masih muda-muda tidak ada komorbid, dan sehat. Ini sepertinya terjadi pergeseran dan keparahan penyakit,” katanya.

Erlina bilang meningkatnya kematian karena COVID-19 dalam beberapa waktu terakhir dengan menyebarnya varian baru adalah dua hal yang sulit dipisahkan.

“Tentu saja kita semua tahu ini ada hubungannya dengan varian-varian baru yang ditemukan. Terutama varian delta dari India yang kita tahu selain lebih menular 51-60 persen juga mempengaruhi keparahan penyakit, tentu juga akan berdampak pada efektivitas vaksin,” ujarnya.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan untuk dapat menyimpulkan bahwa salah satu varian apakah benar menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 atau tidak memang diperlukan pemeriksaan WGS di semua wilayah, sehingga kemudian dapat disimpulkan.

“Tetapi secara garis besar bahwa mungkin melonjaknya kasus itu karena kombinasi antara longgarnya kegiatan masyarakat, kurangnya protokol kesehatan dan tentu karena ada varian baru yang masuk,” kata Agus.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Sally Aman Nasution mengatakan meskipun WGS belum dilakukan secara menyeluruh dan datanya masih terbatas, tetapi menurutnya pemerintah perlu transparan mengenai penyebaran varian baru ini.

“Transparansi, meskipun belum banyak data dan pemeriksaan yang dilakukan, tetapi kan sudah ada ini [varian baru]. Kan harusnya jadi perhatian juga bahwa varian itu sudah ada di Indonesia dan saya kira ini sudah waktunya membuat sikap tertentu jadi tidak lagi seperti biasanya, ini beda dengan sebelum-sebelumnya. Kita lihat dari lonjakan kasus yang sudah ada. harusnya dengan data yang sudah ada aksi tertentu,” ujar Sally.

Oleh karena itu, dengan terjadinya lonjakan kasus COVID-19 saat ini, lima organisasi profesi yang terdiri dari PDPI; PAPDI; Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia (PERKI); Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi; Intensif Indonesia (PERDATIN); Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merespons melonjaknya kasus COVID-19 dan memberikan sejumlah desakan dan rekomendasi.

Rekomendasi tersebut, di antaranya agar pemerintah pusat melakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara menyeluruh dan serentak terutama di Pulau Jawa.

Kemudian mereka meminta agar semua pihak lebih waspada terhadap varian baru COVID‐19 yang lebih mudah menyebar, mungkin lebih memperberat gejala, mungkin lebih meningkatkan kematian dan mungkin menghilangkan efek vaksin.

Baca juga artikel terkait VARIAN BARU CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Current issue
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz