tirto.id - Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar akhirnya keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (13/12/2018) pukul 16.50 WIB setelah ditangkap dan diperiksa KPK pada Rabu (12/12/2018) siang.
Kendati begitu, politikus Partai Nasdem itu tak mengaku kalau dirinya melakukan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan di Kabupaten Cianjur.
"Tidak. Tidak ada [pemotongan anggaran] Tidak ada sama sekali," kata Irvan saat keluar dari Gedung KPK menuju mobil tahanan, Kamis (13/12/2018).
Namun, Irvan mengaku salah karena lalai dalam mengawasi kelakuan bawahannya. Untuk itu, ia meminta maaf kepada masyarakat Cianjur, dan meminta agar hal itu dijadikan pelajaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada Rabu (12/12/2018). Irvan diduga memotong Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan di Kabupaten Cianjur.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke Penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).
Tiga orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini adalah Cecep Sobandi (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur), Rosiain (Kepala Bidang SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur), dan Tubagus Cepy Sethiady (Kakak Ipar Bupati).
Basaria menjelaskan, Bupati Cianjur Irvan Rivano diduga telah meminta, menerima atau memotong pembayaran terkait dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur Tahun 2018 sebesar sekitar 14.5 persen dari total 46.8 miliar.
Tubagus dan Rosiain berperan sebagai pihak yang menagih fee dari para kepala sekolah yang mendapat alokasi DAK Pendidikan tersebut. Total ada 140 SMP di Cianjur yang mendapat DAK dari total 200 SMP yang mengajukan.
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (12/12/2018). Dalam operasi ini KPK mengamankan 6 orang, termasuk uang tunai sekitar Rp 1,5 miliar yang diduga merupakan bagian dari fee.
Atas perbuatannya ini, ketiga tersangka tersebut diduga melanggar pasal 12 huruf f atau pasal 12 huruf e atau pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto