Menuju konten utama

Milenial Perlu Gabung Komponen Cadangan agar Cinta Negara? Tidak.

Komcad dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air. Padahal masih banyak cara di luar pendekatan militeristik itu.

Milenial Perlu Gabung Komponen Cadangan agar Cinta Negara? Tidak.
Anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) mengikuti pawai bela negara di kawasan Tugu Pal Putih, DI Yogyakarta, Rabu (28/2/2018). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

tirto.id - Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan salah salah satu cara generasi milenial menunjukkan kecintaannya terhadap negara adalah bergabung ke Komponen Cadangan alias Komcad. Pengamat menilai ini keliru. Masih banyak cara untuk menunjukkan dan menumbuhkan rasa tersebut.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara menyebut Komcad adalah "sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama," yang tak lain adalah TNI.

"Difasilitasi dengan memberikan pelatihan selama beberapa bulan. Usai latihan dikembalikan ke masyarakat. Jika negara dalam keadaan perang, mereka siap bertempur," kata Wahyu melalui keterangan tertulis, Minggu (16/8/2020). "Komcad ini bukan wajib militer," katanya menjelaskan.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) tengah menjajaki kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) agar para mahasiswa bisa ikut Program Bela Negara, salah satu program merekrut Komcad. Kemhan ingin para mahasiswa mengikuti program itu selama satu semester.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud Nizam mengatakan mahasiswa yang mengikuti Komcad, "kalau memenuhi syarat, saat lulus selain mendapat kesarjanaan juga dapat menjadi perwira cadangan."

Wahyu lantas membandingkan Indonesia dengan Korea Selatan, yang "mengguncang dunia melalui budaya K-Pop." "Indonesia harusnya bisa seperti itu karena kita punya seni dan budaya yang banyak."

Dikritik

Salah satu yang mengkritik itu adalah Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.

"[Wamenhan] salah analisis. K-Pop ada karena pemerintah [Korea Selatan] menunjang tinggi program budaya dan seni, bukan karena pelatihan Komcad," tutur dia ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (18/8/2020).

Menurutnya mengapa Wahyu mengusulkan demikian adalah ada asumsi bahwa cuma tentara yang cinta Indonesia, dan hanya mereka pula yang dapat menularkan itu ke orang lain. Selain itu, menurutnya bidang-bidang lain pun tak kalah penting dari angkatan bersenjata. Seorang ilmuwan, atau atlet, atau dokter, punya peran yang tak kalah penting dibanding TNI.

Ditarik lebih jauh, usul ini keliru karena masalah di dalam internal TNI masih banyak. Banyak komponen utama yang justru tidak bekerja sesuai tugas pokok mereka, yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI).

Satu contoh adalah upaya memasukkan TNI ke dalam program lumbung pangan yang dikepalai Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Ini hal kontraproduktif, menyiapkan Komcad tapi Komponen Utama dilarikan ke hal-hal yang tidak sesuai tugas dan fungsi," katanya.

Kritik Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri serupa. Memupuk kecintaan terhadap Tanah Air, katanya, bisa dengan berbagai cara, tidak mesti dengan pelatihan militeristik.

Ia juga mengkritik pernyataan Wahyu yang mengaitkan antara Komcad dengan mempersiapkan generasi muda untuk menggerakkan ekonomi di masa depan. "Kalau konteks ekonomi, yang didorong untuk tampil ada kementerian/lembaga yang memiliki sumber daya, keterampilan, jaringan, modal. Misalnya Kementerian Pendidikan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, itu lebih relevan," ujar dia ketika dihubungi reporter Tirto.

Sama seperti Isnur, ia juga mengatakan masih ada masalah dalam internal TNI dan butuh pembenahan. Rencana yang disebutkan Wahyu dianggap dapat memunculkan permasalahan baru. "Kalau proses pendidikan kemiliteran dilakukan dengan aturan bermasalah, justru yang terjadi ialah militerisasi masyarakat."

Ancamannya Apa?

Leopold Sudaryono, kriminolog dari Universitas Indonesia, mengatakan semestinya yang perlu dijawab terlebih dulu adalah: ancaman terbesar ke depan dalam konteks pertahanan negara itu apa? Apakah serangan militer secara langsung dari negara lain, ataukah masalah internal seperti korupsi, penegakan hukum yang buruk, penyalahgunaan wewenang, dan kemiskinan?

"Kalau itu (masalah internal) ancamannya, solusinya bukan latihan militer dan mobilisasi," ucap Leopold ketika dihubungi reporter Tirto.

Latihan militer ala Komcad hanya tepat jika Kemhan bisa menunjukkan analisis dan bukti awal bahwa serangan militer terhadap Indonesia itu merupakan ancaman nomor satu, katanya. Jika ini dipaksakan tanpa menjawab pertanyaan utama itu, Komcad hanya berpotensi membebani keuangan negara.

Selain itu, memberikan pelatihan Komcad tapi di satu sisi tidak ada perbaikan dalam situasi dalam negeri hanya akan berujung sia-sia. Sebab, katanya, "generasi milenial belajar dari contoh dan teladan. Jika pengertian cinta negara adalah bentuk pertikaian politik, menghalalkan segala cara, koruptif, kebijakan yang tidak pro-rakyat, ya, itulah yang akan mereka ikuti dan anut."

Baca juga artikel terkait KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino