tirto.id - Resimen Mahasiswa (Menwa) mendapat soroton publik, ketika giat yang mereka lakukan menimbulkan korban jiwa. Pada 24 Oktober 2021, Gilang Endi, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, meninggal dunia dalam pendidikan dan latihan dasar (Diklatsar) Menwa. Dua orang panitia menjadi tersangka.
Mundur satu bulan atau pada 25 September 2021, giat pembaretan Menwa Satuan UPN “Veteran” Jakarta juga menimbulkan korban jiwa, namun baru terungkap publik pada 29 November 2021 melalui pemberitaan media mahasiswa Aspirasionline.com. Korban bernama Fauziyah Nabilah Luthfi, mahasiswa D3 angkatan 2020 Fakultas Fisioterapi. Ia tewas setelah mengikuti longmarch sejauh 3 kilometer (dari jarak semestinya 10 kilometer) di Sentul, Jawa Barat.
Pada 1 November 2021, pihak kampus membentuk Tim Komisi Disiplin untuk mencari data dan fakta kematian Fauziyah dalam giat tanpa izin tersebut. Kepada Tirto, Wakil Rektor III UPN “Veteran” Jakarta Ria Maria Theresa mengungkapkan dugaan sementara penyebab kematian korban, kemungkinan karena sakit, katanya.
Ria bertindak sebagai Ketua Tim Komdis. Terdiri dari berbagai unsur civitas yakni, rektorat, kepala biro, dosen, dan tenaga pendidik. Ia menjanjikan kerja tim sudah menghasilkan pada pertengahan Desember 2021.
Pasca kejadian, pihak kampus membekukan Menwa Satuan UPNVJ. “Menwanya masih ada. Tapi tidak ada kegiatan,” ujar Ria.
Menurut Wadanmen Jayakarta Emanuel Mikael Kota, giat pembaretan merupakan tradisi dari setiap satuan atau batalyon Menwa. Namun setiap satuan meski melapor pra-pasca giat ke Komando Menwa (Komenwa).
“Satuan atau batalyon wajib membuat isi renlat [rencana latihan] dan melampirkan surat izin dari pimpinan perguruan tinggi. Diperiksa oleh Staff Komenwa. Baru diterbitkan izin kegiatan setelahnya,” ujar Emanuel kepada reporter Tirto, Rabu (1/12/2021).
Menurut Emanuel, Menwa Satuan UPNVJ sudah mendapatkan izin dari pembina. Sehingga Komenwa Jayakarta mengizinkan pelaksanaan giat pembaretan tersebut.
“Satgas sudah dapatkan izin dari pembina Menwa,” ujarnya.
Reporter Tirto berusaha menghubungi Pembina Menwa UPNVJ, M. Ikhsan Amar pada Rabu (1/12/2021). Namun hingga naskah ini dirilis, Ikhsan tidak merespons.
Mahasiswa Desak Menwa Dibubarkan
Peristiwa tersebut memantik aksi protes lintas organisasi mahasiswa dengan nama Aliansi UPNVJ Bergerak. Mereka menuntut beberapa hal yakni, pihak kampus dan Menwa bertanggungjawab, dan menuntut agar Menwa Satuan UPNVJ dibubarkan.
“Mengutuk keras kecacatan prosedural yang dilakukan menwa,” ujar Koordinator Aliansi UPNVJ Bergerak Ivanno Julius Reynaldi dalam keterangan tertulis.
Namun tuntutan membubarkan menwa dinilai tak relevan oleh Komando Resimen Mahasiswa (Komenwa) Jayakarta.
"Kalau ada kesalahan oknum, maka oknum tersebut yang ditindak bukan organisasinya yang dibubarkan. Banyak giat menwa yang positif," uja Wadanmen Jayakarta Emanuel Mikael Kota kepada Tirto, Selasa (30/11/2021).
Meski demikian, ia tetap menghargai usulan pembubaran tersebut sebagai hak berpendapat.
"Jika kematian siswa dijadikan alasan, apakah saat STPN atau sekolah kedinasan lainnya ada yang meninggal, institut tersebut harus dibubarkan? Apakah jika ada siswa Akmil/Akpol yang meninggal saat pendidikan maka organisasinya harus dibubarkan?" ujarnya.
Menyikapi peristiwa tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meminta kepada Rektor Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) agar mengusut tuntas kasus.
“Kemendikbudristek mengingatkan seluruh kampus agar meningkatkan bimbingan profesional dengan SOP K3 yang baik untuk setiap kegiatan kemahasiswaan yang mengandung resiko tinggi,” ujar Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang kepada Tirto, Rabu (1/12/2021).
Semrawut Kelola Menwa
Eksistensi Menwa masih dianggap relevan dalam konteks pendidikan maupun bela negara sebagaimana UU PSDN. Namun menurut Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi pengelolaan menwa sejak awal masa reformasi buruk.
Setidaknya oleh tiga kementerian yang termaktub dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. KB/14/M/X/2000, 6/U/KB/2000, dan 39A pada 11 Oktober 2000.
“Carut marut pengelolaan terjadi di banyak daerah karena tidak jelasnya payung hukum, sehingga kemudian pembinaan dilakukan berdasar tafsir regulasi yang berbeda-beda, bergantung pada pemahaman, kedekatan dan itikad dari pihak perguruan tinggi, kepala daerah dan pimpinan TNI maupun Kemhan setempat,” ujar Fahmi kepada reporter Tirto, Rabu (1/12/2021).
Tiga kementerian terkait, menurut Fahmi, mesti meninjau ulang pembinaan Menwa. Serta menunjuk lembaga yang tepat untuk membina.
“Bisa saja dengan struktur mirip Pramuka atau cukup hanya dibebankan pada fungsi teknis dalam kementerian yang terkait untuk memudahkan koordinasi dan merumuskan pola pembinaan yang berlaku sama seluruh Indonesia. Sedangkan Komando teknis hanya di dalam perguruan tinggi hingga di tingkat provinsi,” ujarnya.
Kesemrawutan Menwa juga terjadi karena kemunculan Konas Menwa selaku induk organisasi Menwa dalam skala nasional. Hal ini disayangkan Fahmi, sebab Menwa merupakan unit kegiatan mahasiswa intra kampus, bukan organisasi masyarakat kepemudaan di luar kampus.
“Jangan sampai keberadaan Resimen Mahasiswa yang dihajatkan untuk wadah partisipasi mahasiswa dalam bela negara, melenceng dari jalur dan menjadi alat kepentingan politik praktis ataupun disalahgunakan untuk sekedar menjadi alat melanggengkan kekuasaan,” tukasnya.
Reporter Tirto berusaha menghubungi Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benny Irwan dan Kementerian Pertahanan. Sayangnya, hingga naskah ini dirilis, mereka belum meresponsnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz