Menuju konten utama

Upaya Stabilkan Harga Beras Tak Efektif, Jauh Panggang dari Api

Eliza menilai intervensi pemerintah melalui penyaluran beras terhadap stabilitas harga di pasaran tidak signifikan menurunkan harga.

Upaya Stabilkan Harga Beras Tak Efektif, Jauh Panggang dari Api
Pekerja mengangkut beras di gudang Bulog Talumolo, Kota Gorontalo, Gorontalo, Jumat (17/11/2023). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/tom.

tirto.id - Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras yang dilaksanakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) bersama Perum Bulog akan dilanjutkan kembali tahun ini. Penyaluran beras SPHP sepanjang 2024 diperkirakan bakal mencapai 1,2 juta ton.

Secara bersamaan, Bapanas juga bakal mendatangkan sebanyak 500 ribu ton beras impor yang akan masuk ke Indonesia secara bertahap. Beras ini nantinya digunakan untuk intervensi pemerintah, seperti bantuan pangan, dan kelanjutan program SPHP.

SPHP Beras tahun ini dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk curah dan kemasan 5 kg dengan harga zona 1 Rp 10.900 per kilogram, zona 2 Rp 11.500 per kilogram, dan zona 3 Rp 11.800 per kilogram.

Masyarakat bisa mendapatkan Beras SPHP baik di pasar tradisional, ritel modern, outlet Perum Bulog, pemerintah daerah, hingga toko-toko lainnya yang menjadi mitra downline Perum Bulog.

"Program SPHP beras akan terus dilanjutkan di tahun 2024 untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras serta upaya pengendalian inflasi," ujar Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan NFA, Maino Dwi Hartono, dikutip dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (25/1/2024).

Program SPHP beras diklaim pemerintah cukup efektif dalam meredam laju kenaikan harga beras. Namun, faktanya, di lapangan justru jauh panggang dari api. Belakangan beras justru masih menjadi pokok permasalahan dan sering dikeluhkan karena harganya masih mahal.

Stok beras di Bengkulu

Pekerja mengecek beras di Gudang Bulog Baru (GBB) Sidomulyo di Kota Bengkulu, Bengkulu, Senin (6/11/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/tom.

Berdasarkan panel harga Badan Pangan, harga rata-rata beras medium, Kamis (25/1/2024) dibanderol Rp13.400 per kg. Sementara khusus di DKI Jakarta harganya tercatat lebih rendah sebesar Rp13.390 per kg. Kemudian, harga tertinggi untuk beras medium terjadi di Papua Pegunungan sebesar Rp20.950 per kg dan terendah di Papua Selatan Rp11.800 per kg.

Sementara untuk beras premium rata-rata harga nasional dibanderol Rp15.220 per kg. Khusus di DKI Jakarta harganya berada di Rp15.560 per kg. Adapun harga tertinggi masih di Papua Pegunungan sebesar Rp25.000 per kg, dan terendah di Sulawesi Barat Rp14.050 per kg.

Dikutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi terhadap beras juga hampir terjadi setiap bulannya sepanjang 2023, kecuali pada Juli. Inflasi beras terbesar terjadi pada September 2023, komoditas tersebut menyumbang 5,61 persen.

Sementara pada Desember 2023, beras masih mengalami inflasi yaitu sebesar 0,48 persen. Meski begitu, jumlah kota yang mengalami inflasi beras mengalami penurunan pada Desember 2023, di mana 56 kota mengalami inflasi, 23 kota mengalami deflasi, dan 11 kota stabil.

Mengapa SPHP Beras Kurang Efektif?

Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menuturkan, efektivitas bantuan pangan sangat dipengaruhi kondisi dan konteksnya. Walaupun dalam pilihan pendekatan dan strategi saat ini adalah SPHP, mestinya bisa jadi salah satu langkah yang memiliki dampak cukup besar.

Namun, nyatanya pada tahun lalu bantuan pangan dan operasi pasar belum mampu mempengaruhi penurunan harga. Pada 2023, operasi pasar dan bantuan pangan tidak cukup efektif karena memang produksinya yang terbatas.

“Jadi ketersediaan memang terbatas,” kata Said kepada Tirto.

Pada kasus lain, kata Said, ketika harga naik karena ketersediaan di pasar terbatas walaupun produksi cukup dan beras dikuasai oleh kelompok tertentu, maka bisa digunakan pendekatan operasi pasar atau bantuan pasar.

Demikian juga dengan bantuan pangan. Ketika produksinya memang terbatas dan bukan karena adanya permainan dari mafia pangan misalnya, maka pilihan yang paling mungkin meningkatkan produksi untuk mendorong peningkatan ketersediaan.

“Tentu saja ini dapat dilakukan dengan mendorong produksi dalam negeri maupun dari luar (dan ini pilihan terakhir),” ujar Said.

Sementara itu, Said menjelaskan, bantuan dan operasi pasar dapat dilakukan dengan target spesifik. Target spesifik dalam arti kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan. Alasannya, kelompok masyarakat ini yang paling terdampak.

Hal senada juga disampaikan pengamat pertanian Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian. Dia menilai intervensi pemerintah melalui penyaluran beras terhadap stabilitas harga di pasaran tidak signifikan menurunkan harga beras. Hal ini karena pemerintah kurang lebih mengendalikan 10 persen dari total perdagangan beras nasional.

“Karena 90 persen-nya dikendalikan swasta (penggilingan besar, penggilingan kecil, rumah tangga petani dan korporasi),” kata Eliza.

Dia menuturkan, jika ingin stabilisasi lebih efektif, maka yang perlu dilakukan adalah pengawasan distribusi dan penjualan. Di samping perlu juga melakukan tindak tegas jika ada oknum yang melakukan spekulasi.

Untuk saat ini, lanjut Eliza, harga beras di awal tahun akan relatif lebih mahal karena belum panen dan supply masih terbatas. Namun, tidak menutup kemungkinan menjelang panen raya nanti harga akan beranjak ke level keseimbangan baru atau turun menyesuaikan dengan tingkat permintaannya.

Dihubungi terpisah, pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, melihat persoalan kenaikan harga beras saat ini terjadi karena jumlah produksinya yang terus menurun. Sementara sebaliknya kebutuhan konsumsi masyarakat meningkat tajam.

"Bahwa produksi terus turun. Bahwa luas panen terus turun. Bahwa produktivitas stagnan. Bahwa total konsumsi terus naik. Itu semua fakta, saat kebutuhan konsumsi naik, produksi turun," kata Khudori.

Dia menuturkan kunci dari permasalahan beras adalah pada produksinya. Karena sekalipun sudah ada operasi pasar bernama Stabilitas Pasokan dan Harga Pasar (SPHP), ada bantuan pangan beras juga, tapi harga masih terus naik itu tercermin karena pasokan terbatas.

"Kalau stok cukup dan memadai, pasar mestinya dipenuhi. Berapa pun kebutuhan pasar dicukupi. Jika itu dilakukan, harga agar tertahan untuk naik. Berikutnya harga potensial turun," ucap Khudori.

Baca juga artikel terkait PROGRAM STABILITAS PASOKAN DAN HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin