tirto.id - Varian COVID-19 B.1.1.529 atau Omicron ditemukan dan menyebar dengan cepat di Afrika Selatan. Varian ini disinyalir awalnya berkembang dan bermutasi pada seseorang yang memiliki gangguan kekebalan tubuh seperti ODHA atau orang dengan human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan berdasarkan briefing yang disampaikan oleh WHO, kemunculan varian ini kemungkinan karena banyak penduduk Afrika Selatan yang mengidap HIV/AIDS. Berdasarkan data dari United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) pada 2020 diperkirakan terdapat 7,8 juta orang dewasa dan anak-anak yang hidup dengan HIV.
“Jadi kasus terjadinya varian baru ini didapatkan pada orang dengan status HIV yang belum mendapatkan vaksinasi dan juga yang sudah mendapatkan vaksinasi,” kata Nadia saat temu media ‘Hari AIDS Sedunia Tahun 2021’ yang diadakan secara virtual, Senin (29/11/2021).
Nadia mengatakan temuan varian baru Omicron ini sama seperti varian COVID-19 Beta yang juga pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Kedua varian sama-sama disebut dapat mempengaruhi efikasi vaksin karena dapat lolos dari sistem imun.
“Jadi kalau melihat kedua informasi kita tahu ada dua varian yang berasal dari Afrika Selatan yang sekarang tercatat sebagai varian of concern yaitu varian Beda dan Omicron. Dan itu banyak terjadi pada orang dengan HIV,” kata Nadia.
Saat dihubungi kembali, Selasa (30/11/2021) Nadia mengatakan bahwa kemungkinan orang yang terkena varian Omicron di Afrika Selatan pada mulanya adalah orang dengan HIV/AID yang belum memulai pengobatan.
“Karena di Afrika Selatan banyak orang dengan HIV belum mulai [pengobatan] ARV (antiretroviral) dan lalu terkena COVID-19,” kata Nadia.
Oleh sebab itu, ia mengimbau agar orang dengan HIV atau AIDS di Indonesia harus minum obat antiretroviral, melakukan vaksinasi COVID-19 dan tetap menjaga protokol kesehatan dengan ketat untuk mengantisipasi varian Omicron atau mutasi varian baru lainnya.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi Imunologi Haridana Indah Setiawati Mahdi saat temu media “Hari AIDS Sedunia Tahun 2021” mengatakan beberapa kali di tempatnya bekerja di RS PELNI juga menerima pasien COVID-19 dengan HIV/AID. Ia menyebut bahwa ODHA rentan terpapar COVID-19.
“Apakah orang dengan HIV/AIDS rentan terinfeksi COVID-19? Iya pastinya bila tidak minum, ARV secara teratur. Pastinya infeksi oportunistik yang muncul akibatnya rentan. Ibu hamil dengan HIV positif, anak-anak dengan HIV positif kalau dia minum obatnya tidak bagus gampang sekali kena COVID-19,” ujarnya.
Gangguan Imun pada ODHA Bikin Rentan
Pengajar Biologi Molekuler di Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengatakan banyaknya warga Afrika Selatan yang terkena HIV/AIDS menjadi salah satu faktor yang menurutnya membuat varian Omicron begitu banyak bermutasi dan cepat menular.
“Dugaan saya, penularan yang tidak terkendali menyebabkan si virus menemukan seseorang dengan imunitas yang sudah terkompromi, apalagi di Afrika Selatan 40% warganya terkena HIV/AIDS yang tentunya imunitasnya tidak sebaik orang yang tanpa HIV/AIDS,” kata Ahmad kepada reporter Tirto.
Ketika imunitas terkompromi karena HIV/AID, maka tubuh akan menjadi kesulitan untuk menghilangkan virus. Sehingga virus dengan leluasa memperbanyak diri dan berkembang.
“Akibatnya virus bereplikasi lebih lama, dan kemungkinan melakukan kesalahan (salah ketik alias mutasi) tentu lebih mudah,” kata Ahmad.
Ketika ODHA yang imunitasnya telah terkompromi dan menghasilkan mutasi virus di dalam tubuhnya mulai menularkan virus tersebut ke orang lain.
“Kerena kombinasi mutasinya bagus untuk virus mudah menular ya akhirnya mudah tersebar. Saking mudahnya menular, si virus mampu menular antar orang di dalam hotel dimana mereka tidak saling ketemu,” kata Ahmad.
Kendala ODHA Mengakses Layanan
Ketua Sekretariat Nasional Jaringan Indonesia Positif Meirinda Sebayang mengatakan munculnya varian Omicron menjadi tantangan besar untuk dapat terbebas dari AIDS 2030.
“Saat ini kami mendengar bahwa Omicron sudah mulai masuk dan ini akan menjadi bayang-bayang lain yang akan berpotensi menghambat jalan kita dalam mengakhiri AIDS 2030 dan ini akan juga menyebabkan pandemi COVID-19 berlangsung kian lama," ujar Meirinda dalam diskusi virtual, Selasa (30/11/2021).
Merinda mengatakan selama ini ODHA sudah mengalami banyak kendala saat masa pandemi COVID-19. Padahal mereka merupakan kelompok yang rentan.
Berdasarkan hasil survei pada Agustus 2020, dampak COVID-19 terhadap ODHA cukup signifikan. Penyebaran HIV/AIDS dan COVID-19 menyebabkan ketidaksetaraan sosial, keterbatasan akses kesehatan, permasalahan ekonomi, termasuk pelanggaran hukum dan HAM.
Survei terhadap 1.035 orang yang hidup dengan HIV/AIDS itu menunjukkan sebanyak 5 persen responden mengalami penolakan perawatan COVID-19, dengan alasan harus menyertakan surat rujukan dari dokter yang merawat HIV. Alasan lainnya adalah tidak ada kamar perawatan untuk pasien COVID-19 dan ODHA.
Kemudian survei menunjukkan sebanyak 44,9 persen responden tidak memiliki jadwal vaksin COVID-19.
“[Padahal] vaksin COVID-19 bagi orang dengan HIV sangat penting karena orang dengan HIV cukup rentan. Karena berdasarkan data orang yang telah dalam pengobatan ARV yang diasumsikan dengan virus sudah tersupresi hanya 26 persen, maka banyak orang dengan HIV yang saat ini kualitas kesehatannya sangat rentan terpapar COVID-19,“ kata Meirinda.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz