Menuju konten utama

Nasib Warga Eks Kampung Bayam Menanti Solusi Konkret Pemprov DKI

Kondisi warga eks Kampung Bayam saat ini memprihatinkan karena kehilangan ruang hidup dan pendapatan ekonomis.

Nasib Warga Eks Kampung Bayam Menanti Solusi Konkret Pemprov DKI
Warga berjalan memegang lilin dan senter dari telepon genggam di dalam Kampung Susun Bayam, Jakarta Utara, Kamis (7/12/2023). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/pras.

tirto.id - Beribu tanya bermekaran di benak kepala Muhammad Fuqron. Ayah dari tiga orang anak itu tak habis pikir dengan rencana Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang ingin mendirikan rumah susun (rusun) baru untuk warga eks Kampung Bayam.

Bukannya membenahi polemik hunian Kampung Susun Bayam (KSB) yang tidak jelas nasibnya, Heru justru dinilai membawa rencana baru yang tidak solutif.

Fuqron merupakan satu dari 123 keluarga yang sudah mendapat nomor unit hunian di KSB yang berada di dalam kawasan Jakarta International Stadium (JIS).

Sebelumnya, calon penghuni KSB sudah ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim sejak 22 Agustus 2022. Namun, hingga kini warga gusuran pembangunan JIS belum diperbolehkan menempati KSB.

“Terus KSB yang peruntukan warga Kampung Bayam ini buat siapa? Kok memutuskan sebelah pihak? Kok warga enggak diajak dialog? Selama ini Pj Gubernur ke mana aja enggak mau bertemu tatap muka dengan warga,” ujar pria yang juga Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam, ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (25/1/2024).

Dengan nada suara tinggi, Fuqron membeberkan bahwa Pj Gubernur DKI Heru sulit menghadirkan batang hidungnya di depan warga eks Kampung Bayam. Dia menilai sikap ini bertolak belakang dengan kepemimpinan DKI Jakarta sebelumnya. Bahkan, kata dia, kabar pembangunan rusun baru juga diketahui warga setelah melihat kabar media massa.

“Kita ya di sini ruang hidupnya dekat JIS yang memang bekas tempat tinggal kita, ini [KSB] peruntukannya untuk kita,” beber Fuqron.

Sejak tanggal 29 November 2023, sebanyak 40 keluarga dari warga eks Kampung Bayam memutuskan menempati paksa KSB. Sebab, tidak ada kejelasan dari Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakpro selaku pengelola kampung susun atas nasib mereka. Warga sempat tinggal di lobi dan emperan kampung susun sebelum akhirnya memilih mendiami lantai 2 KSB.

“Ke sini (KSB), itu setelah hunian sementara kita habis [masa pinjamnya], namanya kita pulang. Boro-boro ada yang ngeliatin, sampai sekarang nggak dikasih akses air dan listrik,” ungkap Fuqron.

Warga Kampung Bayam

Warga eks kampung bayam menerobos masuk kampung susun bayam. Mereka hidup tanpa air, listrik, dan fasilitas yang layak. tirto.id/Riyan Setiawan

Intimidasi dan Kriminalisasi

Bukannya diberikan akses kunci hunian dan fasilitas, warga eks Kampung Bayam yang menempati KSB malah mendapatkan intimidasi bertubi-tubi. Mulai dari palang di pintu masuk kampung susun, penjagaan keamanan yang masif, hingga kriminalisasi.

“Malah dikriminalisasi disebut masuk ke pekarangan orang, nyolong apa lah. Air saja kita ngegali sendiri kok, listrik juga kita pakai diesel, itu juga kalau kita kebeli bensin,” tutur Fuqron.

Saat ini menurut keterangan Fuqron, ada sekitar 160 warga eks Kampung Bayam yang menempati lantai 2 KSB tanpa fasilitas penunjang. Mereka juga terdiri dari anak-anak dan kelompok lanjut usia. Sebelumnya, PT Jakpro melaporkan 4 warga eks Kampung Bayam, termasuk Fuqron, ke Kepolisian Resor Jakarta Utara.

Pelaporan dipicu warga menerobos masuk ke rumah susun yang sampai saat ini belum resmi dapat digunakan. Warga dilaporkan karena dianggap menerobos masuk ke kawasan rumah susun yang diperuntukkan untuk hunian pekerja pendukung operasional (HPPO).

Jakpro melaporkan warga atas dugaan penyerobotan lahan secara ilegal di aset HPPO sesuai undang-undang yang berlaku. Warga juga dituding merusak aset kampung susun dan memanfaatkan akses air bersih secara ilegal.

Fuqron merasa kecewa disebut sebagai penghuni ilegal. Sebab, Furqon dan 160 warga lain yang kini menghuni KSB tidak mengambil listrik atau air dari kampung susun itu. Warga saat ini patungan membeli diesel 6.000 watt untuk kebutuhan listrik di sana. Air bersih pun didapatkan warga dengan menggali sendiri untuk mendapatkan sumber air tanah, sebab keran di KSB tidak dialiri air.

“Pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya atas tanah, tempat tinggal, ekonomi, pendidikan. Kalau kita dibilang ilegal, cabut aja kewarganegaraan kita,” urainya.

Kini, puluhan petugas keamanan menjaga ketat kawasan kampung susun. Dia menduga keamanan semakin galak karena takut atas pemberitaan nasib warga eks Kampung Bayam. Dia mewajarkan, kata dia, keamanan yang juga merupakan pihak pengamanan JIS itu hanya disuruh oleh atasan mereka.

Ia berharap Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dapat membuka hatinya untuk warga eks Kampung Bayam. Tak bosan-bosannya dia mendesak Heru agar berdialog terbuka dengan warga.

“Ajak dialog warga, apa keinginan warga, jangan sebelah pihak. Bukalah mata hati karena di sini juga ada generasi, anak-anak kami yang [masih] sekolah,” ucap Furqon.

Polemik Kampung Susun Bayam

Wacana pembuatan rusun baru warga eks Kampung Bayam dilontarkan Pj Heru Budi, Rabu (24/1/2023) lalu. Heru menyatakan ini merupakan rencana yang sudah digodok matang Pemprov DKI. Dia mengklaim ini merupakan solusi terbaik mengatasi polemik warga atas sengketa Kampung Susun Bayam (KSB).

“Pemerintah daerah akan membangun rumah susun di sekitar Kecamatan Priok, kurang lebih bisa 150-200 unit, untuk siapa? Untuk warga terprogram dan warga Kampung Bayam,” kata dia kepada awak media di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Polemik yang menimpa warga eks Kampung Bayam bermula ketika mereka digusur Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan JIS pada tahun 2019. Sebagai kompensasi, warga mendapat uang kerahiman dan janji hunian di Kampung Susun Bayam (KSB). Sebanyak 642 keluarga terimbas pembangunan JIS diberikan kompensasi, serta 123 keluarga dijanjikan menempati KSB.

KSB diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada 12 Oktober 2022. Saat itu, PT Jakpro menjanjikan warga dapat menghuni kampung susun mulai November 2022. Periode itu, kepemimpinan Gubernur berganti, Heru Budi menjabat dan hingga kini pengelola masih belum memberikan izin kepada warga untuk menempati Kampung Susun Bayam.

Sejumlah polemik seperti persoalan perizinan, administrasi, tarif hunian, hingga rencana pengalihan pengelolaan ke Pemprov DKI Jakarta menjadi sederet alasan yang membuat warga terkatung-katung.

Warga eks Kampung Bayam bahkan sempat mendirikan tenda-tenda darurat sebagai tempat tinggal di kawasan JIS, dan berdiam di sana hampir setahun.

Akhirnya, Heru Budi menawarkan solusi untuk merelokasi warga eks Kampung Bayam ke Rusun Nagrak. Namun, opsi ini ditolak sejumlah warga karena jauh dari fasilitas umum, seperti sekolah dan rumah sakit.

Hingga Desember 2023, tercatat sebanyak 60 keluarga masih tinggal di hunian sementara dan 35 keluarga sudah direlokasi ke Rusun Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara. Sedangkan warga yang saat ini menempati Kampung Susun Bayam tanpa izin resmi ada 40 keluarga.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai wacana Pj Gubernur DKI menawarkan rusun baru hanya sebagai janji politik. Pasalnya, rencana tersebut justru baru muncul di penghujung masa jabatan Heru dan dapat memicu polemik baru.

“Tidak masuk akal dan kebijakan yang blunder. Penguasanya nanti kan juga udah ganti, dan kebijakan itu bergantung pada elite-nya dan DPRD saat ini juga udah bubar,” kata Trubus kepada reporter Tirto, Kamis (25/1/1/2024).

Belum lagi, kata dia, ada RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang bakal segera disahkan dan berlaku pada pemerintahan selanjutnya. Rencana pembangunan rusun baru kental aroma politis dan rentan diintervensi oleh penguasa DKI Jakarta selanjutnya.

“Akhirnya takutnya jadi kebijakan membohongi publik lagi,” ungkap Trubus.

Dia mencontohkan sejumlah janji politik oleh pimpinan DKI Jakarta lampau yang akhirnya berakhir kurang mulus. Misalnya, penataan kawasan Plumpang, Jakarta Utara, yang pernah terjadi insiden kebakaran di Depo Pertamina yang memakan korban jiwa.

Ada pula proyek pembangunan fasilitas Jalan Layang Non-Tol di Pluit, Jakarta Utara, masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan mangkrak hingga kini. Selain itu, ada program hunian DP nol rupiah masa Anies Baswedan yang kini berganti nama menjadi Hunian Terjangkau Milik.

Reporter Tirto sudah berupaya meminta konfirmasi polemik Kampung Susun Bayam kepada pihak PT Jakpro melalui Corporate Secretary mereka, Melissa Sjach. Namun, hingga berita ini ditulis, permintaan wawancara yang dilayangkan ke nomor Melissa belum mendapatkan respons.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakpro, Iwan Takwin, menegaskan bahwa pihaknya selaku pemilik aset KSB menilai kampung susun tersebut diperuntukkan untuk Hunian Pekerja Pendukung Operasional (HPPO). Warga, kata dia, bisa saja tinggal di sana namun harus mengikuti regulasi yang jelas dan benar.

Dia mengklaim Jakpro sudah menunaikan kewajiban mereka kepada warga eks Kampung Bayam dengan memberikan uang kerohiman sesuai Perpres nomor 62 tahun 2018, sebagaimana diberitakan Antara.

Warga Kampung Bayam

Warga eks kampung bayam menerobos masuk kampung susun bayam. Mereka hidup tanpa air, listrik, dan fasilitas yang layak. tirto.id/Riyan Setiawan

Rusun Baru Bukan Solusi

Perwakilan Indonesia Resilience (IRES), Cika, yang mendampingi warga eks kampung Bayam, menilai wacana pembangunan rusun baru perlu ditinjau ulang. Sebab, kata dia, rencana ini datang begitu saja dan tidak melibatkan warga eks Kampung Bayam sama sekali.

“Seharusnya konflik soal kunci yang belum diberikan diselesaikan terlebih dahulu, jika memang solusi terbaru membuat rusun di Tanjung Priok maka perlu dilibatkan warga. Karena warga tahu apa yang mereka butuhkan dan inginkan,” kata Cika kepada reporter Tirto, Kamis (25/1/2024).

Dia menambahkan, kondisi warga eks Kampung Bayam saat ini memprihatinkan karena kehilangan ruang hidup dan pendapatan ekonomis. Warga yang merupakan petani kota kehilangan mata pencaharian dan sulit mencari pengganti.

“Warga butuh yang namanya ruang diskusi atau mediasi terbuka yang melibatkan Pj Gubernur, Jakpro, untuk menyelesaikan polemik ini. Sekaligus ada penengah dan solusi seperti apa agar tidak merugikan warga,” terang dia.

Sementara itu, Pendiri dan Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, menilai rencana pembangunan rusun baru merupakan upaya pemborosan dana publik dan akal-akalan populis yang tidak akan menyelesaikan akar masalah.

Kampung Susun Bayam, kata dia, sudah melewati proses Community Action Planning dengan warga calon penerimanya, dengan tujuan mengakomodasi desain untuk menunjang kegiatan ekonomi sosial warga dengan harapan tumbuh sejahtera.

“Sementara, rusun akal-akalan itu, sudah letaknya lebih jauh dari lokasi asal, dan belum tentu mampu mengakomodasi kegiatan yang ada,” kata Elisa kepada reporter Tirto, Kamis (25/1/2024).

Sebelumnya, Pj Gubernur DKI Heru Budi mengatakan, pembangunan rusun baru di Tanjung Priok sudah mempertimbangkan ketersediaan fasilitas umum seperti posyandu, tempat bermain, sekolah, listrik, air, serta akses Wi-Fi. Namun, Heru enggan menjawab alasan KSB belum dapat ditempati warga eks Kampung Bayam dan meminta hal tersebut ditanyakan ke PT Jakpro selaku pengelola.

Baca juga artikel terkait KONFLIK KAMPUNG BAYAM atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur & Muhammad Naufal
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri