Menuju konten utama

Jusuf Kalla: Ini Pemilu yang Paling Buruk Dibanding Sebelumnya

Jusuf Kalla (JK) menyebutkan bahwa Pemilu 2024 sebagai paling buruk dibandingkan pemilu sebelum-sebelumnya.

Jusuf Kalla: Ini Pemilu yang Paling Buruk Dibanding Sebelumnya
Header Wansus Jusuf Kalla. tirto.id/Tino

tirto.id - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), terang-terangan menyebut bahwa Pemilu 2024 sebagai paling buruk dibandingkan pemilu yang sebelum-sebelumnya. Sebab, situasi saat ini, menurutnya, begitu runyam. Mulai dari dugaan keterlibatan aparat yang menekan pendukung paslon capres-cawapres hingga mereka yang ditahan agar tidak ikut berkampanye.

“Jadi itu yang terjadi. Dan karena itu, ini pemilu yang paling buruk di antara pemilu-pemilu sebelumnya,” kata JK dalam wawancara program podcast For Your Pemilu (FYP) bersama Tirto, di kediamannya Jakarta.

Belakangan, JK juga menyadari sejak menentukan sikap politiknya dan memberikan dukungan terbuka kepada Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, berbagai intimidasi justru diterimanya. Sejak saat itu pula beberapa orang JK berada di lingkungan pemerintahan disingkirkan.

"Kasus itu [intimidasi] sampai sekarang masih. Padahal bekerja dengan baik kepada negeri ini menyumbangkan apa yang dibangun," kata JK.

Kepada Tirto, JK juga menyoroti sikap netralitas terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini. Tidak hanya itu, JK juga menceritakan banyak hal mulai dari hubungannya dengan Jokowi, bicara soal hilirisasi, hingga kemungkinan putaran kedua.

Bagaimana ulasannya? Berikut ini petikan wawancara Tirto, dengan Jusuf Kalla:

Beberapa waktu terakhir Bapak menunjukkan kepada publik mengenai pilihan politik Bapak secara terbuka, sementara mantan pejabat atau presiden dan wakil presiden lain tidak terbuka seperti Bapak?

Tentu ada juga Pak SBY terbuka juga. Tapi dia punya peranan partai langsung tapi saya tidak. Sebenarnya saya ingin netral saja. Namun, setelah melihat keadaan di mana kompetisi ini seperti tidak adil begitu kan bahwa calon nomor 1 nomor 3 ditekan luar biasa, baik pendukung-pendukungnya.

Maka supaya masyarakat melihatnya secara baik, wajar kompetisi ini saya memihak memilih calon yang menurut saya itu yang terbaik dalam pilihan untuk bangsa dan negara ke depan.

Itulah kenapa saya berterus terang untuk memperlihatkan atau menyampaikan pilihan saya.

Tahun kemarin ketika 2023 menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia mengatakan bahwa Dewan Masjid tidak boleh menunjukkan keberpihakan ini bagaimana netralitas Bapak?

Yang dimaksud itu, pertama, kalau mencalonkan diri anggota DPR/DPRD sebagainya, itu harus nonaktif. Kedua, tidak boleh memakai DMI (Dewan Masjid Indonesia) dan PMI (Palang Merah Indonesia) sebagai lembaga untuk mengkampanyekannya lewat itu. Saya sama sekali tidak memakai DMI dan PMI untuk itu. Saya menghindari itu.

Bapak sering disebut sebagai King Maker di balik pencalonan Pak Anies, dan penyeimbang kekuasaan dari Pak Jokowi?

Akhirnya bukan hanya penyeimbang, tetapi untuk mencari kebenaran dari sisi cara. Saya terserah saja orang ingin dipilih tapi caranya harus baik, jujur, tidak boleh ada tekanan dan sebagainya.

Bapak berani mengambil jalan ini dengan konsekuensi atau tanpa konsekuensi?

Pasti. Kalau masih terus berlangsung pasti dengan konsekuensi. Sekarang pun orang-orang saya ditekan, malah ada yang ditahan. Tanpa alasan, tanpa tidak ada soal. Hanya 'Oh, itu orangnya Pak JK' orang-orang saya dulu ajudan -- tidak boleh dapat posisi.

Jusuf Kalla

Jusuf Kalla. tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

Itu benar-benar terjadi? Kita sering dengar suara-suara itu ada orang JK disingkirkan atau dikriminalisasi?

Iya, dikriminalisasi. Satu direktur perusahaan.

Boleh diceritakan satu kasus itu?

Kasus itu sampai sekarang masih. Padahal bekerja dengan baik kepada negeri ini menyumbangkan apa yang dibangun.

Contoh saja, baru-baru ini Presiden [Jokowi] meresmikan jembatan 30 jembatan. Semua itu buatan Bukaka. Dan itu dicicil oleh pemerintah 10 tahun. Kita menyumbang seperti itu. Luar biasa. Tapi tetap saja dikriminalisasi.

Ada tidak perusahaan yang ingin kasih utang pemerintah 10 tahun hanya untuk pemerintah? Tapi kita lakukan ini demi pemerintah. Kalau tidak, jembatan Jawa Tengah itu pada hancur.

Itu setelah Bapak mendeklarasikan dukungan ke Anies-Muhaimin?

Sebelumnya juga. Walaupun sebelumnya saya tidak bantu, tapi saya tidak deklarasi kan saya hanya secara moril. Tapi setelah itu ditanggung saja.

Saya melihat makin menjadi-jadi ini, kita masyarakat harus berada dalam posisi untuk melawan kekuasaan yang tidak seperti begini di mana memakai aparatur untuk menekan semua pihak.

Apakah Bapak merasa Pemilu ini berjalan tidak adil setelah Bapak mengalami sendiri ketidakadilan itu, atau melihat itu di fenomena publik?

Iya, fenomena publik. Kemarin saya ke daerah, bagaimana itu aparat di sana menekan masyarakat, kepala desa yang diperintahkan untuk menahan jangan ikut kampanye, dipanggil aparat seperti itu terjadi. Bupati yang memang berada di pihak yang mendukung juga tidak boleh hadir ditekan seperti itu.

Jadi itu yang terjadi. Dan karena itu, ini pemilu yang paling buruk di antara pemilu-pemilu sebelumnya.

Mengapa bisa buruk? Apakah karena kepala negara sudah menunjukkan keberpihakan seperti itu?

Yang bisa mengatakan itu kan yang punya kekuasaan kan. Tidak mungkin orang biasa Anda contohnya mau memerintahkan kepada aparat di bawah untuk berbuat semena-mena tidak mungkin kan?

Secara langsung atau tidak langsung Bapak menyatakan Pak Jokowi sudah tidak netral dalam pemilu ini?

Oh iya. Dan diakui sendiri kan.

Soal pernyataan Jokowi, presiden tidak masalah berpihak kepada salah satu pasangan calon dan boleh ikut berkampanye bagaimana komentarnya?

Iya, itu mungkin boleh saja tetapi dengan syarat. Siapapun ya termasuk presiden kalau mau ikut kampanye harus cuti. Apakah presiden cuti? Harus cuti itu aturan loh.

Kedua, walaupun itu tidak boleh memakai institusinya, tidak boleh memakai alat-alat atribut kenegaraan. Tidak boleh.

Tapi bukan itu yang penting. Boleh sebagai orang main bola, saya ini jadi penonton yang bertepuk tangan. Silakan tapi jangan ikut main di bawah. Jangan jadi pemain juga.

Kalau Bapak melihat apakah hal itu layak diutarakan oleh presiden yang mana putranya sendiri maju sebagai calon wakil presiden?

Kita paham itu. Tetapi mendukung mendukung, tetapi sekali lagi harus cuti. Jangan memakai alat-alat kepentingan [institusi]. Jangan memerintahkan aparat untuk diikutsertakan. Jadi silakan kayak nonton bola, Anda tepuk tangan memberikan semangat, silakan saja.

Ini menunjukkan Pak Jokowi itu memberi instruksi untuk aparatur negara?

Saya tidak mengatakan itu. Tapi hanya kekuasaan yang bisa membuat itu.

Ini sedikit pribadi, kapan terakhir ngobrol dengan Pak Jokowi?

Wah, itu sudah lebih setahun. 2022 malah 2023 saya kira tidak. Walaupun saya tiga kali minta waktu tapi tidak dihiraukan, ya sudah.

Bagaimana minta waktunya?

Lewat ajudan, lewat Setneg [Sekretariat Negara].

Sesulit itu komunikasinya?

Iya untuk saya. Tapi yang lain gampang.

Apakah Bapak melihat Jokowi di 2014-2019 dan saat ini menuju 2024 ada perbedaan?

Jelas, saya kira [2014] merasakan sama-sama. Saya diminta oleh Ibu Mega untuk mendampingi beliau karena mungkin dilihat bahwa saya berpengalaman dalam pemerintahan, beliau kan baru di Jakarta waktu itu.

Dan juga beliau ke Jakarta karena saya yang membawa. Saya mengajukan ke Bu Mega sebagai gubernur ya. Ya sudahlah, Ibu Mega saja yang luar biasa mendukung dia sejak awal diperlakukan seperti itu.

Apa yang menyebabkan Jokowi dulu dan sekarang beda?

Saya tidak tahu.

Kita kalau melihat, membaca media hari-hari ini bisikan-bisikan keluarga atau karena kenikmatan kekuasaan. Apakah itu menjadi faktor yang mengubah karakter orang?

Iya kan kekuasaan mempunyai kewenangan yang luar biasa, apalagi presiden kalau di sistem kita ya. Tentu penting untuk beliau dan siapapun penting. Kekuasaan itu kalau menentukan arah bangsa ini. Menentukan politik dan bangsa ini. Jadi itu juga dinikmati, saya kira.

Orang biasa kalau ada kekuasaan iya sulit berhentinya. Pak Harto juga begitu, walaupun Pak Harto kan hasilnya baik. Tapi lama tidak disenangi orang.

Kalau saya mengutip pernyataan Ketua Komisi III, kalau di politik itu susah soft landing biasanya?

Ada juga soft landing. Ibu Mega soft landing. Saya juga soft landing. Jadi begitu selesai ya selesai. Dan kembali kepada masyarakat biasa saja itu. Pak SBY juga soft landing Karena setelah selesai dua kali ya sudah.

Bapak sudah mengalami banyak Pemilu, setelah 2009 Bapak mengalami tekanan-tekanan seperti yang dirasakan sekarang tidak?

Tidak, tidak. Iya siapapun yang mendukung langsung terbuka tertutup kepada Anies. Itu kelihatannya harus dipadamkan harus dicegah gitu. Nah, ini kan melanggar asas demokrasi melanggar asas kepatutan.

Pertanyaan mengganjal, kenapa orang-orang politik itu takut untuk mendekati Anda. Ada isu ada salah satu ketua umum partai gara-gara dekat dengan Anda langsung diganti?

Saya juga tidak tahu. Tapi saya kira tidak semua juga dulu sih biasa-biasa saja, justru banyak teman-teman, banyak menteri yang datang, malah pimpinan partai calon-calon datang semua, Pak Prabowo datang ke sini. Pak Ganjar datang ke sini untuk minta nasihat-nasihat dan pertimbangan-pertimbangan. Sekarang baru seperti itu.

Tapi kenapa akhirnya turunnya ke Mas Anies?

Mungkin Anies dianggap punya potensi yang kuat untuk mengalahkan calon-calon beliau kan. Mungkin seperti itu. Karena kalau tidak dianggap pasti tidak begini.

Jusuf Kalla

Jusuf Kalla. tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

Kita kembali ke isu kabinet. Kemarin ada kelompok masyarakat yang bertemu dengan Pak Mahfud untuk membicarakan pemakzulan Pak Jokowi. Itu mungkin tidak?

Mungkin sih, mungkin. Tetapi kan mungkin bukan waktunya tepat saat ini. Teman-teman [yang ketemu dengan Pak Mahfud MD] juga ingin ketemu saya tapi saya katakan silakan.

Tapi saya berpendapat kita hanya mendesak memberikan saran nasihat atau seruan agar Pak Jokowi kembali ke jalan yang sesuai dengan aturan-aturan dan juga demokrasi dan semangat kejujuran.

Menurut Bapak isu pemakzulan terlalu ekstrem?

Terlalu ekstrem dan mungkin karena waktu ya. Yang penting kan waktu sekarang ini harus kita perbaiki keadaannya. Untung pendapat teman-teman itu ada alasan-alasannya. Saya sendiri berpikir bahwa kita menyelesaikannya secara baik-baik.

Selama dua pekan ini banyak isu mengenai menteri-menteri Kabinet Indonesia maju diisukan mundur? Bapak melihat fenomena ini seperti apa?

Itu langkah yang baik. Kami dengan Pak SBY melakukan itu pada 2004 ingat kan. Pada 2004 itu saya dengan Pak SBY beliau calon presiden calon wapres. Sebelum kami mendeklarasi ingin maju kita keluar dari pemerintahan. Tapi saya dengan baik-baik minta izin ke Ibu Mega, beliau mengizinkan.

Langkah yang baik dan didorong, kalau misalnya tidak mau mundur?

Sebenarnya ini kan kampanye kan memakan waktu tenaga dan kalau tidak mundur, bukan Pak Mahfud saja, Prabowo juga berdua kan. Kalau tidak mundur justru merugikan diri sendiri. Karena waktunya hilang terbatas jadi.

Apakah kita sebagai masyarakat sipil bisa menuntut mundur atau bagaimana?

Iya, aturan juga dulu aturannya memang harus mundur. Sekarang kenyataannya berbeda, hanya cuti.

Itu kan menteri-menteri yang hendak maju dalam politik, yang lain menteri-menteri profesional seperti Sri Mulyani itu juga diusulkan mundur?

Itu lain lagi persoalannya. Saya cuma menduga-duga bahwa apa yang kita baca juga bahwa kelihatan Sri Mulyani dapat pendataan lagi untuk jadi menteri keuangan yang dalam situasi keuangan negara yang begini terbatas.

Mungkin ditekan untuk mengeluarkan anggaran yang tidak ada porsinya, tidak ada anggarannya. Mengeluarkan dana tanpa anggaran. Saya kira kita menghormati. Apresiasi Ibu Sri Mulyani.

Berarti kalau misalkan melihat hal itu ada tidak keharmonisan di dalam [kabinet]?

Iya pasti lah. Iya memang contohnya saja Pak Mahfud kan mau keluar, tapi kapan kita tidak tahu. Tapi tentu tidak enak di kabinet. Pada saat yang sama beliau mengkritik pemerintah kan. Pada saat sama, beliau di pemerintahan. Jadi lebih fair seperti itu. Itu letak masalahnya.

Mengenai hilirisasi, kenapa saya tanyakan karena dalam setiap Debat Pilpres selalu didengungkan hilirisasi. Apa kritik Bapak mengenai proyek hilirisasi, apakah perlu dilanjutkan?

Khususnya nikel ya. Hilirisasi atau dulu istilahnya industrialisasi itu penting. Karena itu memberikan nilai tambah, memberikan pendapatan negara naik, dan membuka lapangan kerja yang banyak.

Nah, sekarang pertanyaannya, jadi kita harus pegang dulu tujuan daripada sesuatu upaya seperti hilirisasi atau industrialisasi. Apakah pendapatan negara naik? Lihat aja datanya.

Presiden selalu mengatakan ada kenaikan ekspor Rp520 triliun luar biasa itu. Tetapi setelah kita periksa di laporan Menteri Keuangan 2022 pendapatannya hanya Rp10 triliun dari nikel. Tahun berikutnya Rp20 triliun.

Jadi ke mana itu yang disebut-sebut hebat? Artinya pergi ke siapa yang melaksanakan hilirisasi itu, siapa modalnya, siapa yang mendapatkan keuntungan? Iya investor, investornya dari mana? Semua dari Cina. Siapa yang pakai? Cina juga.

Kedua, apakah memberikan lapangan kerja? Tentu ada. Tapi sebenarnya tidak maksimal karena yang paling banyak bekerja justru buruh-buruh dari pekerja proyek dari Cina juga. Di Morowali saja 30.000 yang kerja jadi justru luar biasa angkanya tapi lapangan kerja yang dibuka itu dari luar juga.

Jadi apakah memberikan keadilan? Lihat saja tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah dan di Maluku Utara tetap naik. Dan apakah lingkungan baik? Makin rusak lingkungan. Jadi apa tujuannya justru sebaliknya dicapai dan itulah yang terjadi. Jadi jangan hanya melihat nilai.

Soal Anies dan Muhaimin, Bapak melihat survei pasangan ini bagaimana?

Ada dua hal sebenarnya lihat dari survei, walaupun saya sendiri tidak terlalu percaya survei, tetapi trennya naik. Saya tidak terlalu percaya angkanya tetapi trennya naik.

Kedua, lihat kenyataan di lapangan. Setiap kali Anies dan Cak Imin berkampanye luar biasa sambutan masyarakat. Sambutan masyarakat penuh antusias dan emosional. Jadi kalau masa banyak antusias emosional itu riil. Tapi kalau diangkut dengan bus berdiri dengan diam itu berarti mobilisasi. Lihat aja bandingkan.

Karena sederhana saja walaupun dengan segala macam ilmunya [survei] dan sistemnya tetapi pemilih kita 205 juta. Kemudian yang disurvei selalu 1.200-1.300. Apakah itu bisa mewakili penduduk ratusan juta? Sistem apapun dipakai. Ketiga angka-angkanya itu perbedaannya luar biasa. Bisa berbeda 300 persen dari angka satu dan kedua. Saya selalu melihat trennya saja.

Katanya Bapak yang melatih Cak Imin ketika berdebat, bagaimana bisa diceritakan?

Tidak melatih, hanya kita berdiskusi saja. Karena saya kan tiga kali ikut debat. Saya hanya menyampaikan pengalaman-pengalaman. Sebenarnya debat itulah kampanye sebenarnya, kampanye itu menarik orang untuk berpihak kan. Dari program, visi misi dan juga karakternya.

Kalau kumpulkan orang di lapangan biasanya yang datang itu memang relawan-relawan. Jadi tidak mengubah keadaan [yang sudah jelas memilih] datang. Hanya pemantapan saja.

Dan yang dilakukan Anies dengan berdiskusi Desak Anies, pertanyaan-pertanyaan kritis yang disampaikan mahasiswa dan generasi muda itu belum tentu memihak ke Anies, tapi dia kritik Anies. Itu baru kampanye. Tapi kalau kumpulkan masa pakaian seragam itu pemantapan saja.

Tapi saya katakan, 'Cak Imin, Anda berbicara dengan tenang dan baik karena di depan Anda ada kurang lebih ada 80 juta orang. Jangan lihat hanya beberapa ratus orang. Ada 80 juta orang yang melihat nanti, hati-hati.'

Kalau Anda baik maka 80 juta orang melihat Anda baik, tapi kalau Anda jelek seperti kemarin perilaku Gibran 80 juta orang lihat perilaku ini hati-hati. Hanya itu kita berdiskusi tentang pengalaman saya tidak bicara harus begini, harus begitu tidak, hanya pengalaman saya begitu.

Tapi Anda puas dengan performa Cak Imin?

Iya puas bahwa berperilaku sesuai dengan apa yang seharusnya orang berperilaku dalam di suatu debat.

Selain itu, kan ada kritik juga soal performa Mas Gibran yang dianggap kurang beradab kalau Bapak melihat itu seperti apa dalam performa tempat itu?

Itulah saya katakan debat begini kadang-kadang mempertontonkan sifat asli orang atau intelektual orang. Itulah sebenarnya yang ingin dicapai dalam suatu debat.

Sebagai kritik juga mungkin, kenapa alasan cawapres dulu ditetapkan usia 40 tahun mungkin seperti itu ya?

Oh iya. Umur itu tentu dapat memperlihatkan kematangan. Walaupun banyak pemimpin juga yang hebat pada umur muda. Tapi umumnya pemimpin kita kematangannya.

Pemimpin 270 juta orang kan tidak mudah tidak bisa main coba-coba keputusannya karena mempunyai efek. Hanya orang yang mempunyai pengalaman yang bisa seperti itu. Walaupun saya katakan bisa juga kalau dia memang hebat.

Dibanding ketiga pasangan calon AMIN ini paling sedikit modalnya, apakah Bapak sebagai saudagar mencari solusi?

Modal itu jangan hanya ditentukan oleh uang. Modal itu, kecerdasan juga modal. Kemampuan pengalaman juga modal. Persahabatan juga modal. Simpati masyarakat juga modal.

Dan itu terbukti bahwa memang logistik uang kemampuan dana itu memang kecil. Dia punya poster-poster aja sangat minim di mana-mana. Lagi ada Anda ada TV yang bisa ditonton setiap hari menolong. Tapi yang di pinggir jalan yang ongkosnya mahal itu tidak ada, memang kecil sekali.

Tapi masyarakat sendiri banyak yang membuatnya karena itu kalau pasangan lain punya standar poster-poster, kalau nomor satu AMIN itu benar-benar berbeda kayak yang dibikin masyarakat.

Apakah Bapak melihat ini sebagai sebuah kemajuan demokrasi atau tidak, tidak hanya melulu uang untuk berkampanye?

Iya, jadi sistem kampanye 70-an sampai ke [tahun] 2000 berbeda sekarang. Tahun 2000-an belum ada medsos yang besar, belum ada TV yang hebat. Jadi perlu poster perlu apa ada di mana-mana.

Sekarang itu tidak seperti itu lagi. Karena orang melihat semua gambar-gambar dengan pandangan-pandangan lengkap, dulu tidak. Dulu gambar-gambar pinggir jalan itu penting sekali tetapi tidak seperti dulu.

Paslon 01, 03, mana yang memungkinkan masuk ke putaran dua? Atau Anda percaya bahwa satu putaran pemilu?

Satu putaran minimum membutuhkan 85 juta suara. Perhitungannya pemilik [suara] itu 205 juta. Yang tidak hadir di TPS pengalaman lalu-lalu kurang lebih 80 persen. Jadi 165 [ikut mencoblos saat] pemilu.

Untuk bisa menang berarti setengah dari 165, atau lebih dari setengah. Saya kira tidak mudah dalam keadaan hari ini yang kelihatan bersaing. Kecuali penuh dengan kecurangan baru bisa terjadi faktor X dan itu akan menjadi pusat perhatian.

Putaran kedua secara objektif mana yang lebih memungkinkan 01 atau 03?

Saya kira kondisinya kurang lebih lah kadang-kadang naik nomor 3. Tapi sekali lagi saya hanya melihatnya di lapangan. Sebab, percaya mata percaya telinga apa yang dilakukan oleh 01 itu bisa lebih efektif. Walaupun juga 03 juga dan berbuat yang luar biasa juga kayak debat kemarin kan bagus, Pak Mahfud.

Kondisi jelang Pemilu saat ini Bapak bisa menyampaikan bahwa 01, 03 itu sebagai pihak yang terzalimi?

Iya ditekan, diintimidasi. Tapi bukan dia yang diintimidasi tapi pemilihnya diintimidasi. Bukan Anies atau Ganjar diintimidasi kan, pemilihnya dan pendukungnya diintimidasi.

Apakah punya fakta riil?

Saya kira hanya orang yang tidak punya mata dan telinga yang tidak tahu itu. Anda lihat saja bukan hanya saya. Pidato-pidato Bu Mega contohnya. Jangan aparat dan TNI Polri bertindak. Lihat semua orang lihat komentar-komentar masyarakat. Tidak kelihatan tapi banyak namanya silent majority. Jadi mayoritas banyak silent karena mungkin faktor kekhawatiran ketakutan.

Paslon 03 dan 01 apakah mungkin menjadi satu koalisi?

Kalau salah satunya masuk putaran kedua, keduanya bisa membentuk koalisi besar lagi. Hal itu hal normal dalam politik.

Tetapi kan secara realita di lapangan komunikasi-komunikasi ya belum Pak Surya Paloh dan Ibu Megawati belum ketemu yang katanya akan bertemu sejak lama?

Jangan lihat hanya satu sisi. Lihat juga hubungan antara Bu Mega dengan Pak Jokowi contohnya, dengan Pak SBY contohnya yang berada di pihak nomor 2.

Apa mungkin mereka bersatu? Saya tahu betul karakter Ibu Mega itu sangat marah apabila ada cara orang khianati dia. Saya tahu betul bagaimana tidak senangnya atau kemarahannya, tidak mungkin Anda satu padukan pada dewasa ini. Sedangkan satu dengan tiga butuh kebersamaan.

Saya susah membayangkan PKS pendukung Amin dan PDIP mengusung Pak Ganjar itu kan dua kutub yang berbeda?

Tidak juga, itu ideologis. Tetapi dalam politik tidak ada lawan atau kawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Banyak di daerah Pilkada contohnya bersatu antara PKS dan PDIP, banyak kejadian-kejadian di daerah.

Mungkin di pusat sekarang tidak tetapi kenyataannya banyak di daerah masing-masing mendukung calon si A ada.

Bapak ini dikenal sebagai juru damai, lebih mudah mana mendamaikan Bu Mega dengan Pak SBY atau Bu Mega dengan Pak Jokowi?

Dua-duanya susah. Karena ini karakter Ibu Mega begitu kalau dia merasa dikhianati, waduh akibatnya panjang. Dia sangat ramah kepada orang tetapi begitu satu kali Anda khianati, panjang persoalannya.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri