tirto.id - Dua pekan lalu, tepatnya pada Minggu (5/11/2023), seorang pemuda di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara terjun dari tower provider setinggi 40 meter. Menurut keterangan pihak kepolisian, pemuda berusia 22 tahun tersebut diduga nekat mengakhiri hidupnya akibat depresi lantaran tak kunjung mendapatkan pekerjaan, setelah ia mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan sebelumnya, seperti dilansir Kompas.
Peristiwa naas ini menjadi cerminan masalah lapangan kerja yang dihadapi masyarakat saat ini, termasuk di kalangan pekerja berusia 15-24 tahun, yang termasuk pada klasifikasi Generasi Z (Gen Z).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2023 dan Februari 2023, ada lonjakan cukup tinggi dalam Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di penduduk usia 15-24 tahun. Pada Februari 2023, TPT penduduk kelompok 15-24 tahun sebesar 16,46 persen, dan pada Agustus 2023, TPT kelompok usia tersebut sudah naik ke angka 19,4 persen. Angkanya sudah mulai mendekati TPT penduduk usia 15-24 tahun pada masa pandemi, Agustus 2020, sebesar 20,46 persen.
Perlu diketahui, TPT merupakan indikator yang digunakan oleh BPS untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.
Tak heran, temuan survei periodik yang dilakukan Litbang Kompas per Mei 2023 lalu, misalnya, merekam angka ketidakpuasan terhadap pemerintah dalam mengatasi pengangguran di kalangan Gen Z mencapai 46,8 persen.
Lebih lanjut, Data Keadaan Angkatan Kerja yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2022 sebelumnya juga mencatat, lebih dari 5 juta masyarakat berusia diatas 15 tahun di Indonesia berstatus sedang mencari pekerjaan. Menariknya, data yang sama mengungkap sebanyak 2,8 juta penduduk atau setara 33,45 persennya merasa tidak mungkin mendapat pekerjaaan/hopeless of job.
Dari data tersebut diketahui, dari total 5 juta masyarakat Indonesia yang berstatus sedang mencari pekerjaan, kelompok umur 15-24 tahun menjadi yang terbanyak dengan total 3,35 juta jiwa. Sebanyak 869 ribu kelompok Gen Z tersebut mengaku merasa sudah tidak mungkin mendapat pekerjaan/hopeless of job.
Lantas, bagaimana tren data pengangguran di Indonesia dalam lima tahun terakhir, serta bagaimana tren data pengangguran di kalangan Gen Z?
Tren Pengangguran Terbuka Menurun
Jika dilihat secara umum, pada seluruh kelompok usia, angka pengangguran di Indonesia cenderung mengalami tren penurunan selama tiga tahun terakhir. Pada Agustus 2021 misalnya, angka TPT tercatat sebesar 6,49 persen. Lalu turun menjadi 5,86 persen pada Agustus 2022, sebelum kembali turun sebesar 0,54 persen poin menjadi 5,32 persen pada Agustus tahun ini.
Menurut data BPS, angka TPT terbesar dalam kurun waktu lima tahun terakhir tercatat pada Agustus 2020, bertepatan dengan awal masa pandemi COVID-19. Pada saat itu, jumlah TPT menyentuh angka 7,07 persen dari total angkatan kerja. Angka ini naik sekitar 1,79 persen poin dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2020, BPS juga mencatat bahwa terdapat 29,12 juta orang (14,28 persen) penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19.
Dari total 29,12 juta orang tersebut, tercatat ada yang pengangguran karena COVID-19 (2,56 juta orang), Bukan Angkatan Kerja karena COVID-19 (0,76 juta orang), tidak bekerja karena COVID-19 (1,77 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (24,03 juta orang)
Teranyar, angka TPT pada Agustus 2023, sebesar 5,32 persen, turun tipis dari Februari 2023 sebesar 5,45 persen.
Hal ini berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 5 orang pengangguran.
Lebih detilnya, menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Agustus 2023, dari segi jenis kelamin, pada Agustus 2023, diketahui TPT laki-laki sebesar 5,42 persen, lebih tinggi dibanding TPT perempuan yang sebesar 5,15 persen.
TPT laki-laki dan perempuan memiliki pola yang sama dengan TPT nasional, yakni angkanya turun dibandingkan Agustus 2022, masing-masing sebesar 0,51 persen poin dan 0,60 persen poin.
Sementara jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, pada Agustus 2023, TPT perkotaan (6,40 persen) jauh lebih tinggi dibandingkan TPT di daerah perdesaan (3,88 persen). Dibandingkan Agustus 2022, TPT perkotaan mengalami penurunan sebesar 1,34 persen poin. Sementara itu, TPT perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,45 persen poin.
Provinsi Banten menjadi provinsi dengan TPT tertinggi di Indonesia pada Agustus 2023 dengan persentase 7,52 persen. Angka ini mengalami penurunan 0,57 persen poin dibanding data Agustus 2022 (8,09 persen). Di posisi kedua, Provinsi Jawa Barat memiliki TPT 7,44 persen per Agustus 2023, turun 0,87 persen poin dibanding tahun sebelumnya (8,31 persen).
Pengangguran Didominasi Kelompok Gen Z
Perlu diketahui, Sakernas Agustus 2023 merekam bahwa mayoritas pengangguran di Indonesia didominasi oleh Gen Z atau kelompok penduduk dengan rentang usia 15-24 tahun.
Menariknya, tren yang sama juga terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Gen Z selalu menjadi kelompok yang paling dominan menyumbang angka pengangguran di Indonesia.
Pada tahun 2023, kelompok Gen Z menyumbang 19,40 persen dari total pengangguran yang berjumlah 7,86 juta orang. Sebagai perbandingan, TPT kelompok penduduk usia 25-59 tahun mencapai 3,07 persen dan TPT kelompok penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 1,28 persen.
Pola ini juga terjadi pada tahun 2022, meski angka TPT kelompok usia 15-24 tahun pada Agustus 2022 lebih tinggi dari angka TPT kelompok usia tersebut di Agustus 2023.
Gen Z, dengan TPT sebesar 20,63 persen, menjadi kelompok usia paling dominan yang menyumbang angka pengangguran nasional. Jumlahnya jauh lebih banyak dari kelompok penduduk usia 25-59 tahun, sebesar 3,36 persen, dan kelompok penduduk berusia 60 tahun ke atas, sebesar 2,85 persen.
Secara nasional, jika dilihat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, grafik pengangguran di kelompok Gen Z memang cenderung naik-turun, meski angka TPT pada Agustus 2023, 19,40 persen, tercatat naik 0,71 persen poin dari Agustus 2019, ketika TPT kelompok usia 15-24 tahun bertengger di angka 18,69 persen.
Kenaikan tertinggi persentase pengangguran di kalangan Gen Z tercatat terjadi pada tahun 2020, bertepatan dengan masa awal pandemi COVID-19, sebesar 20,46 persen. Jumlahnya naik 1,77 persen poin dari tahun sebelumnya.
Meski begitu, pada Agustus 2021, angka ini mengalami penurunan sebesar 0,91 persen poin menjadi 19,55 persen, sebelum kembali naik sebesar 1,08 persen poin menjadi 20,63 persen pada Agustus 2022. Angka TPT lalu turun lagi sebesar 1,23 persen poin menjadi 19,40 pada Agustus 2023.
Merespons temuan ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berkata, masalah utama dari banyaknya Gen Z yang belum bekerja disebabkan oleh adanya gap kesesuaian antara keahlian yang diperoleh dari dunia pendidikan dengan kebutuhan industri.
Masalah ini mencakup sekolah vokasi, yang menurutnya seharusnya menghasilkan lulusan yang langsung siap kerja di industri.
“Jadi pelaku industri di Indonesia ini harus mempersiapkan biaya training yang sangat mahal ketika merekrut lulusan baru atau fresh graduate,” ujar Bhima kepada Tirto, Selasa (7/11/2023).
Sementara itu, perspektif lain diberikan oleh pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi. Ia mengatakan, tingginya jumlah pengangguran pada Gen Z menjadi wajar karena survei dilakukan Sakernas pada Agustus 2023.
Pada periode tersebut, kebanyakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga perguruan tinggi baru lulus dan melangsungkan wisuda, tambahnya.
“Pada masa seperti itu orang baru keluar itu biasanya angka pengangguran itu tinggi. Karena mereka kalau ditanya, 'Apa kegiatan Anda sekarang', jawabnya 'Sedang mencari kerja', itu disebut pengangguran. Kemungkinan itu satu,” kata Tajudin saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (7/11/2023).
Tadjudin menilai, persoalan lain dari tingginya angka pengangguran Gen Z, adalah mayoritas dari orang-orang dari kelompok usia ini belum siap untuk bekerja. Pertama, ia menduga keahlian mereka tidak sesuai dengan yang dikehendaki pasar, termasuk lulusan SMA dan SMK.
Sebagai informasi, berdasarkan data Sakernas 2023, berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT pada Agustus 2023 mempunyai pola yang hampir sama dengan Agustus 2022.
Pada Agustus 2023, TPT tamatan SMK, sebesar 9,31 persen, tercatat yang paling tinggi dibandingkan TPT tamatan jenjang pendidikan lainnya.
Jumlah TPT tertinggi selanjutnya adalah tamatan SMA, sebesar 8,15 persen, dan diploma IV, S1, S2, dan S3, sebesar 5,18 persen.
Sebagai perbandingan, pada Agustus 2022, TPT tamatan SMK juga tercatat paling tinggi dengan 9,42 persen, disusul SMA (8,57 persen), dan Diploma IV, S1, S2, S3 (4,80 persen).
Lantas, bagaimana komitmen pemerintah dan calon presiden selanjutnya dalam mengatasi masalah pengangguran?
Respons Pemerintah dan Komitmen Calon Presiden Selanjutnya
Mengutip laporan Tirto, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, mengakui, pekerjaan rumah pemerintah saat ini memang masih cukup besar karena tingginya pengangguran di kelompok Gen Z.
Namun, kata Anwar, penyebab pengangguran ini perlu dicermati. Menurutnya, bisa jadi kelompok Gen Z menganggur memang tidak diterima kerja, tapi bisa jadi pula mereka tidak mau bekerja karena masih menggantungkan kebutuhan hidup mereka kepada orang tua.
"Kalau mereka tidak bekerja, bisa disebabkan karena bidang pekerjaan tersebut tidak diminati dengan alasan kurang prestise. Atau mereka nggak masuk karena kompetensi yang dimiliki kurang sesuai atau belum mencukupi," kata Anwar kepada Tirto, Selasa (7/11/2023).
Dalam hal ini, pihaknya berjanji akan mendorong mereka masuk atau diterima dalam pasar kerja dengan memberikan pelatihan sesuai dengan permintaan pasar kerja. Selain itu, edukasi tentang pasar kerja juga akan dilakukan secara masif.
Sebagai langkah mendukung pelayanan pencari kerja yang efektif, Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim sudah memberikan pembekalan berupa Pelatihan Mandiri (Self-Training) bagi para pencari kerja.
Sementara itu, terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang sudah di depan mata, ketiga pasangan bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) juga menyebut persoalan lapangan kerja dalam visi-misi dan program kerja masing-masing.
Dalam dokumen visi-misinya, pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, menjanjikan akan menghadirkan 15 juta lapangan pekerjaan baru, termasuk green jobs atau jenis pekerjaan yang mendukung pelestarian lingkungan pada periode 2025 - 2029. Adapun mereka memasang target penurunan TPT dari 5,45 persen pada Februari 2023 menjadi 3,5 persen hingga 4 persen pada 2029.
Sementara itu, pada dokumen visi-misi pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, paslon ini menyebut akan mendorong kewirausahaan untuk membuka lebih banyak lapangan kerja sebagai turunan misi mereka terkait lapangan kerja.
Mereka juga menjanjikan untuk mengutamakan tenaga kerja lokal dan pembatasan tenaga kerja asing. Selain itu, paslon ini menyinggung akan mendorong pertumbuhan usaha rintisan berbasis inovasi digital untuk membuka lapangan pekerjaan baru.
Terakhir, pada dokumen visi-misi pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo - Mahfud MD, lapangan kerja menjadi isu turunan dari misi ke-3 mereka yakni "Cepat Kerja — 17 Juta Lapangan Kerja Baru".
Program ini dimaksudkan memberi kepastian penyerapan angkatan kerja baru setiap tahun dan mengurangi jumlah pengangguran, hingga mencapai tingkat penyerapan tenaga kerja optimal, agar semua rakyat cepat mendapat pekerjaan.
Editor: Farida Susanty