Menuju konten utama

Mahasiswa Butuh Demokratisasi Kampus Bukan Komcad, Pak Prabowo

Pemerintah mencanangkan Komcad (komponen cadangan) bagi mahasiswa, padahal jauh lebih penting membangun kehidupan kampus yang demokratis.

Mahasiswa Butuh Demokratisasi Kampus Bukan Komcad, Pak Prabowo
Ilustrasi peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) bela negara di Korem 162/WB di Mataram, NTB, Selasa  (6/11/2018). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi.

tirto.id - Generasi milenial diharapkan bisa bergabung dengan Komponen Cadangan (Komcad) sebagai wujud kecintaan terhadap negara. Imbauan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono.

Harapannya, Indonesia akan memasuki era bonus demografi pada 2025-2030, yang akan didominasi oleh usia produktif yakni para generasi milenial tersebut.

Dalam keterangan tertulisnya pada 16 Agustus 2020, Sakti menampik Komcad disamakan dengan wajib militer. Menurutnya, Komcad adalah “kesadaran dari warga masyarakat yang ingin membela negara jika terjadi perang.”

Secara teknis, para warga akan dikembalikan ke masyarakat usai pelatihan. Kemudian akan dipanggil kembali jika situasi negara dalam keadaan siap tempur. Hal tersebut, menurutnya, sesuai dengan UU Nomor 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

Kementerian yang dibawahi Menhan Prabowo Subianto ini akan menjalin kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar para mahasiswa bisa tergabung dalam program Bela Negara selama satu semester. Tujuannya agar Indonesia “memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, melainkan cinta bangsa dan negara dalam kesehariannya.”

Dalam kesempatan berbeda pada 21 Agustus 2020, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Nizam menyambut baik wacana tersebut. Menurutnya, program itu hanya bersifat sukarela dan bertujuan untuk “memenuhi hak mahasiswa.”

Menurut Nizam, apabila mahasiswa bergabung sebagai Komcad maka yang bersangkutan akan mendapatkan gelar lain di luar gelar sarjana dari kampus. Para mahasiswa itu, lanjut Nizam, berkesempatan “menjadi perwira cadangan” selagi memenuhi syarat.

Segala bentuk pelatihan akan dipersiapkan oleh Kemhan. Selanjutnya, menurut Nizam, Kemendikbud akan bekerja sama dalam program-program kepemimpinan dan bela negara dengan Kemhan.

Demokratisasi Kampus Lebih Urgen

Sementara itu, Koordinator Pusat Dewan Eksekutif Mahasiswa PTKIN Se-Indonesia Onky Fachrur Rozie menilai wacana Komcad cukup bagus. Sebab, menurutnya, segala yang berkaitan dengan kecintaan terhadap bangsa dan negara perlu didukung, sebagaimana yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa ini.

Namun, wacana tersebut menjadi tidak tepat jika diperuntukkan menghadapi tantangan bonus demografi.

“Yang kita butuhkan pembentukan karakter milenial menuju bonus demografi, melalui media pembelajaran seperti kampus dan organisasi yang ada,” ujarnya kepada Tirto, Sabtu (22/8/2020).

Menurut Onky, pemerintah perlu memikirkan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Semisal dengan pembelajaran keahlian bagi para milenial untuk menghadapi dunia yang serba cepat.

“Masih ada hal yang lebih urgen lagi di tengah mahasiswa yakni jaminan keberlangsungan pendidikan dan demokratisasi kampus,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah mau mengkaji ulang wacana Komcad dengan melibatkan milenial, khususnya kelompok mahasiswa. Sebab, menurutnya, masih banyak “problematika yang lebih penting di dalam perguruan tinggi yang harus dibenahi.”

Senada, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai para mahasiswa tidak perlu diikutsertakan sebagai Komcad meskipun sifatnya sukarela. Menurutnya, program semacam itu “cukup di akademi militer dan kepolisian, tidak perlu masuk-masuk kampus.”

Kemendikbud Jangan Asal Ikut Kemhan

Kepada Tirto, Ubaid mengatakan, pemerintah semestinya fokus membenahi hal yang lebih memiliki urgensi. Semisal membenahi “kemerdekaan berpikir, penguatan nalar kritis, peningkatan kualitas riset dan pengabdian masyarakat,” hal tersebut “jauh lebih penting dari Komcad.”

Ia juga mendesak Kemendikbud untuk bersikap dan tidak asal mengikuti usulan Kemhan.

“Mendikbud harus punya pendirian, jangan asal ikut-ikutan. Tidak ada urgensi dan relevansi dengan peningkatan kualitas pendidikan di kampus,” ujarnya pada Sabtu (22/8/2020).

Sementara menurut Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) yang membidani aksi Gejayan Memanggil, pemerintah terlalu memaksakan penyeragaman konsep nasionalisme bagi kaum milenial melalui wacana Komcad.

Padahal, menurut mereka, yang diwakilkan Humas ARB Lusi, “setiap orang berhak mengartikulasi, mendefinisikan dan mengekspresikan konsep nasionalismenya secara otonom.”

Selain itu, ARB memandang wacana Komcad tidak relevan dengan kondisi dunia yang sedang menghadapi resesi ekonomi dan bukan ancaman perang fisik.

Pemerintah seharusnya justru mempersiapkan diri mengatur strategi ekonomi mandiri dengan “memperkuat koperasi dan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi akar rumput,” misalnya.

Lebih lanjut, ARB memandang wacana Komcad akan berpotensi memperkuat peranan militer di ranah sipil. “Yang mana pengembalian militer ke barak merupakan konsensus yang sudah diperjuangkan lewat reformasi,” ujar Lusi kepada Tirto, Sabtu (22/8/2020).

Baca juga artikel terkait KOMPONEN CADANGAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri