Menuju konten utama

Dikeluhkan Dirut Agrinas, Begini Pengajuan Modal di Danantara

Di perusahaan manapun, baik swasta maupun BUMN, memang terdapat prinsi-prinsip tata kelola yang harus dipatuhi.

Dikeluhkan Dirut Agrinas, Begini Pengajuan Modal di Danantara
PT Agrinas Pangan Nusantara. foto/https://www.agrinasjaladri.co.id/

tirto.id - Mundurnya Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero), Joao Angelo De Sousa Mota, pada Senin (11/8/2025) lalu menjadi sorotan publik. Terlebih, Ketua Dewan Pembina DPW Tani Merdeka Indonesia Nusa Tenggara Timur tersebut mengungkapkan bahwa birokrasi berbelit dalam proses pengajuan modal di Danantara menjadi salah satu alasan keputusannya.

Joao resmi memimpin perusahaan tersebut setelah PT Yodya Karya bertransformasi menjadi Agrinas Pangan pada 14 Maret 2025, berdasarkan Surat Menteri BUMN No. S-63/MBU/02/2025. Satu setengah bulan setelahnya, ia menyampaikan rencana penggarapan 11.000 hektare lahan sawah di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, dalam waktu 1-2 bulan sebagai langkah quick win yang dikerjasamakan dengan TNI.

Proyek itu ditargetkan menghasilkan hingga 55.000 ton gabah di akhir 2025, menggunakan belanja modal (capex) dari Yodya Karya yang telah bertransformasi menjadi Agrinas. Namun, hingga Agustus, Joao mengakui anggaran perusahaan masih nol.

Dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (11/8/2025), Joao menyebut mundur karena tidak adanya dukungan dari pemangku kepentingan kunci seperti Danantara, termasuk anggaran yang tak kunjung cair. Menurutnya, masalah pangan adalah isu mendesak yang membutuhkan percepatan, tapi keseriusan Presiden dalam mewujudkan kedaulatan pangan tidak diimbangi dukungan penuh dari jajaran pembantunya.

“Keseriusan Presiden dalam mendukung dan menggerakkan segala upaya untuk membuka kedaulatan pangan ini tidak didukung sepenuhnya oleh stakeholder atau para pembantunya. Kami sampai hari ini tidak mendapatkan dukungan maksimal untuk membuat langkah-langkah nyata yang sudah kami siapkan," tuturnya.

Pakar BUMN dari Next Policy, Herry Gunadi, menilai pernyataan Joao perlu dilihat dari dua sisi. Pertama, Danantara sebagai badan publik yang dibentuk pemerintah untuk mengelola BUMN. Kedua, Danantara sebagai holding yang dalam konteks ini adalah Danantara Asset Management dan Danantara Investment Management.

“Kalau BPI Danantara disebut birokratis, ya memang seperti itu kodratnya. Sebab BPI Danantara, sesuai dengan UU BUMN No. 1 Tahun 2025, merupakan badan publik yang termasuk objek audit BPK. Dengan demikian, prosedur administrasi dan lain-lainnya ikut standar lembaga publik, bukan korporasi,” jelasnya kepada Tirto.

Sebabai informasi, UU BUMN No. 1 Tahun 2025, yang disahkan pada 24 Februari 2025, merupakan perubahan ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003. Regulasi ini membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dalam mengelola investasi BUMN. Undang-undang ini memperkuat tata kelola, mewajibkan transparansi, dan mengatur prosedur penyertaan modal negara melalui mekanisme formal, termasuk kewajiban menyusun feasibility study (studi kelayakan) yang komprehensif.

Kemudian, dalam aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Danantara, disebutkan bahwa badan ini berwenang mengelola dividen Holding Investasi, dividen Holding dan dividen BUMN; serta melakukan penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari

pengelolaan dividen. Namun demikian, dalam menjalankan wewenang tersebut, memastikan pelaksanaannya "sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik," sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) beleid tersebut.

Menurut Herry, dalam tata kelola bisnis di perusahaan manapun—baik swasta maupun BUMN—terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi. Ketika ada proyek strategis, apalagi yang bersifat material dengan nilai minimal 20 persen dari aset atau laba, atau berpengaruh besar terhadap kinerja keuangan, proyek tersebut harus terlebih dahulu masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Setelah itu, proyek dikonsultasikan ke Dewan Komisaris dan disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Ini prosedur tata kelolanya. Nggak bisa ujug-ujug. Dari situ, setelah disetujui RUPS, maka bisa dibuat FS (feasibility study/uji kelayakan) berdasarkan proyek prioritas yang mau digarap,” terangnya.

Feasibility study sendiri merupakan evaluasi menyeluruh terhadap aspek teknis, finansial, operasional, hukum, lingkungan, hingga sosial dari suatu proyek. FS menjadi alat penting untuk memastikan proyeksi seperti target 55.000 ton gabah dari lahan Baturaja benar-benar realistis dan didukung analisis risiko yang memadai.

Tanpa FS yang matang, prediksi semacam itu bisa terlalu optimistis atau justru menyesatkan, serta berpotensi membuat pengajuan modal tertunda bahkan hingga setahun atau lebih.

Dalam kasus Agrinas, Herry mengakui tidak mudah meminta modal dari Danantara, terlebih lembaga yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden itu kini memiliki keterbatasan modal. Pemerintah juga ‘menitipkan’ sejumlah proyek hilirisasi yang dikenal padat modal. “Karena itu, sesuai prinsip ekonomi, yang mesti dilakukan Danantara adalah memaksimalkan sumber daya yang terbatas untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus), Aries Marsudiyanto, menilai keputusan Joao mundur menunjukkan ia belum mampu menyesuaikan diri dengan ritme kerja pemerintahan. Menurut Aries, pemerintah, termasuk Kementerian BUMN dan Danantara, telah memberikan arahan kepada Joao.

"Sudah diberi petunjuk-petunjuk, ya biasa lah namanya pejabat baru, proses administrasi belum tentu menguasai," ujarnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

Aries juga membantah pernyataan Joao tentang ketiadaan dukungan dari Danantara untuk Agrinas. Ia menegaskan setiap instansi memiliki pos anggaran yang sudah ditetapkan, namun penggunaannya memerlukan proses administrasi. "Semua-semua anggaran, semuanya, sudah terencana dengan baik, semuanya hanya prosesnya. Ya itu harus sabar, ada proses-proses administrasi yang harus dijalani," sebut Aries.

Meski demikian, Aries mengaku telah berkomunikasi dengan CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, dan menerima kabar bahwa akan ada perbaikan cara kerja setelah Joao mundur. "Saya juga sudah berkomunikasi dengan Pak Rosan, segala macam, ya intinya semuanya kita perbaiki ya," tutur Aries.

Baca juga artikel terkait DANANTARA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana