Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Debat Capres Terakhir Landai dan Antiklimaks, Siapa Unggul?

Menurut Dedi Kurnia Syah, debat terakhir dianggap penutup untuk menciptakan kesan, dan karena serangan agresif hanya berefek pada loyalis sendiri. 

Debat Capres Terakhir Landai dan Antiklimaks, Siapa Unggul?
Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Youtube/KPU RI

tirto.id - Para calon presiden (capres) melakoni debat terakhir yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu (4/2/2024) malam.

Debat pamungkas ini mengangkat tema tentang “Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi.

Di laga penghujung yang semula diprediksi akan berlangsung panas, ketiganya justru tampil datar dan cenderung kering.

Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai debat terakhir capres tidak klimaks selaiknya yang ditunggu-tunggu oleh publik. Di sisi lain, Arifki mengakui debat semalam banyak menonjolkan gagasan ketiga capres.

“Para capres terlihat lebih berhati-hati menjalankan debat. Sepertinya, para capres lebih menjaga konten yang keluar pascadebat. Apalagi pemilihan tinggal beberapa hari lagi,” kata Arifki dalam keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).

Pada debat sebelumnya, menurut dia, silat lidah antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto lebih menarik perhatian publik dibanding tadi malam. Meski demikian, pada debat terakhir, publik sempat disajikan saling sahut antara Ganjar Pranowo dan Prabowo tentang isu makan siang gratis dan internet gratis.

“Debat terakhir memang sedikit mengecewakan pendukung paslon yang fanatik, karena tidak ada bahan atau konten yang terlalu menyerang,” ujarnya.

Alih-alih saling serang, dalam beberapa momen, para kontestan debat justru tukar-menukar afirmasi gagasan.

Misalnya, ketika capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyetujui pendapat capres nomor urut 1, Anies Baswedan, soal meningkatkan kompetensi serta kesejahteraan guru dan dosen.

Anies menawarkan sejumlah program seperti percepatan sertifikasi guru, pengangkatan 700 ribu guru honorer menjadi guru PPPK, beasiswa untuk anak guru dan anak dosen serta anak tenaga kependidikan, juga penghargaan dan tunjangan dosen dan peneliti.

“Secara garis besar, secara objektif, saya menilai jawaban-jawaban Pak Anies baik, bagus, relevan, dan banyak setuju dengan jawaban tersebut,” kata Prabowo menanggapi gagasan Anies.

Momen serupa juga terjadi saat Anies menawarkan gagasan soal pembentukan Menteri Kebudayaan yang ditanggapi Prabowo dengan persetujuan. Hal ini cukup kontras mengingat di debat sebelumnya, antara Prabowo dan Anies, kerap saling sanggah dan menimbulkan momen panas di podium.

“Kementerian Kebudayaan yang nantinya akan jadi penyalur sumber daya negara untuk diberikan pada kalangan budayawan agar tumbuh berkembang membangun karya kebudayaan yang luar biasa di Indonesia,” ungkap Anies.

“Saya bisa menerima, saya juga setuju itu, kalau saya jadi presiden saya akan memikirkan Kementerian Kebudayaan,” sahut Prabowo.

Di sisi lain, Anies juga sempat menyetujui argumen Ganjar soal penanganan sektor kesehatan yang perlu okus pada level preventif.

Ganjar menyampaikan bahwa angka harapan hidup bergantung kepada pelayanan kesehatan yang baik hingga kebudayaan yang baik. Dia menyoroti posisi angka harapan hidup manusia Indonesia yang menduduki urutan 10 dari 11 negara di Asia Tenggara (ASEAN).

“Tadi saya sampaikan preventif diwujudkan dalam bentuk pengetahuan kesehatan, minimal dari kita sendiri berupa olahraga dan makan makanan sehat,” kata Ganjar.

“Yang tadi disampaikan [Ganjar] baik, dan izinkan saya teruskan bahwa salah satu persoalan utama adalah pusat kesehatan masyarakat kita saat ini diarahkan untuk terlalu fokus pada hal-hal yang sifatnya kuratif,” timpal Anies.

Debat kelima Pilpres 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyampaikan pandangannya saat debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Kritik Makan Siang Gratis dan Bansos

Meski cenderung datar dan antiklimaks, debat semalam bukan tanpa riak. Tetap terdapat pertentangan ide dan gagasan. Momen itu misalnya terlihat ketika Ganjar mencari celah untuk mengkritik program Prabowo soal makan siang gratis.

Hal ini bermula ketika Prabowo bertanya pendapat Ganjar soal program makan siang gratis sebagai jawaban masalah stunting (tengkes) di Indonesia. Ganjar menjawabnya dengan menyebut tawaran program Prabowo tidak solutif.

”Memberi makan siang gratis adalah upaya terlambat untuk mengatasi tengkes, karena upaya pencegahan semestinya dilakukan dengan memberikan makanan bergizi kepada ibu hamil, sejak anak itu dalam kandungan,” ujar Ganjar.

Prabowo berusaha menjelaskan lebih jauh soal makan siang gratis tersebut yang dimaksudkan diberikan untuk anak-anak dan ibu hamil. Namun, Ganjar membantah dengan menyoroti bahwa hal itu seharusnya dilakukan sedari dini sejak pasangan muda mudi akan menikah.

Di sisi lain, Anies menilai Prabowo tidak menjawab pertanyaannya soal pemberdayaan dan perlindungan perempuan. Ketika ditanya soal tersebut, Prabowo menjawabnya dengan fokus pemberian gizi makanan untuk ibu hamil dan pendidikan setara bagi perempuan.

“Kita benar-benar melihat peran perempuan sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Karena itu, fokus saya adalah membantu gizi makan untuk ibu-ibu hamil,” ungkap Prabowo.

Anies menilai jawaban itu tidak menjawab pertanyaannya. “Terima kasih Pak Prabowo, tapi tampaknya bapak belum menjawab pertanyaan kami,” ucap Anies.

Menanggapi hal itu, Prabowo lantas menilai Anies tidak tegas dalam gagasannya. Ia menyoroti bahwa perlindungan perempuan harus dilakukan dengan penegakan hukum.

“Kita harus tegakkan hukum! Dalam perlindungan masalah-masalah itu kita tegakkan hukum. Dan itu harus kita tegakkan dengan sekeras-kerasnya!” kata Prabowo.

Sementara itu, Anies dan Ganjar juga kompak mengkritik soal tata laksana bansos. Hal ini bermula ketika Ganjar menanyakan Anies soal tata kelola bansos yang perlu tepat sasaran.

Anies menilai, bansos bukan untuk kebutuhan atau kepentingan pemberi bantuan. Bansos juga harus dilakukan dalam kurun waktu yang tepat, tidak dirapel dalam tiga bulan. Dia mengkritik bansos pemerintah saat ini yang dilakukan tidak efektif.

“Bila membutuhkan diberikan bansos sesuai dengan kebutuhannya, yaitu bansos plus (program Anies). Bukan memberikan bansos untuk kepentingan yang memberi, tapi untuk kepentingan yang diberi,” kata Anies.

Ganjar menyetujui pendapat Anies soal bansos. Dia menilai bansos seharusnya menjadi sarana untuk menyejahterakan rakyat secara keseluruhan.

Keduanya seakan menyindir pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belakangan mendapatkan kritik karena memberikan bansos dadakan jelang pencoblosan Pilpres 2024.

Debat kelima Pilpres 2024

Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan pandangannya saat debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Siapa Unggul?

Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai ketiga capres telah mempelajari debat sebelumnya, bahwa serangan agresif tidak membuahkan simpati. Serangan agresif hanya berefek pada loyalis sendiri, itulah sebabnya debat pamungkas minim agitasi.

“Debat terakhir dianggap penutup untuk menciptakan kesan. Dan sejauh ini berhasil, Anies tidak agresif [malah] banyak mengapresiasi, Prabowo meminta maaf, meskipun Ganjar masih terkesan mencari celah menekan Prabowo,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Senin (5/2/2024).

Dedi menambahkan, orientasi debat terakhir lebih banyak diarahkan untuk mendulang simpati. Meskipun, kata dia, debat tidak membawa pengaruh signifikan terhadap pemilih masing-masing kubu yang dianggap sudah loyal.

Dia menilai dalam debat tadi malam, Anies masih mengesankan dalam penyampaian meskipun isinya terlihat normatif seperti kandidat lainnya. Adapun Prabowo disebut banyak melakukan improvisasi dengan memberikan jawaban yang bahkan tidak tercantum dalam visi-misinya.

“Anies harus diakui masih mengesankan meskipun secara umum tidak jauh berbeda dengan dua lainnya, jawaban normatif cukup banyak muncul,” ujar Dedi.

Ia juga melihat kekompakan Anies dan Ganjar cukup dominan dalam debat. Namun, tidak berhasil melakukan elaborasi melawan gagasan Prabowo yang lebih banyak mempromosikan pemerintahan Jokowi.

“Tentu itu strategi karena bagaimanapun Anies maupun Ganjar masih terkesan menjaga jarak agar tidak terlalu menekan Prabowo,” terang Dedi.

Sementara itu, pemerhati kesehatan dari Global Health Security Griffith University, Dicky Budiman, menilai ketiga capres sudah menyampaikan isu penting di sektor kesehatan walaupun belum mandalam. Dia mengapresiasi visi-misi Prabowo yang menekankan pentingnya mencapai Indonesia Emas 2045.

“Pak Prabowo memang yang menyinggung secara eksplisit ya tentang ini. Tapi bukan berarti Pak Prabowo yang terbaik, tapi bicara ini sangat penting karena kalau visi-misi harus ada gol jangka panjang yang akan dituju,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Senin (5/2/2024).

Dicky juga mengkritik gagasan Prabowo soal kurangnya tenaga kesehatan yang diatasi dengan pendekatan pembangunan fisik. Dia menilai hal ini tidak solutif, karena yang perlu dibenahi mengenai sumber daya manusia yang masih banyak kendala seperti soal kesejahteraan dan pemerataan dokter dan tenaga kesehatan.

“Karena bukan hanya kuantitas tapi kualitas yang jadi isu saat ini,” ujarnya.

Di sisi lain, Dicky mengapresiasi gagasan Ganjar dan Anies soal pemerataan akses kesehatan dan orientasi preventif dalam pencegahan penyakit. Sayangnya, menurut dia, ide yang disampaikan belum tergali lebih dalam oleh keduanya.

Wasekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) sekaligus Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir, menyatakan ketiga capres sudah menyampaikan gagasan soal akses kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan.

Namun, menurutnya, ada yang sudah komprehensif dan ada pula yang belum menyentuh akar permasalahan dalam menawarkan gagasan.

“[Capres nomor urut] 1 dan 3 pendekatannya sudah berpayung untuk promotif preventif. Kalau [nomor] 2 pendekatannya masih kuratif walaupun tiga-tiganya mengusung aksesibilitas bagaimana meningkatkan kualitas layanan kesehatan,” kata Narila kepada reporter Tirto, Senin (5/2/2024).

Dia menilai ketiga capres belum membawa beberapa isu penting di sektor kesehatan, seperti pengentasan penyakit tidak menular dan soal populasi orang tua di Indonesia.

“Kemudian yang paling penting juga adalah soal JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ya. Jadi bagaimana sebenarnya itu menjadi hard clear untuk dibicarakan. Saya lihat itu tidak banyak disentuh,” ujar Narila.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi