Menuju konten utama
Indeks Persepsi Korupsi

Kembalikan UU KPK Lama Jangan Hanya Jadi Pemanis Jelang Pemilu

Upaya mengembalikan UU KPK ke sebelum revisi jangan hanya pemanis jelang pemilu. Janji para paslon harus ditagih.

Kembalikan UU KPK Lama Jangan Hanya Jadi Pemanis Jelang Pemilu
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Indeks Persepsi Korupsi Indonesia atau Corruption Perception Index (CPI) 2023 mengalami stagnasi. Skor CPI 2023 berada di angka 34 atau sama dengan angka CPI 2022. Akan tetapi, bila menghitung berdasarkan margin of error, angka CPI Indonesia terjadi rentang 31 hingga 37.

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Wawan Heru Suyatmiko, sebut meskipun mengalami stagnasi, tapi ranking Indonesia turun dari 110 di 2022 menjadi 115 pada 2023. Wawan menilai, penurunan ranking adalah sinyal buruk jika Indonesia ingin menuju negara dengan demokrasi yang penuh dan dengan akses keadilan merata.

Dalam catatan CPI sejak 1995, angka CPI Indonesia sempat mengalami angka tertinggi pada 2019 di 40 poin. Namun, poin itu terus menurun dan terakhir di angka 34.

Wawan mengatakan ada 8 indikator penilaian kemunculan angka CPI 34, yakni satu sumber data mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu angka PRS yang turun hingga 16 poin dalam 2 tahun terakhir; empat sumber data mengalami stagnasi yakni global insight, world justice project-rule of law index, PERC Asia Risk Guid and Economic Inteligence Unit; dan tiga sumber data mengalami kenaikan yakni Bertelsmann Transformation Index (+3), IMD World Competitiveness Yearbook (+1) dan Varieties of Democracy Project (VDem) (+1).

CPI Indonesia berada di bawah angka rata-rata CPI global di 180 negara yang berada di 43 poin dan Asia Pasific yang berada di angka 45. Lima negara dengan angka CPI terendah adalah Somalia (11 poin), Syria, Sudan Selatan dan Venezuela (13 poin), serta Yaman (16 poin). Sementara itu, angka tertinggi adalah Denmark (90 poin), Finland (87 poin), New Zaeland (85 poin), Norwegia (84 poin) dan Singapura (83 poin).

Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M. Syarief, mengenang momen dirinya sebagai Wakil Ketua KPK yang mengaku angka CPI Indonesia tembus 40 poin dan berusaha bersaing dengan Malaysia. Akan tetapi, angka CPI turun setelah muncul revisi UU KPK yang berujung angka CPI turun ke 34.

Menurut Syarief, pemerintah perlu menyadari bahwa ada sejumlah angka yang mengalami penurunan seperti Asian Intelligence Report itu skornya yang selalu di 29 poin, the economist intelligence unit skornya 37 poin beberapa waktu terakhir.

“Jadi bagaimana kita bisa mendapat nilai yang baik ketika kita membuka diri bahwa perlu investasi yang banyak, tapi tata kelola makin merosot sehingga itu yang kita dapatkan,” kata Syarief di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Syarief menilai, pemerintah tidak boleh menyalahkan angka CPI yang tidak berubah banyak. Ia juga menilai para capres juga perlu terlibat.

“Jadi saya pikir tidak adil lagi jika pemerintah berkomentar itu hanya persepsi. Ini kenyataan, persepsi lahir dari kenyataan praktik sehari-hari. Oleh karena itu, maka kita wajib menunggu komitmen dan kerja keras para capres,” kata Syarief.

Syarief berharap para kandidat berupaya memperbaiki demokrasi dan akuntabilitas parpol. Kemudian ia mendorong penghapusan politik uang. Hal itu bisa memperbaiki demokrasi. Ia juga mendorong agar perbaikan penegakan hukum dan militer demi meningkatkan angka World Justice Project.

Syarief pun berharap agar pemerintah saat ini, termasuk pemerintah masa depan untuk melakukan perbaikan seperti perbaikan UU KPK agar lembaga antirasuah kembali bekerja sebagai motor pemberantasan korupsi. Selain itu, lembaga juga harus didorong bersih.

Selain itu, para capres-cawapres diharapkan bisa mengundangkan RUU Perempasan Aset dan revisi UU Tipikor. Ia berharap poin seperti private sector corruption, unexplained wealth hingga penyuapan didorong di revisi UU Tipikor.

“Jadi UU Tipikor kita masih tertinggal dibanding dalam UNCAC yang sudah kita ratifikasi. Tapi yang terjadi bukannya revisi undang-undang tipikor malah revisi UU KPK. Harusnya itu presiden itu bersedia menjadi penglima pemberantasan korupsi,” kata Syarief.

Syarief menambahkan, “Pesan kampanyenya. Pilih presiden dan wakil presiden yang jelas rekam jejak antikorupsinya. Kalau mau betul-betul kita ingin baik.”

Komitmen para Paslon

Co-Captain Timnas AMIN, Thomas Lembong, menegaskan posisi mereka di pemerintahan bila memang pilpres. Secara pribadi, ia mengaku ingin membatalkan total revisi UU KPK agar lembaga antirasuah kembali indepneden.

“Dengan konsekuensi bahwa KPK kembali menjadi lembaga yang independen, akuntabel hanya kepada publik, bahkan tidak akuntabel kepada presiden, seperti statusnya sebelum revisi UU KPK 2019, jadi kembali menjadi lembaga yang independen, yang akuntabel hanya kepada publik, tidak lagi bagian daripada birokrasi, stafnya tidak lagi ASN sebagaimana ditetapkan melalui revisi UU KPK 2019,” kata Lembong saat menghadiri rilis CPI 2023, Selasa (30/1/2024).

Lembong juga memastikan AMIN akan menyelesaikan masalah politik dalam sistem pendanaan politik. Ia mengatakan, Timnas AMIN akan memberikan pendanaan tahunan untuk 7-9 parpol untuk mencegah korupsi. Saat ditanya kemungkinan perbaikan angka CPI, Lembong menjawab ingin di angka 40 di periode pertama dan 50 di periode kedua.

“Tahap pertama. Jadi kembali ke kepala 4 apa itu 40 atau 41. Di periode kedua, berisiko kelihatan jumawa atau gimana, tapi dengan asumsi 2 periode harus mendekati angka psikologis 50," kata Lembong.

Sementara itu, Juru Kampanye Nasional TKN Prabowo-Gibran, Fritz Edward Siregar, menekankan bahwa isu pemberantasan korupsi sudah tertulis dalam visi-misi Asta Cita mereka. Ia juga mengutip pernyataan Prabowo saat acara Paku Integritas di KPK bahwa mereka akan memperkuat penegakan korupsi, mempertegas peran LHKPN, penguatan ASN, hingga memastikan kesejahteraan ASN, penegak hukum dan pejabat.

“Kalau bapak ibu bisa melihat dari program realis sistemik yang ditawarkan oleh Pak Prabowo, kami bukan hanya berbicara mengenai program, tapi juga political will dari paslon itu sendiri,” kata Fritz di lokasi sama.

Fritz juga mengklaim Prabowo dan Gibran belum pernah dipanggil KPK, bahkan dalam kapasitas sebagai saksi sekalipun. Hal itu, kata Fritz, adalah bentuk political will untuk penguatan program.

Dalam kasus CPI, Fritz menekankan, peningkatan angka CPI harus diikuti dengan peran dari masing-masing lembaga. Ia mencontohkan peran presiden, legislative, dan peradilan yang berbeda-beda untuk bisa melakukan reformasi di masing-masing. Ia juga sepakat agar partai melakukan reformasi dengan menciptakan kader-kader terbaik.

Saat ditanya target CPI yang ingin diraih, Fritz menjawab di angka 40. “Untuk 2024 kami menargetkan angka CPI kita 40 karena itu awal dari pemerintahan Pak Prabowo-Gibran, jadi kami bisa memulai di angka 40 di 2024,” kata mantan Anggota Bawaslu itu.

Di sisi lain, Ketua Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menilai bahwa upaya memperbaiki IPK tidak bisa mencapai langsung menjadi seperti negara Skandinavia, tetapi yakin bisa di angka 50.

“Saya membayangkan tidak mungkin kita bisa mencapai IPK seperti negara Skandinavia, tidak mungkin juga kita mencapai seperti di Singapura. Tapi kalau kita bisa mencapai angka 50, dan secara bertahap naik ke atas, kita sudah sangat maju dan mampu menjadikan Indonesia sebagai destinasi dari investment yang masuk ke Indonesia,” kata Todung di lokasi sama.

Todung sepakat dengan pernyataan Lembong bahwa daya saing Indonesia turun. Ia menilai, investasi yang masuk Indonesia terhambat karena korupsi yang bersifat sistemik, masif dan endemik. Ia pun menilai, angka 34 di era Jokowi menandakan pemberantasan korupsi di era Jokowi buruk.

“Angka 34 itu angka yang jelek, saya kira sih pada zaman jokowi lah pemberatasan korupsi itu dibunuh,” kata Todung.

Todung menjelaskan pada periode pertama pemerintahan Jokowi masih memberikan perubahan di sektor pemberantasan korupsi. Akan tetapi, periode kedua Jokowi justru menunjukkan upaya sistematis membunuh lembaga antirasuah dengan menghilangkan wewenang lembaga yang berujung KPK tidak bekerja optimal.

Sementara itu, Todung mengaku 5 tahun target bisa naik di 10 poin. Ia mengaku TPN Ganjar-Mahfud ingin agar angka CPI naik 2 tiap tahun.

“Saya sih realistis. Kalau 5 tahun 5 kali 2 jadi 44. Kalau 10 tahun, 10 kali 2 20, gitu saja. Naiknya 2 setiap tahun minimal,” kata Todung.

Janji Kembalikan UU KPK Lama Jangan Hanya Retorika

Selain CPI, ketiga tim sukses kandidat juga berbicara soal keinginan kembalikan UU KPK ke aturan yang lama. Hal itu berawal ketika ekonom UI, Faisal Basri, ikut hadir dalam diskusi tersebut dan menanyakan komitmen mereka mengembalikan UU KPK sebelum durevisi pada 2019.

Tom Lembong memastikan dirinya secara pribadi ingin kembali ke aturan yang lama. Hal itu sesuai pernyataan awal saat membuka tanggapan tentang hasil CPI.

Sementara itu, Fritz mendukung upaya pengembalian UU KPK ke aturan sebelum ada revisi pada 2019. Namun demikian, kata dia, niatan tersebut harus diikuti dengan peran DPR di masa depan. Sebab, revisi UU tidak hanya di tangan pemerintah, tapi juga parlemen.

Komitmen yang sama disampaikan Todung. Ia bahkan tidak hanya ingin UU KPK kembali ke aturan awal, melainkan memperbaiki dan menambah regulasi yang memperkuat semangat pemberantasan korupsi.

“Jadi kita mesti juga mengadopsi bentuk-bentuk korupsi baru yang kita bisa jadikan sebagai hukum positif kita. Tadi sudah kita bahas rancangan undang-undang perampasan aset, aset recovery. Ini juga harus cepat dan lebih agresif kalau mau diimplementasikan," kata Todung.

Syarief yang juga eks wakil ketua KPK mengapresiasi komitmen paslon yang ingin mengembalikan UU KPK yang lama. Ia menilai, perlu ada keinginan kembali ke UU KPK lama karena komisi antirasuah di masa lalu menjadi tempat pembelajaran pemberantasan korupsi. Ia juga meminta agar janji tersebut ditagih ketika menang.

“Itu kita tagih. Kalau mereka berkomitmen khususnya yang 2, 1 dengan 3 karena berjanji, ya kita akan tagih. Namanya berkomitmen, ya kita kejar, jadi jangan sampai kayak dulu akan memperkuat KPK padahal menggembosi KPK,” kata Syarief.

Sementara itu, Wawan menilai para capres sudah tidak lagi mempan meraih suara dengan menawarkan janji. Ia justru menilai publik berhak menagih janji dari pemimpin yang menang pemilu.

“Kalau itu memang menjadi komitmen, tentunya akan kita tagih misalnya dari ketiga paslon tersebut nanti siapa pun yang terpilih, apakah punya program 100 hari pertama yang memang dalam perencanaan mereka, mereka akan bicara soal penguatan KPK kembali,” kata Wawan.

Wawan mengatakan, penguatan tidak hanya pada KPK, melainkan juga penegak hukum untuk independen dalam penanganan kasus korupsi. Oleh karena itu, permasalahan tidak hanya soal upaya mengembalikan regulasi UU KPK, tapi penegakan hukum kasus korupsi secara menyeluruh.

Jangan Hanya Demi Cari Elektabilitas

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai komitmen paslon mendukung penguatan KPK lewat kembali ke UU KPK lama maupun isu CPI, bisa dilihat dalam visi misi mereka. Ia menilai, parameter sesuatu hanya sekadar janji dan memang niat, dapat dilihat dari visi misi mereka.

“Kita perlu lihat lagi dokumen visi misi mereka, apakah mereka dari awal menggagas soal itu atau hanya lip service belaka di sebuah acara,” kata Kunto, Rabu (31/1/2024).

Dalam isu revisi UU KPK misalnya, kata dia, publik bisa melihat apakah gerakan tersebut masuk visi-misi paslon atau tidak. Di visi-misi Anies, poin itu memang tertulis untuk kembali ke UU KPK lama plus perbaikan integritas pemimpin.

Akan tetapi, kata Kunto, untuk kubu Prabowo, ia malah menawarkan kenaikan gaji pejabat dan tidak menyinggung soal revisi UU KPK. Ganjar juga tidak menyinggung spesifik dan lebih menyorot soal transparansi.

Oleh karena itu, kata Kunto, Ganjar dan Prabowo bisa saja tidak berkomitmen meski masih terbuka peluang sadar di tengah jalan untuk memperbaiki KPK. Hal itu hanya bisa dijawab nanti setelah salah satu di antara mereka terpilih.

“Mari kita lihat apakah benar komitmen itu akan dijalankan setelah salah satu di antara mereka ini menang,” kata Kunto.

Lantas, apakah menawarkan janji seperti pemberantasan korupsi akan meningkatkan keterpilihan kandidat? Kunto mengamininya. Akan tetapi, seberapa besar efek yang diberikan tidak bisa dijelaskan secara spesifik.

Ia hanya menjelaskan isu korupsi masih menjadi perhatian publik karena persepsi publik meyakini korupsi adalah salah satu penyebab publik sulit mendapatkan harga bahan pokok terjangkau hingga sulit mendapat kerja.

Kunto beralasan isu seperti mengembalikan revisi UU KPK adalah isu elite yang tidak semua orang punya pemahaman yang sama. Ia hanya melihat isu tersebut mungkin efektif bagi pemilih rasional di kalangan terbatas.

Baca juga artikel terkait INDEKS PERSEPSI KORUPSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz