tirto.id - PT Fast Food Indonesia mendapat protes dari para pekerjanya. Perusahaan pemegang hak waralaba tunggal untuk Kentucky Fried Chicken (KFC) tersebut dianggap menyalahi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sejak April 2020 atau satu bulan setelah COVID-19 dinyatakan resmi masuk ke Indonesia, KFC Indonesia memotong upah para pekerja sebesar 30-50 persen. Insentif lembur tak cair. Pada bulan yang sama, 450 pekerja di Gresik, Surabaya, Malang, Mojokerto, Jombang, dan Sidoarjo dirumahkan, berbarengan dengan penutupan sementara gerai yang ada di daerah-daerah tersebut.
Para pekerja sempat menggelar protes pada November 2020. Ketika itu Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) KFC menuntut perusahaan menunaikan pembayaran THR. THR dibayarkan dalam tiga termin, dengan termin pertama sebesar 50 persen pada Agustus 2020.
Menurut Koordinator Wilayah SPBI KFC Anthony Matondang, semua yang dilakukan perusahaan didalilkan kepada kebijakan pemerintah tentang bisnis dalam masa pandemi. Lewat Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/III/2020, perusahaan diberikan keleluasaan untuk menyesuaikan pembayaran. Berlanjut dengan Permenaker Nomor 2 Tahun 2021. Pada Pasal 6 ayat (1), perusahaan juga diperbolehkan melakukan penyesuaian besaran upah.
Senin kemarin (12/4/2021) para buruh mendatangi kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan mengadukan nasib mereka. “Kami serahkan berkas perkara KFC. Dan akan secepatnya ditindaklanjuti,” ujar Anthony kepada reporter Tirto, Selasa (13/4/2021). “Kami mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dalam hal ini Dirjenbinawas untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran norma ketenagakerjaan di PT Fast Food Indonesia,” tambahnya.
Setelah protes dan mengunjungi Kemnaker, KFC Indonesia mengeluarkan internal memo. Dalam memo tersebut mereka menyatakan seluruh karyawan bekerja 40 jam per minggu; perusahaan juga akan menormalkan upah. Sebelumnya, karena upah dipangkas 30 persen, para buruh hanya bekerja 20 jam per minggu.
Anehnya memo tersebut tertanggal 12 Maret 2021 dan “pelaksanaan ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2021,” tulis People Management Manager PT Fast Food Indonesia Risma D Sibarani. Anthony dan SPBI tentu heran karena tanggal surat terbit sebulan lalu. “Inilah ngawurnya KFC,” ujar Anthony.
Selain soal jam kerja dan upah, Anthony mengatakan sampai sekarang “THR dan tunjangan-tunjangan” juga belum jelas. Anthony berharap perusahaan bisa memberikan THR tahun ini sesuai PKB dan menaikkan upah para pekerja di level staf dan membayarkan insentif lembur mereka.
Tirto berupaya mengonfirmasi semua persoalan ini kepada Direktur PT Fast Food Indonesia Justinus Dalimin Juwono dan CEO PT Fast Food Indonesia Eric Leong melalui pesan singkat dan sambungan telepon. Namun keduanya tidak merespons.
Namun Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi memastikan telah menerima berkas perkara tersebut melalui Ditjen Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI). Kini mereka sedang melakukan investigasi.
“Kami menunggu hasil tim yang sudah mulai kami turunkan. [Hasilnya] segera nanti kami sampaikan,” ujar Anwar kepada reporter Tirto, Selasa.
Menurut dosen hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Risfa Izzati, pemotongan upah dalam kondisi mendesak tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan. Namun situasinya berubah dengan kehadiran Permenaker 2/2021 yang “melegalkan pemotongan upah dengan alasan Covid.”
“Tapi, permenaker ini harusnya spesifik berlaku hanya di industri padat karya. KFC harusnya enggak masuk kriteria ini sehingga jelas pemotongan upah ini melanggar ketentuan hukum,” kata Nabiyla kepada reporter Tirto, Selasa.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino